, , ,

Inilah Daftar Penemuan Spesies Penting di Tahun 2014

Ibarat menyibak rahasia alam semesta, maka setiap tahunnya para ilmuwan menemukan berbagai spesies yang selama ini belum terungkap. Pada tahun 2014 ini para ilmuwan mencatat berbagai penemuan penting, termasuk temuan tahun sebelumnya yang baru dideskripsikan dan diterbitkan pada tahun 2014.

Beberapa spesies baru yang dideskripsikan pada 12 bulan terakhir ini, diantaranya termasuk “spesies yang samar”, -terkait dengan spesies lain tetapi berbeda dengan spesies yang kelihatannya sama tetapi baru tampak berbeda degnan studi analisis gen. Namun beberapa diantara temuan ini adalah benar-benar temuan “baru”. Artikel ini dikumpulkan dari berbagai spesies yang dicatat oleh Mongabay.com pada tahun 2014.

Ular Trimeresurus gunaleni dewasa yang ditemukan di Sumatera. Foto: G. Vogel.

Ular Berbisa Asal Sumatera (penulis: Moreno)

Ditulis di Amphibian & Reptile Conservation (amphibian-reptile-conservation.org), Gernot Vogel, Patrick David, dan Irvan Sidik menggambarkan jenis ular berbisa baru di hutan pegunungan di Sumatera. Ular tersebut, yang dinamai Trimeresurus gunaleni, diidentifikasi oleh para peneliti saat mereka mempelajari sekelompok Trimeresurus sumatranus, yang pertama kali dideskripsikan oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1822.

“Ini adalah temuan yang mengejutkan,” kata Dr Vogel kepada mongabay.com, “karena [spesies baru ini] adalah ular berbisa yang besar, berwarna-warni dan sangat berbeda.”

Pada saat hutan hujan Sumatera menghilang dengan cepat, keberadaan Trimeresurus gunaleni tidak begitu terancam karena habitatnya yang sangat terpencil.

Tokek jari-bengkok Sai Yok (Cyrtodactylus Saiyok). Foto: N. Panitvong.

Tokek Jari Bengkok Bergelang Abu dari Thailand (penulis: Parkman)

Sebuah tim peneliti di Thailand barat telah berhasil menemukan spesies tokek baru di Provinsi Kanchanaburi, sebuah wilayah yang terkenal karena banyaknya spesies yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Sebuah publikasi terbaru di jurnal Zootaxa menjelaskan bahwa tokek jari-bengkok Sai Yok (Cyrtodactylus Saiyok), kemungkinan spesies reptil keenam yang endemik di kawasan tersebut.

“Tidak ada kawasan lain dari Thailand dimana enam spesies endemik reptil dapat ditemukan” Dr Oliver SG Pauwels menjelaskannya kepada Mongabay.com.

Wilayah tempat spesies ini pertama kali diidentifikasi terdiri dari bukit kapur yang ditutupi hutan hijau yang kering dan hutan bambu. Tokek ini dinamai sesuai dengan lokasi tempat dia temukan, di pohon kecil, tunggul, dan tumbuhan dalam keluarga Araceae, termasuk pepohonan Rhododendron didalamnya. Tokek ini  berwarna abu-abu kecoklatan, dengan pigmen kebiruan pada sekitar mata dan pita warna gelap yang mengelilingi ekor dan tubuhnya.  Tubuhnya tidak terlalu besar, hanya sepanjang sekitar 6 cm. Satu hal yang membedakannya dari spesies Cyrtodactylus lain adalah adanya sisik besar di pahanya.

Burung tapaculo bahian yang warna bulunya seperti tikus (Scytalopus gonzagai). Foto: Ciro Albano.

Burung Tapaculo Berbulu Tikus dari Brazil (penulis: Gaworecki)

Sebuah spesies burung baru berhasil dideskripsikan di Mata Atlantica, Brasil, dan langsung diklasifikasikan sebagai spesies yang terancam punah (endangered). Burung ini berbeda dari burung dengan warna sejenis yang telah dideskripsikan sebelumnya di dalam makalah yang diterbitkan dalam The Auk. Spesies ini memiliki warna bulu yang mirip dengan warna bulu tikus.

Scylatopus adalah genus burung berkicau dalam keluarga Rhinocryptidae yang ditemukan terutama di daerah pegunungan di seluruh Amerika Selatan dan Tengah, dari Tierra del Fuego di selatan Argentina hingga ke Kosta Rika.

Spesimen holotype, yang oleh para ilmuwan digunakan sebagai dasar untuk mendeskripsikan spesies baru katak beracun Andinobates geminisae. Foto: Cesar Jaramillo, STRI.

