, ,

Naik Haji Dari Merawat Hutan, Cerita Kesuksesan HKm Santong

Bila anda berkunjung ke Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), cobalah datang ke Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara. Karena selain obyek wisata utama terkenal yaitu Gunung Rinjani dan tiga pulau wisata yaitu Gili Trawangan, Gili Air serta Gili Meno, terdapat Air Terjun Tiu Teja, yang airnya mengalir dari Danau Segara Anakan di puncak Gunung Rinjani.

Air Terjun Tiu Teja berada di Hutan Desa Santong, yang berjarak sekitar 80 km dari kota Mataram.  Hutan Desa Santong yang asri, dengan pohon-pohon tinggi menjulang di sekelilingnya yang dihuni satwa liar yakni monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung hitam (Trachypithecus) yang hidup dengan bebas di habitatnya.

Tapi siapa yang menyangka, 18 tahun yang lalu, hutan Santong merupakan daerah tandus yang hanya ditumbuhi semak belukar dan ilalang bekas ladang berpindah.  Para peladang membiarkan bekas tanah garapannya itu menjadi gersang. Kawasan seluas 758 hektar itu pun tidak bisa menghidupi masyarakat Desa Santong. Mereka terpaksa menjadi buruh, dengan penghasilan yang memprihatinkan.

Keterbelakangan dan kemiskinan membalut warga Desa Santong, yang hidup di gubuk sederhana. Karena miskinnya, anak-anak Desa Santong waktu itu, hanya lulusan SD dan SMP.

Tetapi itu cerita 18 tahun yang lalu. Saat ini, warga Desa Santong yang tergabung dalam Koperasi Tani Hutan Maju telah hidup makmur dari hutan Santong.  Banyak anak yang telah sekolah sampai SMA, bahkan ada yang melanjutkan kuliah. Tidak hanya itu, beberapa orang warganya bahkan telah berhasil naik haji.

Bagaimana sampai warga Desa Santong mengubah nasibnya menjadi lebih sejahtera? Ceritanya dimulai pada tahun 1997, ketika pemerintah menjadikan Desa Santong sebagai percontohan program Hutan Kemasyarakatan (HKm).

Ketua Koperasi Tani-Hutan Maju Bersama Desa Santong, H Artim Yahya (50) yang ditemui Mongabay dirimbunnya Hutan Santong bercerita, dengan percontohan program HKm, warga diberikan hak pengelolaan kawasan hutan.

Pada awalnya, Artim dan warga ragu untuk memanfaatkan hutan Santong karena tandus dan gersang. Akan tetapi dengan tekad kuat lepas dari kemiskinan, mereka mencoba mengolah lahan hutan dengan menanam berbagai jenis pohon.

Dengan bantuan dari Dinas Kehutanan Pemprov NTB, mereka diberi bibit kayu seperti sonokeling, sengon, mahoni, gamelila, kalimuru (udu), yang ditanam dengan sistem tumpang sari bersama dengan tanaman sirih.

Tidak berhenti dengan sirih, masyarakat meluaskan sistem tumpang sari dengan menanam tanaman buah-buahan seperti kakao, kopi, alpukat, nangka, melinjo, kemiri dan durian.

Hutan Kemasyarakatan Desa Santong, Kayangan, Lombok Utara, NTB, yang ditanami pohon kayu dengan tumpang sari tanaman kopi dan kakao. Foto : Jay Fajar
Hutan Kemasyarakatan Desa Santong, Kayangan, Lombok Utara, NTB, yang ditanami pohon kayu dengan tumpang sari tanaman kopi dan kakao. Foto : Jay Fajar

Hutan Santong yang sebelumnya gersang dan tandus, berlahan-lahan pun berubah menjadi hijau dan rimbun. Masyarakat pun mulai menikmati hasil dari tanaman buah yang mereka tanam.  Kakao, kopi, alpukat, dan sebagainya itulah yang kemudian berhasil meningkatkan perekonomian warga sebagai komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Saat ini, mereka sedang mengembangkan diri untuk penanaman duren montong.

Dalam pengelolaan HKm, selain mendapatkan bantuan dari pemerintah, mantan Kepala Desa Santong itu mengatakan mereka juga didampingi oleh  Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial ( LP3ES) dan Konsorsium Untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi (Konsepsi) NTB.

