,

Penyelesaian HAM dan Pengusutan Kasus Perkebunan Sawit di Banggai Tak Ada Kemajuan

Momentum Hari Hak Asasi Manusia Sedunia yang diperingati setiap 10 Desember, diharapkan menjadi tonggak awal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam menyelesaikan kasus pelanggaran dan perlindungan hak asasi manusia (HAM).

Kabar bahwa aktivis perempuan Sulawesi Tengah, Eva Susanti Bande, yang mendapat grasi pembebasan dari Presiden RI, diharapkan akan berlanjut sampai pada pengusutan kasus pelanggaran perusahaan perkebunan sawit PT. Kurnia Luwuk Sejati (KLS). Terutama, terhadap ruang kelola rakyat di Kabupaten Banggai dan daerah ekspansi lainnya di Sulawesi Tengah (Sulteng).

Eva Bande, saat diwawancarai Mongabay, Kamis (11/12/2014) mengatakan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Kabupaten Banggai hampir tidak jalan sama sekali. “Banyak sekali laporan kami ajukan, malah yang terjadi sebaliknya anggota organisasi tani justru masuk penjara tanpa alasan yang jelas. Saya dan 23 petani yang terpenjara pun mengalami hal yang sama,” ungkap Eva.

Ibu tiga orang anak ini menjelaskan, persoalan yang terjadi adalah para pelanggar HAM yang sudah jelas pemilik modal tersebut kebal hukum. Karena sebelumnya, mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka sebelum ia ditangkap pertama kali pada tahun 2011.

“Pada kasus saya, terlihat jelas bahwa “aparatur negara” melanggar HAM. Mulai dari tingkat lokal yakni pemerintah desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga pusat. Bukankah negara yang bertanggung jawab menyelesaikan kasus pelanggaran HAM? Bagaimana fungsi ini bekerja kalau aparaturnya terlibat sebagai pelakunya?” tandas Eva Bande.

Eva menjelaskan, rakyat yang kehilangan kepercayaan terhadap negara, mengorganisir diri menyelesaikan kasus sendiri. Namun akibatnya, rakyat yang sudah terampas hak kelola sumber daya alamnya, justru ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Lebih repot lagi, untuk wilayah Kabupaten Banggai, pemilik modal adalah juga penguasa, karena sang wakil bupati merupakan menantu pemilik perusahaan PT. KLS.

“Hukum dengan demikian sulit bekerja di jalurnya, karena aparaturnya lebih takut pemodal dan penguasa dari pada Tuhan, kendati sudah jelas rakyat adalah pemegang kedaulatan,”tandasnya.

Eva mengatakan, yang terpenting baginya adalah rakyat harus terorganisir, mandiri dan kuat menghadapi benturan, karena mereka sendirilah yang paling mungkin menyelesaikan masalahnya sendiri.

“Saya berharap semoga rezim pemerintahan yang sekarang ini lebih baik, dan membersihkan struktur kuasa hukum dan pemerintahan yang buruk di Kabupaten Banggai.”

Massa pengunjuk rasa yang menuntut pembebasan Eva BAnde dan segera menangkap Murad Husain. Foto: Walhi Sulteng

Usut PT. KLS

“Kami memohon kepada Presiden RI agar pembebasan Eva Bande bukan akhir cerita dari kebijakan yang dikeluarkan. Kami memohon keadilan berupa pengusutan PT. KLS sebagai bagian dari perlindungan hak asasi manusia,” kata Syahrudin Douw, Direktur Jatam Sulteng.

Menurut Etal, panggilan akrab Syahrudin, sejak tahun 1997 hingga sekarang, pengusaha lokal bernama Murad Husain merupakan aktor utama proses kejahatan lingkungan yang terjadi di Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai, Sulteng.

“Pengusaha yang memiliki perusahaan PT. KLS ini cukup mendapatkan dukungan dari pejabat maupun aparatur penegak hukum di wilayah Sulteng,” ungkap Etal.

Etal menjelaskan, aktivitas perkebunan sawit yang dilakukannya dengan bendera PT. KLS ini, sejak beroperasi terus melakukan penggusuran lahan masyarakat adat Tau Taa Wana, juga menggusur kawasan hutan suaka marga satwa Bangkiriang yang mencapai 2.600 hektar. Selain itu, perusahaan ini telah mengalihfungsikan hutan tanaman industri (HTI) menjadi perkebunan sawit.

“Tidak tanggung-tanggung, negara membiayai dana reboisasi Rp. 11 miliar untuk pembangunan HTI. Karena HTI dialih fungsi, dana reboisasi tidak dikembalikan kepada negara hingga sekarang,” ujarnya.

Seperti diketahui, Eva Bande ditangkap Kamis, 15 Mei 2014, di Kecamatan Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Perempuan asli Luwuk, Kabupaten Banggai ini, ditangkap orang-orang dari tim Kejaksaan Negeri Luwuk bekerja sama dengan tim dari Kejaksaan Agung.

Eva Bande kemudian diinapkan semalam di Kejati Yogyakarta. Esok harinya, layaknya pesakitan teroris, ia dikawal hingga ke pesawat dan diterbangkan ke daerah asalnya Luwuk, Banggai. Eva merupakan aktivis perempuan pejuang agraria.

Ia memimpin sebuah organisasi rakyat yang memperjuangkan hak-hak petani untuk mendapatkan tanah yang dirampas oleh penguasa modal. Nama organisasi tersebut Front Rakyat Advokasi Sawit Sulawesi Tengah. Karena aktivitas inilah Eva Bande ditangkap. Ia dianggap melanggar hukum karena memimpin perjuangan petani melawan perusahaan sawit PT. KLS di Desa Piondo, Kecamatan Toili.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,