,

Revitalisasi Sungai Solusi Penanganan Banjir di Jawa Timur. Benarkah?

Banjir yang terjadi di wilayah Surabaya dan Gresik beberapa waktu terakhir, menjadi perhatian serius Walikota Surabaya Tri Rismaharini dan Bupati Gresik, Jawa Timur, Sambari Halim Radianto. Kepentingan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik ini, disebabkan meningkatanya luasan banjir di kedua daerah akibat luapan Kali Lamong, dan curah hujan tinggi pada bulan Januari hingga Februari ini.

Penanganan banjir sampai saat ini masih terkesan sektoral, dimana Kota Surabaya melakukan penguatan tanggul sungai pada wilayah yang termasuk teritorial Surabaya, demikian pula dengan Kabupaten Gresik.

“Kami sudah membangun sendiri tanggul itu, tapi kalau pada dasarnya Kali Lamong itu dangkal, tidak akan menyelesaikan masalah. Makanya kami meminta bantuan dari BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo) untuk mengurus masalah sungainya,” kata Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, usai rapat koordinasi di Balai Kota Surabaya, Selasa (10/02/2015).

Risma mengaku mendapat keluhan dari warga, yang wilayahnya tergenang banjir akhir-akhir ini. Selain mengganggu aktivitas warga, banjir juga membuat tanaman padi warga terancam gagal panen. Selain itu tidak sedikit pula petambak yang rugi akibat ikan di tambaknya hilang terbawa banjir.

“Kasihan warga, kondisi saat ini di daerah Gendong masih belum surut. Mayoritas warga mengalami banyak kerugian akibat gagal panen, karena tambak dan sawahnya rusak,” katanya.

Bupati Gresik mengatakan, penanganan banjir akibat luapan Kali Lamong tidak dapat diatasi dengan hanya membangun tanggul, melainkan dengan merevitalisasi sungai yang kewenangannya dibawah BBWS.

“Tanggul bukan satu-satunya jalan keluar untuk masalah ini. Pengerukan Kali Lamong mutlak diperlukan. Dalam forum kali ini kami meminta kesanggupan BBWS menangani problem ini,” tandas Sambari.

Sempadan lindung Kali Lamong banyak berdiri bangunan. Sumber : Ecoton
Sempadan lindung Kali Lamong banyak berdiri bangunan. Sumber : Ecoton

Kepala BBWS Bengawan Solo, Yudi Pratondo usai pertemuan mengungkapkan, pihaknya telah menganggarkan dana sebesar Rp10 miliar, untuk melakukan normalisasi sedimentasi di Kali Lamong. Sedangkan total dana yang dibutuhkan untuk merevitalisasi Kali Lamong, diperkirakan mencapai Rp900 miliar.

“Itu hanya untuk normalisasi, untuk penggalian sungai. Nanti kami akan ajukan ke ibu wali, apa yang kami kerjakan dengan anggaran itu,” ujar Yudi.

Yudi menambahkan, upaya pelebaran sungai menjadi salah satu cara yang bsia dilakukan untuk meminimalisir terjadinya luapan Kali Lamong. Saat ini lebar sungai mencapai 10 meter, dan rencananya akan dilebarkan menjadi 30 meter. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan daya tampung sungai.

“Kita akan prioritaskan titik-titik yang urgent, tapi pastinya tidak semua titik sama lebarnya. Butuh waktu yang tidak singkat,” kata Yudi.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Toha juga mendesak BBWS Bengawan Solo melakukan langkah nyata, untuk mengatasi banjir luapan Kali Lamong.

“Rumah saya di Tambakdono selama ini tidak pernah sampai air masuk ke rumah, tapi kali ini air sampai masuk ke dalam rumah. Ini kan parah,” tuturnya usai mengikuti rapat koordinasi.