Katak Beracun Asal Dataran Tinggi Panama (penulis: Stewart)

Penemuan ini adalah penemuan yang mengejutkan di lokasi yang tidak wajar. Di bawah tumpukan serasah daun sedalam 4 inchi di dalam lebatnya hutan hujan. Katak ini ditemukaan saat para peneliti, Marcos Ponce dan Abel Batista bekerjasama dengan Universidad Autonoma de Chiriquí sedang menginventarisasi spesies yang terancam punah di Isthmian-Atlantik di hutan lembab Panama. Awalnya mereka tidak menyangka, bahwa mereka akan menemukan spesies yang mengejutkan: spesies baru katak beracun.

Karena warnanya yang mencolok dan juga karena toksisitasnya, katak beracun adalah amfibi yang paling terkenal. Kebanyakan katak jenis ini hidup di area yang datar, lembab, daerah dataran rendah dan seringkali ditemukan di bawah batu atau kayu. Jadi ketika Ponce dan Batista menemukan spesimen pertama katak beracun Gemini (Andinobates geminisae) di dataran tinggi, hal ini tentu adalah penemuan mengejutkan.

“Abel Batista dan Marcos Ponce adalah orang pertama yang mencatat keberadaan spesies ini,” kata Cesar Jaramillo, herpetologis dari  Smithsonian Tropical Research Institute (STRI). “Mereka sudah tahu bahwa spesies tersebut ada di sana sejak beberapa tahun lalu. Namun, mereka tidak yakin apakah itu hanya variasi lain dari katak beracun Oophaga pumilio yang variasi warnanya memang banyak. Namun berdasarkan karakteristik morfologi dewasa dan kecebong, saya pikir kemungkinan ini adalah spesies baru Andinobates geminisae.”

Sejauh ini spesies baru tersebut hanya ditemukan di lembah Río Belén di daerah hutan yang belum tersentuh. Semua katak jenis ini terlihat pada lereng bukit kecil yang menunjukkan bahwa spesies ini lebih menyukai dataran tinggi yang kering, sangat berbeda dengan spesies-spesies serupa.

Tokek Paroedura hordiesi dari Madagascar. Foto: Jörn Köhler.

Tokek Batuan Kapur Asal Madagascar (penulis: Butler)

Pada bulan November 2014, peneliti mendeskripsikan spesies tokek dari Madagascar yang belum terdokumentasikan sebelumnya. Karena jangkauannya yang terbatas – deretan batu kapur di bagian utara negara tersebut – dan ancaman terhadap habitatnya, penulis menyarankan agar spesies bernama Paroedura hordiesi ini segera diklasifikasikan sebagai Critically Endangered di dalam daftar  IUCN Red List.

Spesies ini sendiri telah dideskrisikan  dalam jurnal Zoosystematics and Evolution yang bisa diakses secara terbuka.

Siput baru yang dinamai dari kisah perjuangan untuk legalisasi pernikahan sesama jenis: Aegista diversifamilia. Foto: Chih-Wei Huang.

Siput Sang Simbol Persamaan Orientasi Seksual (penulis: Hance)

Para ilmuwan menamai spesies-spesies baru yang ditemukan dengan nama selebriti, karakter fiksi, dan bahkan perusahaan yang mengancam keberadaan spesies, namun mungkin siput ini adalah yang pertama diberi nama dari gerakan perjuangan terus-menerus untuk melegalkan perkawinan antar sesama jenis. Para ilmuwan memberi nama siput tanah baru di Taiwan tersebut dengan nama Aegista diversifamilia, yang berarti “keluarga manusia yang beragam”.

“Saat kami mempersiapkan naskah tersebut, itu adalah periode saat di Taiwan dan banyak negara lain sedang berjuang untuk pengakuan hak-hak pernikahan sesama jenis. Hal itu lalu mengingatkan kami bahwa siput tanah pulmonata adalah hewan hermafrodit, yang berarti mereka memiliki organ reproduksi laki-laki dan perempuan pada tiap individunya,” jelas co-writer Yen-Chang Lee. “Mereka mewakili keragaman orientasi seks dalam kerajaan hewan. Kami memutuskan bahwa mungkin ini adalah kesempatan yang baik untuk menamai siput tersebut sebagai pengingat akan perjuangan untuk pengakuan hak-hak pernikahan sesama jenis.”

Siput ini terpecah dari siput tanah lain yang dideskripsikan pada tahun 1884: Aegista subchinensis. Selama lebih dari satu abad, para ilmuwan berpikir spesies ini bisa ditemukan di seluruh Taiwan, namun pada tahun 2003 Lee melihat bahwa siput Aegista subchinensis di bagian timur memiliki cangkang yang lebih besar dan datar.

