,

Kembali, Warga Bener Meriah Tewas Diinjak Gajah

Konflik antara manusia dengan gajah kembali terjadi di Bener Meriah, Aceh. Husna (38), warga Desa Musarapakat, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, yang mengalami nasib tragis tersebut. Ibu rumah tangga ini menemui ajal setelah diserang kawanan gajah liar di rumahnya, Sabtu (24/1/2015), pukul 21.00 WIB.

Husna yang malam itu beristirahat bersama suaminya Fadli dan anaknya Mudewali dikejutkan dengan datangnya rombongan gajah liar ke rumahnya. Karena panik, Husna sembari menggendong Mudewali berlari keluar lewat pintu belakang guna meminta pertolongan. Sementara Fadli, keluar melalui pintu depan.

Aman Sabri, warga Desa Mupakat, menuturkan bahwa rumah Husna yang berada dalam kebun itu, agak terpisah dari perkampungan masyarakat, sekitar 300 meter. “Sambil membakar  petasan untuk mengusir gajah, Fadli bersama warga, termasuk saya, masuk rumah tersebut, untuk mencari Husna,” ujar Aman.

Warga berhasil menemukan Husna, namun dalam kondisi mengenaskan yang tak jauh dari rumahnya. “Kepala dan badan korban terlihat bekas ada injakan, sementara Mudewi selamat dengan tubuh terluka dan segera dibawa ke puskesmas terdekat,” ujar Aman.

Camat Pinto Rime Gayo, Mukhtar, yang datang ke lokasi membenarkan kejadian tersebut. Mukhtar mengaku, konflik antara manusia dengan gajah di Pinto Rime Gayo ini telah merenggut tiga korban jiwa. Sebelumnya, ada korban bernama Hasan Basri warga Desa Musarapakat yang meninggal pada 26 November 2014 dan Firmansyah, warga Desa Blangrakal, yang meninggal juga pada 6 Agustus 2014. “Meskipun kawanan gajah telah diusir berkali, namun datang kembali ke pemukiman penduduk,” ujar Mukhtar.

Hutan Sumatera habitat sang gajah yang semakin rata dengan tanah. Foto: Rhett A. Butler

Sri Wahyuni, Anggota Aceh Green Community Bener Meriah, mengatakan bahwa konflik antara manusia dengan gajah di Bener Meriah terjadi seiring meningkatkan pembukaan kawasan hutan untuk dijadikan perkebunan. “Dalam beberapa tahun terakhir, hutan di Kabupaten Bener Meriah yang berbatasan dengan Kabupaten Bireuen, ditebang untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit, atau lainnya,” sebutnya.

Karena itu, lanjut Sri Wahyuni, gajah liar sering turun ke pemukiman penduduk. Terlebih, pemilik kebun sawit, memasang pagar yang dialiri listrik. “Karena terhalang saat melintas, gajah masuk ke pemukiman warga,” ungkapnya.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Genman Hasibuan, menyebutkan hingga kini belum ada solusi tepat penanganan konflik tersebut. “Gajah masuk perkebunan dan pemukiman penduduk karena habitat mereka terusik. Jalur perlintasan gajah terputus apakah itu karena perambahan, pembukaan lahan untuk perkebunan masyarakat atau perusahaan,” jelasnya.

Genman mengatakan, BKSDA Aceh sedang melakukan pemetaan daerah yang menjadi perlintasan gajah. Setelah daerah lintasan itu diketahui secara pasti, selanjutnya akan diserahkan kepada Pemerintah Aceh untuk dibuatkan langkah penanganan konflik yang telah merenggut nyawa tersebut.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,