Peta kawasan kali lamong, Jawa Timur. Sumber : Ecoton
Peta kawasan Kali Lamong, Jawa Timur. Sumber : Ecoton

Gubernur Jawa Timur Soekarwo di gedung negara Grahadi mengatakan, pihaknya telah mendesak BBWS Bengawan Solo untuk segera turun tangan mengatasi persoalan banjir akibat luapan Kali Lamong. Pengerukan sedimen dan pelebaran sungai menjadi langkah efektif untuk mengurangi resiko banjir di Surabaya dan Gresik.

“Harus dikeruk dulu, karena debit air 500 meter kubik per detik, tapi daya tampung cuma 200 meter kubik per detik, jadi kelebihan 300 sehingga meluber,” kata Soekarwo, Gubernur Jawa Timur.

Revitalisasi lanjut Soekarwo, harus segera dilakukan pemerintah pusat dalam hal ini BBWS Bengawan Solo, sehingga daya tampung sungai menjadi normal dan kawasan yang rawan banjir menjadi berkurang. Penataan dapat berupa pelebaran sungai, pengembalian fungsi sempadan, serta penyedotan lumpur endapan sungai.

“Pada saatnya akan dibuat tanggul untuk jalannya air, dibuat untuk jalan dan untuk kontrol. Revitalisasi termasuk dengan membuang endapan lumpur, yang itu biayanya agak mahal. Tahun ini Provinsi sudah siapkan dana Rp20 miliar sebagai support, tinggal menunggu pemerintah pusat bagaimana,” ujar Soekarwo.

Saat ini revitalisasi Kali Lamong ujar Soekarwo, terkendala persoalan pembebasan lahan yang menjadi sengketa antara warga dengan pemerintah daerah setempat. Langkah ini merupakan bagian dari rencana strategis pemerintah, untuk memecah aliran sungai Bengawan Solo yang menjadi penyebab banjir pada saat musim penghujan.

“Kita menunggu proses pembebasan lahan oleh bu Walikota. Pak bupati Gresik juga sudah saya minta mempercepat pembebasan lahannya,” tandas Soekarwo.

Debit air meninggi

Kasi Operasi UPT Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Bengawan Solo di Bojonegoro, Mucharom mengatakan, pihaknya memperkirakan ketinggian air di daerah hilir Jawa Timur akan terus naik, akibat adanya tambahan air dari Ponorogo, dan Solo, Jawa Tengah.

“Kami minta semua daerah hilir Jawa Timur, yang dilalui Bengawan Solo meningkatkan kewaspadaan. Saat ini kami memberlakukan siaga I dalam menghadapi banjir Bengawan Solo, dengan ketinggian air di Bojonegoro mencapai 13 meter pada Selasa (10/02/2015) malam,” kata Mucharom.

Selain Bojonegoro, ketinggian air Bengawan Solo di Babat, Laren, dan Karanggeneng, di Kabupaten Lamongan, dalam waktu bersamaan juga masuk siaga I, dengan ketinggian masing-masing 6,94 meter, 4,95 meter dan 3,54 meter. Juga ketinggian air Bengawan Solo di Karangnongko, Kecamatan Ngraho, sekitar 70 kilometer dari Kota Bojonegoro, masih cukup tinggi mencapai 26,35 meter,

“Di daerah hilir Jawa Timur, mulai Bojonegoro, Tuban dan Lamongan, saat ini masuk siaga I,” imbuhnya.

Mucharom mengatakan, sarana dan prasarana pengendali banjir luapan Bengawan Solo di hilir Jawa Timur, selain tanggul kanan dan kiri juga ada sudetan Plangwot di Sedayu Lawas, Lamongan. Sudetan sepanjang 13,4 kilometer ke Laut Jawa itu diyakini akan mampu mengalirkan debit banjir Bengawan Solo sekitar 650 meter kubik per detik bila berfungsi secara normal.

“Sudetan Plangwot-Sedayu Lawas sudah kita buka sejak masuk musim hujan lalu,” tandasnya.

Pembangunan Tidak Memperhatikan Lingkungan

Kondisi banjir yang terjadi di Gresik dan Surabaya akibat meluapnya Kali Lamong, karena perubahan fungsi serta tata guna lahan Kali Lamong, sehingga menurunkan kemampuan kali tersebut menampung debit air saat musim penghujan tiba.

