,

Hutan Aceh Rusak. Apa yang Harus Dilakukan?

Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan kerusakan hutan di daerahnya terus terjadi. Dalam satu tahun, kerusakan hutan di Aceh mencapai 23 ribu hektar. Apa yang akan dilakukan?

“Kita prihatin dengan kondisi hutan Aceh saat ini. Gundul di mana-mana. Bahkan, dalam satu tahun hutan Aceh yang rusak mencapai 23 ribu hektar,” kata Zaini, di sela kegiatan penanaman satu miliar pohon di Tahura Pocut  Meurah Intan, Kabupaten Aceh Besar, 6 Desember 2014 lalu.

Penyebabnya, karena kuatnya gempuran kapitalis yang mencari keuntungan dengan membabat hutan Aceh. “Moratorium logging yang dilaksanakan sejak 2007 belum cukup ampuh menahan kerusakan hutan Aceh,” katanya.

Menurut Zaini, penyumbang kerusakan hutan Aceh yang paling parah adalah perindustrian kayu dan alih fungsi hutan untuk areal perkebunan. “Kedua bidang tersebut, adalah yang paling besar sumbangan terhadap kerusakan hutan Aceh.”

Jadi, apa yang harus dilakukan?

“Yang dibutuhkan adalah aksi nyata. Hal ini penting dilakukan karena hutan Aceh merupakan andalan program perubahan iklim dunia, bahkan sebagai paru-paru dunia,” katanya.

Dikatakan Zaini, hutan sangat penting untuk kehidupan manusia, karena menjaga kebutuhan pangan, ketersedian air dan energi, serta tempat konservasi keanekaragaman hayati dan sumber kehidupan makhluk hidup.

“Saat ini, yang penting dilakukan adalah menanam kembali hutan yang rusak dengan melibatkan semua masyarakat,” tegasnya.

Kepala Dinas Kehutanan Aceh Husaini Syamaun menambahkan rusaknya hutan di Aceh juga disebabkan pertambangan, selain illegal logging, pembakaran hutan dan alih fungsi hutan untuk perkebunan. “Semua pihak harus berpikir bagaimana memperbaikinya.”

Husaini mengatakan pemerintah Aceh berkomitmen memperbaiki kerusakan hutan Aceh. “Kami terus melakukan kegiatan konservasi termasuk memperbaiki hutan yang rusak dan memasang tapal batas,” katanya.

Korupsi hutan

Luasan hutan di Aceh sekitar 3.562 juta hektar atau 62,75 persen dari luasan Aceh. Rinciannya, hutan konservasi 1.057.942 hektar, hutan lindung seluas 1.790.256 hektar dan hutan produksi 714.083 hektar.

Dari jumlah tersebut, hasil hitungan Walhi Aceh menunjukkan, masyarakat Aceh membutuhkan 1,3 juta meter kubik kayu per tahun. Namun, dari kebutuhan tersebut hanya sebagian kecil yang diperoleh secara sah. Sebagian besar kayu yang beredar di pasaran merupakan kayu yang berasal dari kegiatan illegal logging.

“Kayu-kayu tersebut dijual dengan bebas di sejumlah panglong kayu di Aceh, tanpa ada pemeriksaan dari aparat penegak hukum atau dari Dinas Kehutanan,”  kata M Nur, Direktur Walhi Aceh.

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai korupsi di sektor kehutanan mulai marak di Aceh. Baihaqi, Koordinator Bidang Anti Korupsi dan Monitoring Peradilan MaTA, mengatakan korupsi di kehutanan disinyalir terjadi di semua tahapan. Mulai dari pemberian izin usaha, pengawasan penebangan, pengangkutan, pengolahan, perdagangan antar pulau sampai dengan ekspor kayu dan hasil hutan lainnya.

Tidak heran, akibat korupsi tersebut, hutan Aceh dari tahun 2008-2010 menyusut. “Hanya dua tahun, hutan Aceh menyusut 20,01 persen. Angka ini ditambah kerusakan seluas 21.464,7 hektar periode 2011-2012,” katanya.

Pembalakan kayu yang terjadi di Tahura Pocut Meurah Intan. Bukti ini didapat saat polhut melakukan operasi illegal logging pertengahan Agustus 2014 lalu. Foto: Junaidi Hanafiah

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,