UGM : 60 Persen Penduduk Indonesia Tinggal Di Daerah Rawan Longsor

Sekitar 60 persen penduduk Indonesia hidup dan tinggal di daerah lereng dataran tinggi yang rawan terhadap risiko bencana tanah longsor. Dari persentase jumlah penduduk itu, mayoritas tinggal di daerah pedesaan yang memiliki tingkat pendidikan menengah ke bawah, kata Dosen Teknik Geologi, Universitas Gajah Mada, Dr. Wahyu Wilopo, S.T., M.Eng pada Senin (15/12/ 2014).

Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah harus segera meninjau ulang pengembangan sistem tata guna lahan yang dianggap belum tepat terutama untuk zona daerah-daerah rawan longsor dengan membangun sistem drainase yang baik.

“95 persen longsor terjadi karena drainasenya tidak baik yang dipicu curah hujan yang lebat,” kata Wahyu saat menyampaikan hasil laporan investigasi bencana tanah longsor di Banjarnegara, di Ruang Multimedia, Gedung Pusat UGM

Wahyu menerangkan identifikasi daerah rawan longsor dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai sumber data seperti sumber peta, citra satelit, data cuaca, dan data lokasi pemukiman penggunaan lahan untuk analisis yang terintegrasi.

Selain itu, Wahyu menegaskan upaya mitigasi struktural pada daerah prioritas rawan longsor dan upaya mitigasi nonstruktural seperti penguatan kelembagaan masyarakat, desa siaga, jalur evakuasi, dan sistem peringatan dini juga diperlukan. “Belum semua desa punya kelembagaan yang tanggap pada bencana,” katanya.

Untuk menghindari kejadian serupa terjadi di daerah yang potensi longsor, Wahyu menyebutkan ada beberapa tanda-tanda bahwa lahan atau lereng yang berisiko segera terjadi longsor dengan mengamati munculnya keretakan tanah, adanya amblesan, dan munculnya mata air keruh secara tiba-tiba.

“Tanda lainnya terdapat dinding struktur rumah yang retak dan posisi pohon yang tampak miring,” tambah Wahyu.

Hasil Investigasi Tim Geologi UGM

Berdasarkan hasil investigasi tim geologi yang dilaksanakan pada Sabtu dan Minggu, (13-14/12/2014), Wahyu menerangkan daerah kecamatan Karangkobar merupakan daerah yang rawan bencana longsor. Menurutnya ketinggian lereng di sekitar lokasi bencana mencapai 100 meter dengan daya jangkau longsoran mencapai jarak 500 meter.

Mengacu pada sumber peta geologi, daerah ini merupakan daerah sangat curam, miliki lapisan tanah yang tebal yang dipengaruhi oleh proses alterasi, pelapukan yang berasal dari dalam bumi. Struktur geologi yang kompleks dengan ditemukan banyak jalur patahan. Kendati demikian, pemicu terjadinya longsor diakui disebabkan penggunaan lahan yang  kurang aman.

peta kerentanan gerakan tanah di Banjarnegara. Sumber : Dinas ESDM Jateng
peta kerentanan gerakan tanah di Banjarnegara. Sumber : Dinas ESDM Jateng

Peneliti dan pembuat alat sistem peringatan dini bencana longsor Ir. Teuku Faisal Fathani M.T., Ph.D menuturkan, beberapa kecamatan di sekitar Banjarnegara merupakan kawasan yang pernah dipasang alat deteksi longsor buatan UGM pada 2007. Ia dan tim UGM bekerja sama dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal meneliti kerentanan longsor di Banjarnegara. Kecamatan Karangkobar masuk peringkat pertama daerah berisiko tinggi. Sayangnya alat tersebut batal dipasang di Karangkobar.

”Waktu itu kami siap pasang alat deteksi dini longsor di sana, tetapi ada persoalan sosial sehingga gagal terwujud. Andai saja alat itu jadi dipasang di sana, mungkin lain cerita,” kata Faisal.

Ia menambahkan, akhirnya alat tersebut  dipasang di Pagentan. Alat yang di pasang memberi peringatan dini lewat bunyi sirine berbunyi 4 jam sebelum kejadian sehingga tidak ada korban. Alat peringatan dini longsor buatan UGM ini, sekarang sudah dipasang di 12 provinsi di Indonesia. Bahkan telah dipakai di beberapa negara seperti Myanmar, Kroasia, dan Vietnam.