Adapun tentang pernikahan sesama jenis saat ini dianggap hal yang tidak legal di Taiwan, dimana undang-undang usulan untuk melegalkan pernikahan sesama jenis telah terhenti di DPR sejak Oktober 2013. Sebuah unjuk rasa baru-baru ini mendukung legalisasi pernikahan sesama jenis di negara ini menarik ribuan orang untuk bergabung.

Monyet saki di Kolombia (Pithecia monachus). Sebuah tinjauan baru mengungkapkan lima spesies baru dalam kelompok primata yang masih sangat misterius ini. Foto: Rhett A. Butler.

Lima Spesies Baru Monyet Saki dari Amazon (penulis: Hance)

Monyet saki mudah dikenali dengan ramput jambulnya seperti ramput palsu murahan, suka berakrobat di antara dahan-dahan pohon, dan yang amat jarang diketahui yaitu peranannya yang sangat penting sebagai penyebar benih buah-buahan di hutan Amazon yang luas karena memang makanan utama monyet ini adalah buah-buahan. Baru-baru ini, para peneliti berhasil mengungkap keragaman monyet saki, dan berhasil menemukan lima spesies baru.

Laura Marsh, direktur dan salah satu pendiri lobal Conservation Institute, menghabiskan sepuluh tahun untuk mempelajari keluarga monyet saki ini. “Semakin saya melihat, semakin saya menyadari bahwa para ilmuwan telah kebingungan dalam mengevaluasi keragaman monyet saki selama lebih dari dua abad terakhir.”

Selama abad ke-18 dan ke-19, para ilmuwan menemukan 7 spesies monyet saki;  empat lagi ditemukan pada abad ke-20, sehingga totalnya ada 11 spesies. Namun hasil studi Marsh, yang terdiri dari 160 halaman, mengusulkan penambahan keragaman keluarga monyet saki menjadi 16 spesies.

Laba-laba Aposphragisma goblin brunomanseri. Foto: Natural History Museum of Berne

Sang Laba-Laba Bernama Aktivis Lingkungan (penulis: Butler)

Peneliti Swiss telah membubuhkan nama seorang aktivis masyarakat adat yang hilang dengan memberi nama spesies laba-laba yang belum terdeskripsikan sebelumnya dengan menggunakan namanya. Bruno Manser, seorang aktivis lingkungan yang melakukan rangkaian tindakan advokasi untuk perlindungan hutan hujan tempat kehidupan masyarakat adat Penan yang nomadik, dinyatakan hilang pada tahun 2000, setelah dia berkonflik selama bertahun-tahun dengan pihak berwenang di negara bagian Sarawak, Malaysia.

Untuk mendedikasikan perjuangan Bruno Manser, laba-laba baru ini pun dinamai Aposphragisma brunomanseri.

Berbagai gambar cangkang spesies siput baru yang dinamai dengan nama Lafarge. Foto milik: Vermeulen et al.

Siput Endemik yang Bernama Perusahaan Semen

Para ilmuwan telah menemukan spesies siput baru di sebuah bukit kapur dekat sebuah tambang semen di Malaysia dengan ukuran cangkang hanya sekitar 1/10 inchi. Siput ini diyakini para ilmuwan tak ditemukan di tempat lain di dunia.

“Spesies endemik di area yang sempit umumnya berada di bukit-bukit kapur,” Jaap Vermeulen, penulis studi ini, mengatakan pada mongabay.com. “Seorang ahli biologi yang baik dapat dengan mudah menemukan beberapa spesies invertebrata endemik pada bukit yang terisolasi yang belum terjamah.”

Meskipun hanya digali, siput sangat kecil ini sudah langsung terancam punah. Ia hidup di Kanthan, sebuah perbukitan kapur di area konsesi perusahaan pertambangan Lafarge, dimana produsen semen menambang bukit untuk digunakan sebagai bahan baku semen. Siput ini akan dimasukkan dalam daftar “sangat terancam punah” di IUCN Red List untuk Endangered Species mendatang. Para ilmuwan yang menemukan hewan tersebut menamainya Charopa lafargei, yang diambil dari nama perusahaan semen yang akan memutuskan nasibnya.

“Inilah satu-satunya spesies terancam punah yang diberi nama dari perusahaan yang akan menentukan nasibnya, apakah dia akan punah selamanya atau bertahan,” jelas Tony Whitten dari Fauna & Flora International, salah seorang tim ilmuwan yang menemukan spesies ini.

Katak kerangka ankarafa (Boophis ankarafensis). Foto: Gonçalo M. Rosa.

