,

Apakah Penangkaran Cara Terakhir untuk Selamatkan Badak Sumatera dari Kepunahan?

Saat ini, tidak lebih dari 75 badak Sumatera yang tersisa di alam liar. Akankah badak sumatera hanya tinggal kenangan?

 

Tak banyak pilihan untuk menyelamatkan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), salah satu mamalia besar di Indonesia dari kepunahan.  Dalam 30 tahun terakhir, populasi badak bercula dua terkecil di dunia telah menurun dari kira-kira 800 individu menjadi tidak lebih dari 75 saja yang tersisa di alam liarnya saat ini yaitu hutan-hutan Sumatera dan Kalimantan.

Meskipun pernah diadakan pertemuan untuk membahas strategi penyelamatan satwa liar ini pada tahun 1984, 1993 dan yang terbaru 2013, namun berbagai program telah gagal untuk meningkatkan jumlah populasi secara signifikan. Untuk itu diperlukan suatu strategi yang lebih agresif untuk menghindarkan badak sumatera dari kepunahan.

Dalam artikel terbarunya “Inikah Kesempatan Terakhir untuk Badak Sumatera?” Fransesco Nardelli, seorang naturalis berkebangsaan Italia yang merupakan pendiri Rhino Project Sumatra, menyerukan diperlukan suatu rencana aksi untuk melakukan pembiakan untuk penyelamatan populasi badak yang terus menurun ini. Menurutnya, hanya suatu proyek pembiakan intensif di kawasan konservasi yang terus-menerus dipantau, adalah harapan terakhir dari eksistensi spesies ini.

Meskipun Nardelli mengakui metode in-situ (di dalam habitat asli) adalah cara terbaik untuk melestarikan keanekaragaman hayati, namun metode penangkaran ex-situ (di luar habitat asli) adalah satu-satunya cara badak sumatera akan mampu berkembang biak secara memadai. Nardelli pun merekomendasikan agar badak-badak yang terisolasi di habitat yang terpisah dikumpulkan bersama-sama untuk kemudian ditangkarkan.

Badak sumatera dalam proses translokasi ke kawasan ex-situ yang lebih aman. Photo courtesy: Alain Compost

Populasi Badak Sumatera turun secara tajam karena perburuan dan perusakan habitat aslinya. Tingkat kepadatan badak sumatera yang sangat rendah saat ini juga berarti bahwa badak jantan dan betina jarang bertemu, apalagi berkembang biak. Situasi ini telah menyebabkan “tidak ada pengembangan diinduksi ovulasi, tumor pada saluran reproduksi betina, dan aktivitas sperma yang rendah pada badak jantan,” jelas Nardelli kepada mongabay.com. Hanya melalui strategi ex-situ harapan meningkatkan reproduksi badak dapat dilakukan, lanjut Nardelli.

Saat ini, hanya sembilan badak yang ada dalam program penangkaran ex-situ, lima di Sumatera, Indonesia; tiga di negara bagian Sabah, Malaysia; dan seekor lagi di kebun binatang Cincinnati, AS.

Dalam kawasan ex-situ-nya, badak-badak tersebut ditempatkan pada kawasan yang “besar, alami dan berpagar” dan “terus dipantau secara hati-hati.” Dalam 13 tahun terakhir, empat badak telah berhasil dilahirkan di penangkaran, tapi tiga dari mereka semua lahir dari pasangan yang sama.

Nardelli berargumen bahwa tentu saja kondisi ex-situ merupakan pilihan terakhir bagi spesies yang terancam punah selalu dianggap tidak ideal untuk memindahkan mereka dari habitat alaminya. Namun, badak sumatera sudah sangat dekat dengan kepunahan sehingga campur tangan manusia sangat diperlukan. Dengan pemantauan intensif di tempat penangkaran, memungkinkan para ahli konservasi untuk menghindarkan kesalahan yang pernah dibuat di masa lalu.

“Penangkaran badak Sumatera adalah sebuah kerja jangka panjang, sehingga waktu yang tersisa harus dimaksimalkan,” jelas Nardelli. Dia berpendapat bahwa kita perlu bergerak secepat mungkin untuk memastikan badak sumatera tidak punah.

Badak sumatera di dalam lubang, siap untuk ditranslokasikan. Photo courtesy: Alain Compost

Namun agar rencana ini bisa berjalan, pihak yang memiliki otoritas harus menyetujui program konservasi ex-situ yang intensif ini. Namun, seperti Nardelli jelaskan, ini adalah masalah yang sangat sensitif di Indonesia. “Pemerintah Indonesia seolah enggan membuat langkah baru aksi spesies yang terancam punah ini, dialog harus dimulai agar terdapat saling kepercayaan.”

Nardelli menegaskan pandangannya tidak mewakili institusi IUCN atau Save the Rhino International. Para ahli konservasi harus menggunakan program kolaboratif dan pelestarian metode ex-situ yang solid untuk menjaga badak Sumatera dari kepunahan total.

“Hanya dengan menghentikan perusakan habitat, dan mencegah perburuan badak Sumatera akan terhindar dari kepunahan. Apakah pilihan tersebut masih mungkin? Sayangnya tidak.” Mungkin hal ini bisa menjadi perdebatan. Satu hal yang pasti bahwa badak sumatera harus diselamatkan dari kepunahan sekarang atau terlambat sama sekali.

Referensi:

Nardelli, Francesco. “The Last Chance for the Sumatran Rhinoceros?” Pachyderm 55 (2014): 43-53.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,