, ,

Merawat Seni Nandong dari Simeulue

Smong dumek-dumek mo” (tsunami itu air mandimu)

Linon uwak-uwak mo” (Gempa ayunanmu)

Elaik Keudang-keudang mo” (Petir kendang-kendangmu)

Kilek suluh-suluh mo” (Halilintar lampu-lampumu)

Itulah bait syair kisah smong atau tsunami ini, dilantunkan Suharman, atau biasa disapa Juman (46), seniman nandong dari Pulau Simeulue, Aceh. Menggunakan biola, dengan mata tertutup rapat dan penuh penghayatan, seni bertutur dilantunkan bak pantun nan indah.

Juman bercerita, kisah smong yang berarti gulungan ombak besar yang dahsyat pada 1907  terus terkenang.  Dengan bahasa tutur dan seni nandong ini, juga disampaikan nasehat dan antisipasi, jika smong kembali datang. Masyarakat Simeulue paham betul langkah pertama harus dilakukan jika gempa kuat datang, disusul air laut surut dan ikan-ikan bergelimpangan ke daratan.

“Apalagi ketika terdengar suara gemericik seperti daun kering terbakar dari laut, itu menunjukkan akan datang ombak besar, dikenal dengan smong.  Nah, dalam seni nandong juga disampaikan langkah agar tidak ke tepi laut megambil ikan, dan harus segera menyelamatkan diri,” katanya.

Melalui nandong itu, masyarakat menjadi paham dan ingat, ketika smong datang pada 2004, korban jiwa sebanyak enam orang. Selebihnya, selamat karena lari ke gunung. “Itu nasehat leluhur yang kami lantunkan melalui nandong,” kata Juman, yang sejak 2004, bersama seniman lain makin mengenalkan kesenian nandong ini.

Senandung nandong mereka lantunkan baik ketika ada pesta adat dan budaya, pesta perkawinan, bahkan kala wisatawan datang ke Simeulue. Kesenian ini berisi tutur, nasehat, dan bercerita kisah kehidupan saat peristiwa smong baik 1907 dan 2004.

Dahulu kala, Pulau Simeulue, terkenal dengan cengkih yang sangat berkualitas bahkan sampai ekspor ke mancanegara. Kala tengah memanen atau menjaga kebun, para orangtua, bersenandung nandong dari atas pohon.

Sanak keluarga yang menunggu di bawah, mendengarkan penuh seksama. Nandong juga disampaikan bersahut-sahutan, antara satu pemilik kebun lain, yang berjarak lumayan jauh. Hingga senandung diucapkan dengan suara kuat. Kisah itu, terus disampaikan dari generasi ke generasi.

Budaya tutur melalui seni dan budaya nandong baik pada  pernikahan dan pesta adat. Foto:  Ayat S Karokaro
Budaya tutur melalui seni dan budaya nandong baik pada pernikahan dan pesta adat. Foto: Ayat S Karokaro

Nandong juga dibawakan kala masyarakat Simeulue pergi melaut mencari ikan. Di tengah laut, mereka bersenandung dan saling bersahutan satu sama lain. Di pesta pernikahan atau pesta adat, para pemain yang berjumlah tiga hingga 10 orang, syair hingga semalam suntuk.

“Pada pesta perkawinan atau pesta adat, kami bersyair soal kehidupan, berpesan dan bercerita bagaimana para leluhur saling mencintai, saling menghormati antara yang muda dengan tua, saling berbagi, saling tolong menolong, dan bersyair tentang kerinduan orang tua terhadap anak di perantauan.”

Budaya ini, katanya, terus dijaga dan lestarikan melalui nandong leluhur masyarakat Simeulue.

Lantas, bagaimana keariban lokal saling menjaga alam dan lingkungan? Ternyata bukan hanya kisah smong 1907 dan 2004 yang disenandungkan. Soal menjaga kelestarian alam, menjaga lingkungan, dan nasehat menanam pohon menjaga keseimbangan antara laut dan daratan, juga jadi tema nandong ini.

Juman mengatakan, para leluhur dahulu sudah memahami betapa penting bersahabat dengan alam, menjaga lingkungan, dan tidak menebang pohon di pantai.

Pulau Simeulue di kelilingi laut. Ombak tinggi, dan angin kencang, menjadikan masyarakat turun temurun, menjaga dan bersahabat dengan alam. Jika menebang pohon di sepanjang pesisir pantai Simeulue, sama dengan bunuh diri. “Pesan leluhur dahulu, tanamlah pohon di pinggir pantai, jika smong atau ombak besar datang, bisa dihalang dan penduduk bisa cepat menyelamatkan diri.”

Jadi, katanya, kala menebang pohon di pinggir pantai, akan mempercepat ombak masuk ke desa tanpa ada penahan. “Kami sadar betul. Melalui nandong, pesan itu terus kami sampaikan.”

Bagaimana melestarikan nandong? Menurut Juman, bersama sejumlah seniman nandong di Simeulue, sampai saat ini membuka peluang bagi anak-anak belajar seni nandong ini. Latihan sudah mereka berikan kepada anak-anak, selama dua tahun terakhir, tanpa bayaran. Mereka ingin, nandong tetap ada. Budaya tutur dan kearipan lokal Simeulue tetap terjaga.

Penanaman pohon di bibir pantai terus dilakukan di  Simeulue. Foto Ayat S Karokaro
Penanaman pohon di bibir pantai terus dilakukan di Simeulue. Foto Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,