,

Gerakan Samarinda Menggugat: Perjuangan Panjang Menuntut Pemerintah yang Lalai

Masih ingat dengan Gerakan Samarinda Menggugat? Kelompok yang menggunakan Citizen Lawsuit (CLS) atau gugatan warga negara, sebuah instrumen sah warga negara untuk menggugat kebijakan penyelenggara negara, yang dalam hal ini menyangkut permasalahan pertambangan batubara di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Dalam sidang keputusan gugatan Citizen Lawsuit yang dilayangkan Gerakan Samarinda Menggugat (GSM) pada 16 Juli 2014 itu, majelis hakim yang dipimpin Sugeng Hiyanto menyatakan pihak tergugat yang diantaranya Pemerintah Kota Samarinda (diwakili walikota) dinyatakan bersalah. Pihak tergugat dianggap lalai melaksanakan kewajibannya menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Namun, terkait putusan Pengadilan Negeri Samarinda yang memenangkan GSM tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur pada Jumat, 25 Juli 2014. Fakta ini sebagaimana yang diungkapkan Kepala Bagian Hukum Pemkot Samarinda Suparmi.

Menurut Suparmi, pernyataan banding yang dilakukan itu melalui pertimbangan hukum. “Setelah kami mempelajarinya, banyak hal dan bukti yang kami sampaikan itu tidak dipertimbangkan oleh hakim. Baik bukti tertulis maupun saksi ahli yang kami ajukan, sehingga kami mengajukan banding,” tutur Suparmi kala itu, 6 Agustus 2014.

Terkait banding yang dilakukan Pemkot Samarinda tersebut, Direktur Pokja 30, Carolus Tuah, yang juga salah satu penggugat di GSM, menyatakan tidak masalah. Penyataan banding adalah hal wajar yang dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan dalam suatu persidangan. “Sah-sah saja,” katanya.

Di antara para tergugat lain, Gubernur Kalimantan Timur, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Lingkungan Hidup dan DPRD Kota Samarinda, hanya Pemerintah Kota Samarinda saja lah yang mengajukan banding.

Suroto, Kepala Biro Hukum Provinsi Kalimantan Timur mengatakan dalam gugatan tersebut, masing-masing pihak telah dirinci kesalahannya. Tapi dalam putusan tidak ada disebutkan kewajiban masing-masing pihak tergugat. Sifatnya global. “Lagi pula, isi gugatan yang dituduhkan kepada Pemprov Kaltim telah gugur karena telah dilakukan sesuai permintaan penggugat,” ujar Suroto.

Gerakan Samarinda Menggugat (GSM), menggugat dampak dari tambang yang mengakibatkan kerusakan lingkungan di Samarinda. Foto: Yustinus S. Hardjanto

Kontra memori banding

“Samarinda tidak sedang dalam kondisi baik-baik saja. Baru beberapa bulan  lalu pemerintah kota dinyatakan bersalah karena telah lalai menciptakan lingkungan  hidup yang baik dan aman. Ternyata, kembali menelan korban, satu anak kembali tewas tenggelam di kolam tambang pada akhir tahun 2014” sebut Merah Johansyah, Dinamisator Jatam Kaltim.

“Kita akan terus melawan,” ujar Merah dalam kesempatan Workshop Kotra Memori Banding GSM yang dilaksanakan di Samarinda, Selasa (20/1/2015).

Menurut Merah, 19 penggugat telah sepakat untuk mengajukan kontra memori banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur. Para penggugat meyakini putusan hakim dalam sidang CLS telah memberikan rasa keadilan dan perlindungan bagi masyarakat dalam lingkungan hidup yang bersih dan sehat untuk Warga Samarinda.

Untuk mengawal sidang memori banding dari Pemerintah Kota Samarinda, GSM akan didampingi pengacara Muhammad Irsyad Thamrin dan Wirono Dana Bhakti.

“Putusan hakim sudah jelas, agar Pemerintah Kota Samarinda memperbaiki kebijakan terkait lingkungan di Kota Samarinda. Menolak putusan, berarti Pemerintah Kota Samarinda memang tidak punya niat baik untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup kota ini,” ujar Irsyad.

Dalam berbagai kesempatan setelah keputusan sidang CLS yang diajukan oleh GSM, Pemerintah Kota Samarinda selalu mengatakan telah melakukan penertiban terhadap perusahaan tambang yang tidak taat aturan.

Pemerintah Kota Samarinda menyebutkan telah mencabut dan menutup beberapa perusahaan tambang. Namun, dalam pantauan Jatam Kaltim, yang dicabut izin oleh pemerintah kota hanyalah 1,18% dari 71% luas wilayah pertambangan batubara yang telah mengkapling penuh Kota Samarinda.

“Upaya pemerintah tidak berdampak signifikan bagi penyelamatan kota dan tetap melanggar peraturan rencana tata ruang Samarinda,” tegas Merah.

Akankah terwujud Kota Samarinda yang hijau dan bebas bencana akibat tambang? Grafis: Mongabay Indonesia

Pemerintah Kota juga kerap berkelit dengan alasan keterbatasan dana dan sumber daya manusia, sehingga rencana maupun program perbaikan lingkungan Kota Samarinda tidak efektif. Hasilnya, belum seperti yang diharapkan.

“Uang dan sumber daya manusia bukan alasan untuk melakukan pembiaran. Samarinda adalah bagian dari Provinsi Kaltim dan Indonesia. Persoalan Samarinda bukan hanya persoalan pemerintah kota saja melainkan juga pemerintahan di atasnya,” kata Merah.

Irsyad pun menegaskan bahwa upaya Pemkot Samarinda untuk banding atas putusan sidang adalah cara untuk berkelit dari tanggung jawab hukum, melanggengkan banjir, serta membiarkan pencemaran sawah dan lingkungan akibat tambang.

“Warga Samarinda, harus terus melawan,” ajak Irsyad.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,