,

Cegah Kebakaran Hutan, Gubernur Sumsel akan Kunjungi Pulau Maspari

Upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut di wilayah pesisir timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, dengan kegiatan pemberdayaan ekonomi, rehabilitasi berbasis kelestarian hutan dan energi terbarukan, yang diusung REDD+ mendapat dukungan Gubernur Sumsel Alex Noerdin.

“Gubernur Sumsel Alex Noerdin sangat mendukung program tersebut. Sebab program tersebut sesuai dengan target Sumsel Hijau, yakni Sumsel terdepan dalam mensukseskan penyelamatan hutan dan lahan gambut di Indonesia, seperti yang dinyatakannya saat MoU dengan BP REDD+ di Palembang 20 Agustus 2014 lalu,” kata Najib Asmani dari REDD+ Sumsel, yang juga staf ahli lingkungan hidup Gubernur Sumsel, Minggu (14/12/2014).

Awalnya, Alex Noerdin akan melakukan kunjungan ke Pulau Maspari, yang dijadwalkan Kamis (18/12/2014). Dalam kunjungan ini, Alex Noerdin akan melihat kondisi pulau satu-satunya milik Sumatera Selatan seluas 25 hektar. Pulau ini pada 2007 lalu, sempat dibangun sejumlah fasilitas hatchery atau pembibitan udang windu. Namun, proyek ini terhenti.

“Rencananya, hatchery ini akan dikembangkan kembali di Pulau Maspari. Sebab, kebutuhan akan bibit udang sangat besar bagi para petambak udang di wilayah pesisir timur,” kata Asmani.

Selain sebagai lokasi hatchery, Pulau Maspari juga akan dijadikan lokasi konservasi penyu sisik. Sebab sebagian pantai di pulau tersebut menjadi habitat penyu sisik bertelur.

Lantaran kondisi mangrove dan hutan di Pulau Maspari telah mengalami kerusakan akibat perambahan, maka akan dilakukan juga penanaman seribu pohon nyamplung. Fungsi pohon ini sebagai rehabilitasi lahan yang rusak, juga buahnya dapat dijadikan sumber energi terbarukan yakni solar.

“Pohon nyamplung juga akan ditanam di hutan gambut yang rusak yang luasnya mencapai 21 ribu hektar. Ditargetkan dalam tujuh tahun ke depan, kebutuhan energi berupa solar bagi para nelayan di wilayah pesisir dapat dipenuhi sendiri, atau tidak lagi bergantung pada enegeri fosil,” kata Asmani.

Mengapa bibit udang dan pohon nyamplung? Dijelaskan Asmani, berdasarkan pengakuan masyarakat yang diduga melakukan aktivitas pembakaran lahan dan perambahan hutan, hal tersebut dilakukan karena hasil pertambakan udang windu dan ikan bandeng sangat minim. Guna menambah penghasilan mereka mencari pemasukan lain dengan merambah hutan.

Saat ditanya kenapa hasil dari tambak udang sangat rendah, ternyata disebabkan oleh pengadaan bibit dari luar. Harganya tinggi namun kualitasnya rendah. “Warga di Desa Simpang Tiga Makmur berjanji akan menghentikan aktivitas perambahan hutan, dan turut menjaga hutan, jika adanya bibit udang yang murah dan kualitasnya baik,” jelas Asmani.

Sementara penanaman pohon nyamplung sebagai upaya merehabilitasi hutan lindung pantai yang mengalami kerusakan. Selain itu, buah pohon nyamplung menjadi alternatif energi masyarakat pesisir timur Sumatera Selatan di masa depan. Sebab harga BBM, seperti dialami banyak nelayan lain di Indonesia, harganya cukup tinggi dan sulit didapat. “Penanaman pohon nyamplung ini pun akan menyerap tenaga kerja. Baik saat menanam maupun saat memanen buahnya nanti,” katanya.

Selain di wilayah pesisir timur Sumsel, Gubernur Sumsel Alex Noerdin juga mendukung sejumlah program pencegahan kebakaran hutan dan lahan REDD+ lainnya. “Di Sumsel ada 21 titik program yang berada di sejumlah kabupaten seperti OKI, Ogan Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin, Empat Lawang, Pagaralam, Muaraenim, dan Lahat,” katanya.

Pulau Maspari yang sebagian hutannya terbakar beberapa waktu lalu. Semntara, bangunan yang dibuat sebagai lokasi pembibitan udang tampak terbengkalai. Foto: Taufik Wijaya
Pulau Maspari yang sebagian hutannya terbakar beberapa waktu lalu. Sementara, bangunan yang dibuat sebagai lokasi pembibitan udang tampak terbengkalai. Foto: Taufik Wijaya

Bukan pencitraan

Nurhayat Arief Permana, pekerja seni dan pegiat lingkungan hidup di Palembang, menilai program yang akan diusung REDD+ itu diharapkan bukan sebatas pencitraan. “Kalau hanya sebatas membangun citra, justru akan menjadi bumerang bagi Sumatera Selatan. Sebab, selama ini Sumatera Selatan sudah dikenal sebagai daerah penyumbang kabut asap setiap tahun, khususnya dari Kabupaten OKI,” kata Arief.

Program ini harus benar-benar dijalankan dengan melibatkan masyarakat secara luas, dan memberikan dampak yang baik bagi masyarakat. “Jangan sukses di atas kertas atau hanya pestanya yang menonjol. Harus sukses karena masyarakat memang sejahtera dan menjaga lahan dan hutan,” katanya.

Semua pihak harus bekerja sama dan sungguh-sungguh, baik pemerintah, masyarakat, maupun pihak pendukung lainnya, seperti perguruan tinggi dan NGO. “Bukan sebatas proyek pencitraan,” tegasnya.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,