,

Sim Salabim! 42 Ribu Hektar Hutan Lindung di Aceh Tamiang Diubah Statusnya

Ironi. Di tengah upaya restorasi terhadap hutan lindung yang sebelumnya berubah menjadi perkebunan sawit, justru status puluhan ribuan hektar hutan lindung yang ada di Aceh Tamiang diubah peruntukannya.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA) yang disahkan pada Desember 2013, jelas disebutkan tidak ada usulan perubahan status hutan lindung di Aceh.

Perubahan status hutan lindung tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI SK.865/ Menhut-II/2014 Tanggal 29 September 2014 tentang Hutan dan Konversi Perairan Provinsi Aceh. Tercatat, sekitar 42 ribu hektar yang berada di hutan lindung Kabupaten Aceh Tamiang berubah fungsinya.

Padahal, kabupaten yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara tersebut memiliki siklus banjir tahunan, dan setiap 10 tahun sekali mengalami banjir bandang.  Dikhawatirkan, bencana banjir di kabupaten yang memiliki luas sekitar 1.939 kilometer persegi dengan penduduk 34.146 jiwa yang tersebar di 12 kecamatan ini, kian parah.

“Kondisi ini sangat memilukan. Bukan kita doakan, tapi potensi bencana besar akan terjadi. Kalau banjir bandang datang, Kecamatan Tenggulon dan Pulau Tiga bakal terendam. Aceh Tamiang keseluruhan bakal menuai bencana,” kata Sayed Zainal, Direktur LSM Lembah Tari, pekan lalu.

Kecemasan juga disampaikan Tezar Fahlefi dari Forum Konservasi Leuser (FKL). Aceh Tamiang dipastikan akan mengalami banjir besar jika perubahaan hutan lindung dijalankan. Apalagi, saat ini kondisi hutan di Kabupaten Gayo Lues dan Bener Meriah, yang berbatasan dengan Aceh Tamiang, sudah tidak baik. “Curah hujan yang tinggi di Gayo Lues dan Bener Meriah akan berdampak pada kabupaten yang berada di hilir yaitu Aceh Tamiang,” katanya.

Juru Bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA)  Efendi Isma dalam rilisnya mengatakan perubahan yang dilakukan sepihak tanpa melalui prosedur yang benar merupakan tindakan menyalahi hukum. Kementerian Kehutanan, yang saat ini menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, harus bertanggung jawab.

“Belum lagi kerugian secara ekologi. Apabila diturunkan statusnya dari hutan lindung menjadi hutan produksi, apa yang akan terjadi?” kata Efendi.

Pemusnahan kebun sawit yang berada di hutan lindung Kawasan Ekosistem Leuser di Aceh Tamiang telah dilakukan Senin, 29 September 2014 lalu. Foto: Junaidi Hanafiah

Pertambangan?

Ketiga pegiat lingkungan hidup itu curiga perubahan status hutan lindung tersebut akan diperuntukan menjadi usaha pertambangan.

“Selama ini pengusaha tambang kesulitan melakukan aktivitas, karena banyak prosedur yang dilalui dan biaya yang tinggi. Dengan perubahan status menjadi hutan produksi tentu sangat menguntungkan sekali,” ujar Efendi.

Dijelaskan Efendi, di Aceh Tamiang, sudah banyak areal yang dimanfaatkan untuk perkebunan terutama di wilayah hilir. Hutan mangrove yang asri dibabat dan dijadikan perkebunan kelapa sawit, baik dilakukan masyarakat maupun pengusaha perkebunan. Bahkan, ada yang sudah merambah lahan keluar hak guna usaha (HGU) perkebunan tanpa prosedur yang benar.

Siapa yang mengusulkan?

Alfuadi, Kepala Dinas Kehutanan Aceh Tamiang mengaku heran dan aneh dengan SK  perubahan tersebut. Dia telah melakukan kordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang dan Dinas Kehutanan Provinsi Aceh. Semua mengaku tidak mengusulkan.

”Saya tidak tahu, setelah saya kordinasi ke provinsi, tidak ada pengusulan perubahan itu,” kata Alfuadi, Senin (26/01/2015).

Terhadap persoalan tersebut, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melalui Dinas Kehutanan telah menyurati Dinas Kehutanan Provinsi Aceh terkait SK Menteri Kehutanan No 865/ Menhut-II/2014 untuk ditindaklanjuti. “Saya mau, dalam pembahasan tersebut nantinya semua kepala daerah di Aceh dipanggil, biar jelas,” tuturnya.

Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang bekerja sama dengan Forum Konservasi Leuser (FKL), Senin, 29 September 2014, memusnahkan kebun kelapa sawit yang masuk hutan lindung di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Kini, permasalahan baru mucul, sekitar 42 ribu hektar hutan lindung di Aceh Tamiang diubah peruntukannya. Foto: FKL
Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang bekerja sama dengan Forum Konservasi Leuser (FKL), Senin, 29 September 2014, memusnahkan kebun kelapa sawit yang masuk hutan lindung di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Kini, permasalahan baru mucul, sekitar 42 ribu hektar hutan lindung di Aceh Tamiang diubah peruntukannya. Foto: FKL

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Aceh, Husaini Syamaun, mengatakan bahwa dalam SK Menteri Kehutanan RI SK.865/Menhut-II/2014 itu disebutkan, total luas kawasan Hutan Aceh, lebih kurang 3.549.813 hektar. Rinciannya, luas kawasan hutan lindung sekitar 1.844.500 hektar, hutan konversi sekitar 1.066.733 hektar, dan hutan produksi lebih kurang 638.580 hektar.

Setelah revisi tata ruang wilayah (RTRW) Aceh, kata Husaini, luas kawasan hutan Aceh mengalami perubahan menjadi  3.557.916 hektar. Ini artinya, kawasan hutan Aceh bertambah 8.103 hektar.

Bila dilihat dari jumlah yang disampaikan Kadishut Aceh, terkesan lebih bagus SK Menhut kali ini. Namun bila dilihat isinya, Kabupaten Aceh Tamiang malah semakin dekat dengan bencana. Data yang dimuat oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XVIII Banda Aceh menunjukkan, Kabupaten Aceh Tamiang memiliki luas hutan lindung sekitar 47.456,02 hektar dengan perubahan fungsi sekitar 42 ribu hektar.

“Ini harus ditindak lanjuti oleh aparat hukum. Jangan sampai ada oknum yang bermain dan mencari keuntungan,” jelas Efendi.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,