Menikmati Hasil

Artim menjelaskan saat ini warga anggota koperasi mendapatkan penghasilan Rp3 juta – Rp5 juta per bulan dari masing-masing lahan seluas 0,75 hektar di HKm Santong. Bahkan dari tanaman sirih atau ‘lekoq’ dalam bahasa lokal, mereka bisa memperoleh rata-rata Rp500.000 per bulan.

“Kami sudah berhasil berkali-kali panen kopi. Kopi yang ditanam kopi arabica dan robusta. Panen sekali setahun. Panen bisa sampai 5 kuintal. Bahkan ada yang pernah panen satu ton. Kopi dijual di koperasi dengan harga Rp20.000 per kg,” kata Kepala Madrasah Bayyinul Ulum Santong itu.

Untuk kakao, warga bisa memanen sekitar 50 kg setiap 2 minggu, dengan harga jual Rp33.000 per kg. “Penjualan dilakukan melalui koperasi. Untuk pemasaran, ada pengusaha dari Bali yang beli kopi lewat koperasi. Kakao juga dijual di Bali,” katanya.

Artim menjelaskan saat ini ada sekitar 1.258 orang petani hutan yang menjadi anggota Koperasi Tani Hutan Maju Bersama, yang tersebar di Kecamatan Kayangan dan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.

Dari jumlah anggota tersebut, ada 258 KK yang memanfaatkan 225 hektar HKM Santong untuk kehidupannya. Bahkan pada tahun 1998, sebanyak 50 KK secara sukarela menyerahkan lahan di HKm Santong dan membeli tanah di luar Desa Santong.

Dari hutan Santong, masyarakat telah menikmati hasilnya dengan perekonomian yang meningkat. Mereka bisa membuat rumah yang lebih baik dan menyekolahkan anak.

Seorang warga desa Santong yang membawa hasil panen dari Hutan Kemasyarakatan Desa Santong, Kayangan, Lombok Utara, NTB. Foto : Jay Fajar
Seorang warga desa Santong yang membawa hasil panen dari Hutan Kemasyarakatan Desa Santong, Kayangan, Lombok Utara, NTB. Foto : Jay Fajar

Oleh karena itu, para petani itu diwajibkan untuk memelihara hutan HKm Santong dari pencurian. “Masyarakat yang menjaga dan mengamankan hutan. Alhamdulilah tidak ada penebangan dan pencurian kayu,” katanya.

Masyarakat juga menjaga tanaman mereka di hutan dari gangguan binatang, seperti monyet dan babi. “Monyet dari hutan lindung sering masuk ke HKm Santong. Monyet akan merusak pohon kakao, maka petani menjaga di lokasi,” ujar Artim.

Pengolahan Pasca Panen

Selain menjual hasil mentah dari kopi, kakao dan sebagainya, beberapa anggota koperasi mulai mengolah hasil panen. Dinas koperasi memberikan pelatihan pasca panen, berupa pembuatan keripik dan sale pisang, serta pembuatan dodol durian.

Selain itu, Dinas Perkebunan juga memberikan pelatihan mengenai penanaman kakao untuk cokelat dan kopi.  Masyarakati diberi pelatihan untuk penamanan kopi lokal, peremajaan tanaman kopi, dan tehnik penyambungan kopi lokal dengan kopi arabica.

Untuk tanaman kakao, Dinas Perkebunan membantu masyarakat dengan teknik pasca panen berupa fermentasi kakao agar hasil panen menjadi lebih bagus. “Dengan fermentasi kakao, mengurangi biji kakao yang pecah. Karena biji kakao yang pecah bisa mengurangi harga,” kata mantan Kepala Desa Santong itu.

Naik Haji

Keberhasilan pengelolaan HKM Santong, tidak hanya mampu meningkatkan perekonomian warganya, tetapi juga untuk berhaji ke Mekkah. Artim mengatakan sudah ada 20 orang dari  258 anggota Koperasi Tani Hutan Maju, termasuk dirinya. Bahkan masih banyak yang akan berangkat haji.

Biaya untuk naik haji diperoleh dari penjualan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti kopi, kakao, pisang dan daun sirih. Akan tetapi uang hasil komoditas tersebut tidak disimpan di bank, tapi dalam bentuk sapi. Sapi itu yang kemudian dijual untuk modal biaya naik haji.