Katak Kerangka Transparan asal Madagascar

Katak kerangka ankarafa (Boophis ankarafensis) merupakan endemik lokal yang dinyatakan hanya ditemui di satu petak hutan yang berada di semenanjung barat laut di Madagascar.

Meskipun status hutan tersebut terlindungi, namun kehidupan katak ini tetap sangat terancam. “Semua individu katak hanya terdeteksi di tepi dua aliran sungai kecil di Hutan Ankarafa,” jelas para peneliti yang menuliskan penemuan ini di koran setempat.

Bunglon kerdil gunung mabu (Rhampholeon maspictus) adalah spesies yang relatif besar, panjangnya antara 7-8 cm. Namanya berasal dari bahasa Latin “painted man” (orang yang dicat), yang menggambarkan warna hijau, biru, dan kuning yang mencolok. Foto kredit: William R. Cabang, caption milik: Fauna & Flora International.

Bunglon “Google Earth” asal Mozambik (penulis: Butler)

Penemuan bunglon ini merupakan salah satu penemuan unik, setelah gambar dari Google Earth yang menggambarkan sebidang hutan di Mozambik Afrika, telah mendorong Julian Bayliss seorang konsultan di Fauna & Flora International, untuk memulai sebuah ekspedisi ilmiah ke area tersebut.

Bunglon kerdil gunung mabu (Rhampholeon maspictus) merupakan salah satu bunglon kerdil dari empat spesies bunglon kerdil Rhampholeon yang belum diketahui, yang ditemukan di “sky islands,” sebuah kawasan yang terpencil di Mozambik.

Hewan ini dideskripsikan bersama dengan tiga spesies lain – bunglon kerdil chiperone (Rhampholeon nebulauctor), Bunglon kerdil gunung namuli (Rhampholeon tilburyi), dan bunglon kerdil gunung inago (Rhampholeon bruessoworum), dalam edisi terbaru jurnal Zootaxa. Spesies-spesies tersebut dibedakan dengan menggunakan analisis DNA.

Gunung Chiperone, Gunung Inago, Gunung Mabu dan Gunung Namuli merupakan bagian dari kepulauan Afromontana, rangkaian gunung dan pegunungan terpencil yang membentang dari dari Ethiopia hingga ke Afrika Selatan.

Kepala Sphaeromimus vatovavy betina, salah satu spesies baru yang ditemukan. Foto milik: Wesener et al., 2014.

Spesies Kaki Seribu Malagasi yang Terancam Digusur Pertambangan Titanium

Sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat dan Jerman baru-baru ini menemukan dan mendeskripsikan tujuh spesies baru kaki seribu raksasa Malagasi Raksasa. Semuanya,  kecuali satu dari spesies ini, dianggap “microendemics,” karena mereka hanya ditemukan di sebidang area yang sempit di hutan terisolir. Studi ini dipublikasikan dalam ZooKeys awal tahun ini.

Meskipun kaki seribu Sphaeromimus ini hanya ditemukan di area yang kecil di ujung selatan Madagascar, habitat dan genetik mereka sangat bervariasi.

“Kaki seribu Sphaeromimus [S. splendidus dan S. saintelucei] yang kami dapatkan di hutan hujan pesisir di Sainte Luce adalah dua spesies yang berbeda, yang secara genetik bahkan tidak terkait erat,” jelas Thomas Wesener dari Museum Riset Alexander Koenig di Jerman. “Kedua zona konservasi itu  hanya terpisah beberapa ratus meter, tetapi tampaknya memiliki jenis tanah yang berbeda.”

Namun, pertambangan titanium mengancam habitat kecil yang tersedia untuk hewan kaki seribu ini.

Spesies katak baru, Hylarana centropeninsularis. Foto: Chan et al.

Katak Warna-Warni dari Semenanjung Malaya (penulis: Barrett)

Para ilmuwan menyatakan telah mengidentifikasi spesies baru katak dari Semenanjung Malaysia. Spesies baru bernama Hylarana centropeninsularis ditemukan di sebuah rawa gambut, dan berdasarkan analisis genetik menunjukkan bahwa satwa ini berbeda dari satwa sejenisnya.

Setelah menerbitkan penemuan dalam jurnal online Herpetologica, Kin Chan Onn, seorang kandidat doktor di University of Kansas, menyebutkan kepada mongabay.com bahwa spesies katak tersebut sebenarnya pertama kali ditemukan 10 tahun yang lalu.

“Seorang mahasiswa di National University of Malaysia mendapatkanya di lubang perangkap, dan setelah menggali melalui catatan sejarah dan catatan ilmiah, kami menyimpulkan bahwa katak ini bukanlah spesies baru,” jelas Chan.

Tulisan ini berlanjut ke tautan ini

Artikel yang diterbitkan oleh
,