,

Aktivitas Pengolahan Kayu di Morowali Utara Dihentikan. Inilah Alasannya!

Tahun 2014, Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, menilai aktivitas pengolahan kayu begitu tinggi, khususnya kayu yang diperjualbelikan ke luar daerah. Untuk itu, pemerintah setempat mengambil langkah menghentikan aktivitas pengolahan kayu di daerah tersebut.

“Saat ini, kita sudah hentikan pengolahan kayu yang menggunakan izin rekomendasi Dinas Kehutanan,” kata Masangka, Kepala Bidang Kehutanan, Dinas Pertanian Perkebunan dan Perikanan Kelautan Kabupaten Morowali Utara, kepada Mongabay, belum lama ini.

Dari 50 izin rekomendasi pengolahan kayu yang dikeluarkan Kepala Dinas Kehutanan Morowali Utara, ternyata sudah habis masa berlakunya. Sebab surat keterangan penguasaan tanah (SKPT) yang dikeluarkan pemerintah desa setempat tidak bisa dijadikan acuan lagi karena tidak diakui Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Menurut Masangka, meski aturan semakin ketat di bidang kehutanan, tetapi tidak menyurutkan animo para pengolah kayu untuk melakukan aktivitasnya. Terbukti, hingga 21 Januari 2015, Dinas Kehutanan sudah mengantongi beberapa permohonan baru dari para pengolah. Diantaranya dari Desa Molino Kecamatan Petasia Timur, Desa Ensa Kecamatan Mori Atas, dan Desa Korowalelo Kecamatan Petasia Barat.

Masangka mengakui jika pengawasan dari Dinas Kehutanan masih belum maksimal. Salah satu alasannya karena polisi kehutanan yang dimiliki hanya tujuh orang. Sementara, tidak ada dana operasional untuk polisi kehutanan. “Kami melibatkan semua aparat hukum maupun sipil sesuai Instruksi Presiden dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tentang Pengawasan Kehutanan untuk Bersama Melakukan Pengawasan.”

Menurutnya, sebagai daerah baru yang dimekarkan 2013, Dinas Kehutanan Morowali Utara sudah melakukan sosialisasi aturan kehutanan ke masing-masing kecamatan di 2014 lalu.

Masangka juga menyoroti aturan yang selalu berubah dari tahun ke tahun. Misalkan Surat Keputusan (SK) Kementerian Kehutanan tentang peta hutan kawasan, yang dalam waktu setahun saja, yakni pada 2014 telah terjadi dua kali perubahan. Pihaknya belum sempat menerapkan aturan dari pusat, tiba-tiba sudah berubah lagi. Hal ini banyak menyebabkan pelanggaran karena masih mengacu aturan lama.

Jufri Lakoro, dari Lembaga Peduli Hukum dan Lingkungan Kabupaten Morowali Utara, mengakui dalam kurun waktu 2014, pengolahan kayu di Morowali Utara terbilang marak. Bahkan, ada yang mengolah tanpa mengantongi legalitas dari Dinas Kehutanan.

Anwar, Sekretaris Desa Molino Kecamatan Petasia Timur, menjelaskan bahwa selama ini sebagian besar warga di desanya  berprofesi sebagai pengolah kayu. Namun di awal 2015, mereka menghentikan aktivitasnya karena kebijakan baru dari Dinas Kehutanan tersebut.

“Dari dulu, kebanyakan Warga Molino bergantung pada hasil sensor alias mesin pemotong kayu. Cuma itu sumber penghasilan mereka,” ujar Anwar.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,