“Pemerintah perlu menerapkan teknologi sistem peringatan dini deteksi bencana longsor untuk menghindari kejadian serupa terulang setiap tahun. Bagaimanapun, alat deteksi dini hanyalah salah satu komponen dari upaya mitigasi, namun penguatan kelembagaan, mitigasi struktural dan sosial jauh lebih penting,” kata Faisal.

Korban 64 Tewas, Pengungsi 1.146 Jiwa

Upaya pencarian korban longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, pada Selasa, (16/12/2014) terpaksa dihentikan sementara lebih awal karena hujan lebat turun sejak pukul 13.00 WIB. Hal ini dikarenakan kondisi tanah berlumpur dan membahayakan tim gabungan.

Aktivitas Tim SAR melakukan evakuasi korban longsor di Banjarnegara. Foto : Dok BASARNAS

Aktivitas Tim SAR melakukan evakuasi korban longsor di Banjarnegara. Foto : Dok BASARNAS

Hingga pukul 17.15, korban yang berhasil ditemukan adalah 64 orang tewas, 41 laki-laki dan 23 perempuan. Korban yang masih dalam pencarian 44 orang.

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB mengatakan, hari ini tim gabungan berhasil menemukan 8 jenazah dan satu potongan kaki perempuan. Adapun korban berhasil ditemukan yakni Kalimah (Perempuan, 47 tahun), Giarti binti Partono (Perempuan, 27 tahun), Fatih bin Agus (Laki-laki, 2,5 tahun), Supiah binti Tursino (Perempuan, 22 tahun), Supono bin Marmo (Laki-laki, 27 tahun), Cindy Ariani Ayu Sukma (Perempuan, 12 tahun), dan  Mrs. X (Perempuan).

“Hingga saat ini dari 64 korban ada 6 korban yang belum dapat diindentifikasi,” kata Sutopo.

Ia menambahkan, dilihat dari identitas alamat korban tewas, dari 64 korban yang berhasil ditemukan 45 korban berasal dari Kecamatan Karangkobar, 13 korban dari luar Kecamatan  Karangkobar, dan 6 korban belum dapat diidentifikasi. Korban dari luar Kecamatan Karangkobar berasal dari Kecamatan Pejawaran, Banjarmangu, Wanayasa, Cirebon, Bawang, Susukan Cirebon, dan Purwodadi.

“Jumlah pengungsi saat ini ada 1.146 jiwa tersebar di 10 lokasi. Terjadi penurunan jumlah pengungsi dari hari sebelumnya yaitu 1.886 jiwa. Pengungsi yang kembali ke rumahnya berasal dari desa sekitar lokasi kejadian yang pada saat terjadi longsor mereka panik dan ikut mengungsi,” kata Sutopo.

Terkait dengan kebutuhan dasar pengungsi saat ini masih tercukupi. Kebutuhan mendesak adalah permakanan, pakaian, pakaian anak, susu anak-anak, selimut, obat-obatan, sanitasi, dan sanitasi. Kerugian dan kerusakan akibat longsor masih dihitung dan rencana relokasi masih disiapkan.

“Sedang dicarikan lahan yang aman dan lokasinya tidak jauh dari desa asal. Curah hujan diperkirakan akan meningkat hingga Januari nanti. Masyarakat dihimbau untuk selalu waspada,”  kata Sutopo.

Sementara itu, Kepala Kantor SAR Semarang Agus Haryono mengatakan, proses pencarian terus dilaksanakan dengan membagi wilayah pencarian menjadi dua sektor, yaitu sektor atas dan sektor bawah. Pencarian dilakukan oleh Tim SAR gabungan yang berjumlah mencapai lebih dari 1.000 orang. Selain dilakukan dengan menggunakan peralatan manual, proses pencarian juga dibantu dengan sekitar 13 alat berat dan peralatan ekstrikasi. Peralatan berat digunakan untuk mengeruk matrial longsor sedangkan ekstrikasi digunakan untuk memotong besi cor dan benda keras lainnya.

Proses pencarian sempat terhambat oleh cuaca. “Langit mendung gelap dan turun hujan. Jadi terpaksa pencarian kami hentikan sementara,” kata Agus.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,