,

Ribuan Rumah di Langkat Terendam Banjir, Gejala Apa?

Langkat diterjang banjir bandang hingga ribuan warga harus mengungsi ke tempat-tempat aman. Foto: Ayat S Karokaro

Langkat diterjang banjir bandang hingga ribuan warga harus mengungsi ke tempat-tempat aman. Foto: Ayat S Karokaro

Banjir besar merendam Kabupaten Langkat, sejak pertengahan Januari 2015, mengakibatkan ribuan rumah terendam antara satu hingga 1,5 meter. Kerusakan hutan dan mangrove dinilai menjadi pemicu banjir.

Hermansyah, tokoh masyarakat Melayu pernah menjadi Kepala Desa Pekubuan, Kecamatan Tanjungpura, Langkat, akhir pekan lalu, mengatakan, banjir besar karena curah hujan tinggi sejak sepekan lalu.

Curah hujan tinggi, katanya, tidak didukung fasilitas baik. Kondisi lingkunganpun rusak parah.  Mengapa? “Sungai dangkal, tanggul hancur karena banyak bendungan buat tambak ikan, kepiting, dan udang,” katanya. Belum lagi,  alih fungsi kawasan konservasi dan hutan lindung dalam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Ketika hujan deras, air meluap karena aliran Sungai Tanjung Pura, tidak lagi mampu menampung debit air. Kayu hutan dan mangrove kini hancur dan tidak mampu menahan air yang menuju pedesaan.

Dari banjir ini, setidaknya dari 23 kecamatan, 12 terendam banjir. Terparah di Kecamatan Tanjungpura. Disini, dari 19 kelurahan atau desa, ada 10 desa terendam setinggi satu sampai 1,5 meter.

“Banjir selama satu minggu terakhir ini paling besar selama lima tahun terakhir. Warga mengungsi, sebagian laki-laki dewasa tetap di posko TNI menjaga desa. Pagi hari penduduk desa kembali ke rumah melihat tempat tinggal.”

Senada diungkapkan Mahyuddin, dari masyarakat Melayu tolak perusakan hutan mangrove Langkat, mengatakan, perusakan hutan mangrove sejak 1990. Terbesar di Desa Kuala Serapuh, Desa Telak Kuda, Desa Jaring Halus, dan Desa Bubun. Empat desa ini, lebih 87 hektar mangrove menjadi tambak ikan. Sebagian  jadi perkebunan sawit.

Anehnya, meskipun hutan mangrove menjadi tambak ikan ini, masuk hutan konservasi, Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA), seolah tutup mata.

Begitu juga kawasan hutan TNGL, saat ini ditebang menjadi perkebunan sawit dengan luas mencapai 121 hektar khusus di Langkat,  yang berbatasan dengan Aceh.

“Boleh lihat, sejauh mata memandang hanya ada sawit. Yang punya pengusaha bermodal uang banyak. Lihatlah jika hujan lebat datang, air tak mampu ditahan karena hutan hancur.”

Data Tim SAR Sumatera Utara menyebutkan, banjir di Langkat, tercatat 6.210 rumah terendam. Terparah di Desa Desa Hinai, Batang Serangan, Pekubuan, Paya Prupuk, Baja Kuning, Lalang, dan Pematang Cengal Barat. Ada ribuan warga mengungsi ke sejumlah lokasi yang disiapkan BPBD baik Langkat maupun provinsi.

Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sumut ketika meninjau lokasi banjir mengatakan, fokus utama penyelamatan warga di sekitar bantaran sungai, mengingat ketinggian air di Sungai Tanjungpura terus naik. Seanjutnya, penyediaan obat-obatan dan selimut hangat, terutama anak-anak, orang tua, dan perempuan.

Menurut dia, ada lima kecamatan terparah. Di Tanjungpura,  4.184 keluarga terdampak banjir, Sawit Seberang (285), Batang Serangan (667). Disini ada satu korban tewas, bernama Zendamia Sitepu karena terbawa ombak deras. Di Hinai (1.700) dan Wampu (252). “Semua ditangani.” Gatot mengatakan,  soal pendangkalan sungai, akan melakukan pengerukan tanpa menyinggung penanganan hutan dan mangrove rusak, seperti keluhan warga.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,