Pembangunan yang dilakukan ternyata juga memberikan dampak buruk terhadap lingkungan.

PT Pelindo III berencana membangun pelabuhan terminal multiguna dengan melakukan reklamasi seluas 386,12 hektar di kawasan muara Kali Lamong. Kondisi ini menegaskan bahwa pertumbuhan industri dan pergudangan di sekitar Kali Lamong, akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 38 tahun 2011 tentang Sungai, mengamanatkan kawasan lindung sempadan sungai di muara sungai ditetapkan dengan lebar minimal 100 meter di sisi kiri dan kanan aliran sungai. Sementara lebar Kali Lamong sampai ke muara sungainya, saat ini hanya sekitar 30 meter.

Pergudangan di kawasan Teluk Lamong, Jawa Timur. Foto : Ecoton
Pergudangan di kawasan Teluk Lamong, Jawa Timur. Foto : Petrus Riski

“Seharusnya penampang aliran sungai semakin melebar di muara sungai, untuk menampung akumulasi air dari berbagai penjuru hulu sungai,” kata Daru Rini, peneliti dari Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton).

Kondisi Kali Lamong saat ini justru menyempit ke arah muara, karena terjepit bangunan industri di tepi Kali Lamong baik di sisi kanan yang masuk wilayah Surabaya dan sisi kiri yang masuk wilayah Gresik.

“Seharusnya lebar sempadan sungai Kali Lamong di muara sungai harus 100 meter di kiri dan kanan sungai, tapi faktanya kan jauh dari ketentuan. Kalau tetap dibiarkan bangunan tumbuh di sempadan sungai muara Kali Lamong, ya gak usah sambat (mengeluh) kalau Gresik dan Surabaya kebanjiran,” papar Daru Rini.

Surabaya dan Gresik sebagai kota di wilayah hilir atau muara sungai, seharusnya menyediakan sarana penyaluran air ke muara sungai, dengan melebarkan sungai-sungai di wilayahnya sambil membebaskan sempadan sungai dari bangunan liar.

“Banjir akan semakin parah di kawasan Cerme dan Benjeng, Kabupaten Gresik, jika pembangunan gudang dan industri di wilayah Pakal dan Benowo terus bertambah,” tambahnya.

Meski tidak dapat menolak pengembangan kawasan untuk industri dan pelabuhan, pemerintah diminta segera melakukan pelebaran Kali Lamong yang lebarnya berkisar 30 meter. Kali Lamong masuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo, tetapi pemangku kepentingan dinilai saling lempar tanggungjawab bila terjadi hujan dan banjir.  Pengembangan kawasan pergudangan dan industri sepanjang Kali Lamong yang berdiri di bantaran sungai, menunjukkan pemerintah tidak serius dalam menata kawasan sempadan sungai sesaui peraturan perundangan yang berlaku.

“Yah capek mikir sungai kalau lihat pemerintah tidak serius. Ramai-ramai kalau lagi banjir saja setelah itu lupa, ijin bangunan di biarkan lolos sampe ke bantara sungai juga,” tandas Daru Rini.

Revitalisasi Kali Lamong kata Daru Rini, dapat mencontoh sungai yang ada di Rotterdam, Belanda. Meskipun ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan, kawasan lindung di sekitar Pelabuhan Rotterdam tetap terpelihara. Bila dibandingkan dengan Kali Lamong yang lebarnya sekitar 30 meter, lebar kanal pelayaran yang menuju muara sungai di Pelabuhan Rotterdam berkisar antara 480 hingga 675 meter.

Penataan ruang di Teluk Lamong lanjut Daru Rini, harus tertata dengan baik dan terencana, serta memiliki batas zonasi kawasan pengembangan secara jelas apakah itu untuk permukiman, perdagangan dan industri, serta kawasan lindung.

“Pelebaran sungai itu adalah salah satu solusi, selain penataan sempadan sungai dari bangunan yang tidak diijinkan,” pungkas Daru Rini.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,