,

Pemerintah Diminta Serius Selidiki Kematian Orangutan dengan 40 Butir Peluru di Nyaru Menteng

Masih ingat peristiwa tragis menimpa orangutan yang di tubuhnya ditemukan 40 butir peluru di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah? Malang, meski usaha penyelamatan maksimal telah dilakukan namun nyawa orangutan betina dewasa ini tidak terselamatkan.

Sebuah petisi di Change.org bertajuk “Demand Justice for Orangutan shot 40 Times and Action against Makin Group” yang diprakarsai Palm Oil Consumer Action, meminta Pemerintah Indonesia segera melakukan investigasi terhadap perusahaan Makin Grup, tempat kejadian mengenaskan tersebut berlangsung. Penyelidikan diharapkan dilakukan sungguh-sungguh yang dibarengi proses penegakan hukum.

Petisi ini ditujukan langsung kepada Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, dan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

Dalam petisi tersebut, Menteri Siti Nurbaya, diminta dengan hormat untuk menyelidiki kasus pembunuhan orangutan yang terjadi pada 4 Desember 2014 itu dan selanjutnya mengambil tindakan hukum yang sesuai kepada perusahaan Makin Grup atas kejadian tersebut. Karena, matinya orangutan di wilayah perkebunan ini sudah terjadi berulang kali. Pemerintah juga diharapkan berkomitmen penuh melaksanakan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Paulina Laurensia Ela, Spesialis Komunikasi Borneo Orangutan Survival Foundation (Yayasan BOS), mengapresiasi adanya petisi tersebut. “Kami berharap, gerakan ini dapat mendorong pemerintah, terlebih BKSDA Kalimantan Tengah yang tengah melakukan penyelidikan untuk menyelesaikan kasus tersebut dengan tuntas, transparan, dan melanjutkannya ke proses hukum.”

Menurut Paulina, banyak cara yang dapat dilakukan untuk hidup berdampingan dengan orangutan tanpa harus membunuhnya. “Sejauh ini, berdasarkan catatan yang ada, baru tiga kasus yang dijerat ke proses hukum. Diharapkan, dengan tertangkapnya pelaku kasus ini, akan memberikan efek jera,” ujarnya.

Berdasarkan data Borneo Orangutan Survival Foundation (Yayasan BOS), jumlah keseluruhan orangutan yang telah diselamatkan dari areal Makin Group sekitar 166 individu dengan 19 individu dalam keadaan mati, termasuk orangutan malang yang dipetisikan ini. Dari jumlah tersebut sebanyak 100 individu sudah ditranslokasi ke hutan-hutan sekitar yang relatif aman dan 47 individu masih dalam perawatan di Nyaru Menteng.

Makin Grup juga dianggap memiliki catatan buruk terhadap penghancuran habitat orangutan, mengubah hutan menjadi perkebunan sawit, yang berujung kematian.  Berdasarkan catatan Center for Orangutan Protection (COP) dari Maret 2003 hingga Juni 2006, setidaknya ada 221 individu orangutan di Kotawaringin Timur dan Katingan, Kalimantan Tengah yang telah diselamatkan oleh tim dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah dan Yayasan Bos. Kesemua orangutan tersebut merupakan korban langsung dari keberadaan perusahaan sawit Makin Grup.

Daniek Hendarto, Juru Kampanye COP, menuturkan penuntasan kasus kematian orangutan di perkebunan kelapa sawit masih jauh dari harapan. Menurutnya, upaya penegakan hukum yang ada belum maksimal, ini terlihat dari kasus kematian orangutan tahun 2011 lalu yang pelakunya hanya divonis delapan hingga sepuluh bulan penjara. “Harusnya, ada upaya maksimal lima tahun penjara bila berlandaskan UU No 5 Tahun 1990.”

Daniek berharap, kasus-kasus kekerasan terhadap orangutan yang berujung pada kematian tidak berulang lagi. “Untuk itu, ada baiknya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk tim guna mencari bukti akurat yang dapat digunakan untuk menjerat perusahaan,” ujarnya.

Operasi medis yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa orangutan betina malang tersebut. Sayang, nyawanya tidak tertolong. Foto: BOS Nyaru Menteng

Dilindungi

Jamartin Sihite, CEO Yayasan BOS menyatakan bahwa orangutan merupakan satwa dilindungi. Menurut Jamartin, upaya pelestariannya juga telah disusun dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 saat Konferensi Perubahan Iklim di Bali, Desember 2007. Poin penting yang perlu dicatat adalah paling lambat, tahun 2015, semua orangutan di pusat rehabilitasi sudah dikembalikan ke habitatnya. “Kita mengapresiasi target tersebut dan berharap dapat terlaksana. Namun, yang harus dipikirkan adalah bagaimana keselamatan orangutan saat berada di alam liar nanti?,” tuturnya.

Terhadap keberadaan orangutan, Jamartin menjelaskan bahwa orangutan memiliki peran penting meregenerasi hutan dengan menebarkan biji. Dengan menyelamatkan spesies kharismatik ini berarti akan menyelamatkan pula seluruh spesies satwa serta alam liar. Pada akhirnya, kondisi hutan yang baik akan memberikan manfaat besar bagi manusia karena hutan memberikan udara yang segar, air yang bersih, mencegah banjir, longsor, dan memberikan layanan ekologi. “Dan jangan lupakan, 97,8 persen DNA orangutan itu sama dengan DNA manusia,” tegasnya.

Hingga kini, dukungan terhadap petisi online terus berdatangan. Sejak diluncurkan 8 Desember 2014, sampai tulisan ini diturunkan, sebanyak 7.227 orang telah membubuhkan tanda tangan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,