HKM Peraih Sertifikasi Ekolabel Pertama

Meski telah mendapatkan izin pemanfaatan hutan sejak 1997 melalui program percontohan HKm, Artim mengatakan Hutan Santong ditetapkan sebagai HKm pada tahun 2009 melalui Surat Keputusan (SK) Menhut No: 447 /Menhut-II/2009 meliputi Kawasan Santong dan Monggal di Kabupaten Lombok Utara.

Dan kerja keras anggota Koperasi Tani Hutan Maju ternyata mendapatkan apresiasi dari pemerintah. HKm Santong memperoleh sertifikat ekolabel dari Kementerian Kehutanan dan menjadi yang pertama di Indonesia untuk jenis hutan kemasyarakatan.

Dengan sertifikasi tersebut, warga telah mendapat persetujuan izin usaha untuk pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKM) oleh Kementerian Kehutanan.

Sertifikasi tersebut diterima oleh Artim langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada acara puncak peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan Bulan Menanam Nasional (BMN) 2011 di Sentul, Bogor, Jawa Barat .

“Pada 2011, kami mendapatkan izin IUPHKM. Dengan izin itu, masyarakat dapat mengelola hutan dan memanfaatkannya sampai 35 tahun,” katanya.

Artim Yahya, tokoh penting dibalik kesuksesan  Hutan Kemasyarakatan Desa Santong, Kayangan, Lombok Utara, NTB. Foto : Jay Fajar
Artim Yahya, tokoh penting dibalik kesuksesan
Hutan Kemasyarakatan Desa Santong, Kayangan, Lombok Utara, NTB. Foto : Jay Fajar

Tidak berhenti hanya sampai IUPHKM, Masyarakat Santong sedang mengajukan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPPHK) untuk bisa mengambil kayu dari hutan Santong. “Oleh karena itu, kami sedang membuat rencana umum dan operasional untuk pemanfaatan kayu,” ujar Artim.

Obyek Studi Banding Internasional

Keberhasilan pengelolaan HKm Santong telah mendunia. Ini terbukti dari banyaknya pihak yang datang untuk ingin mengetahui keberhasilan pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan hutan kemasyarakatan itu.

Artim mengatakan hampir setiap tahun, berbagai pihak datang berkunjung, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

“Banyak sekali pihak yang datang untuk studi banding kesini. Tahun 2000, bupati dan Ketua DPRD Kulonprogo Yogyakarta datang. Tahun 2011 ada 35 negara yang field trip kesini. Tahun 2012, ada 15 negara yang melakukan kunjungan,” jelas Artim.

Kunjungan dari luar negeri dimulai pada 2009, ada rombongan dari Jepang yang datang. Tahun 2011, utusan dari 14 negara di Asia berkunjung ke HKm Santong untuk mempelajari keberhasilan pengelolaan hutan berbasis masyarakat itu.

Sedangkan Oktober 2012, ada utusan dari 10 negara ASEAN yang datang untuk melakukan studi banding mengenai pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Mereka datang untuk melihat partisipasi masyarakat dan meminta informasi mengenai proses izin HKm Santong dari Bupati Lombok Utara.

“Pada tahun 2013, ada kunjungan dari Bank Dunia. Mereka melihat bagaimana dampak HKm Santong kepada masyarakat. Tahun 2013, juga ada petani dari Jawa Timur yang ingin melihat pengelolaan kopi dan kakao disini,” jelas Artim.

Hkm Santong juga sering dijadikan pusat pembelajaran bagi calon kepala KPH Kementerian Kehutanan. “Terutama dari Bogor,” katanya.

Harapan Artim

Meski telah berhasil meningkatkan perekonomian warganya dan banyak pihak yang belajar, Artim masih mempunyai harapan agar pengelolaan HKM Santong lebih maju lagi. Salah satu harapannya adalah agar pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat mempercepat dikeluarkannya IUPHHK bagi HKm Santong. “Kalau izin tidak keluar, maka pohon akan tumbang,” katanya.

Dia juga berharap pemerintah dapat membantu koperasinya untuk lebih berkembang.  “Koperasi kami butuh modal lebih banyak untuk menampung hasil panen. Dengan bantuan modal seperti pinjaman lunak, dapat menampung panen lebih banyak, sehingga dapat memperluas bisnis,” harapnya.

Dinas Perkebunan juga diharapkan dapat terus membantu dengan teknik pasca panen, dan bantuan bibit unggul agar produksi bisa bertambah besar. Sehingga pada akhirnya, masyarakat di Desa Santong makin sejahtera.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,