, ,

Inilah Restorasi Jitu Ekosistem Pesisir Utara Jawa. Seperti Apakah?

Dewasa ini, pesisir utara Jawa mengalami penurunan tanah dan erosi yang sangat parah, bahkan mencapai mencapai 3 km dari bibir pantai. Hal itu menyebabkan bencana sering mengintai warga pesisir utara Jawa, seperti banjir rob kala air laut pasang.  Akibatnya, lebih dari 30 juta orang di 3.000 desa beresiko kehilangan tempat tinggal dan lahan penghidupan.

Beberapa penyebabnya seperti hilangnya sabuk hijau mangrove, pembangunan infrastruktur yang tak memperhatikan aspek lingkungan, pengambilan air tanah dan budidaya perikanan yang tidak berkelanjutan.

Oleh karena itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan Konsorsium Echosape, Deltares, Imares, Wetlands International, WUR, Witteveen Boss, Kementerian PU dan Perumahan Rakyat, UNDIP dan UNESCO-IHE meluncurkan program “Membangun Bersama Alam”.

Femke Tonneijck, Manajer Program Pesisir Wetlands International di Kantor KKP, Jakarta, pada Selasa (03/03/2015) mengatakan melalui program tersebut masyarakat diperkenalkan solusi baru untuk menjadi pendekatan dalam kegiatan restorasi ekosistem mangrove dan pesisir utara Jawa.

“Kami mengkombinasikan solusi hijau berbasis alam seperti restorasi mangrove dengan teknik rekayasa keras seperti bendungan dan dinding laut. Dengan cara itu, kami lebih memanfaatkan kekuatan jasa alam daripada melawannya” ujarnya.

Dengan cara itu, kekuatan alam dimanfaatkan untuk membangun garis pantai bakau stabil, sehingga mengurangi risiko banjir, erosi dan intrusi air asin serta dapat beradaptasi dengan kenaikan permukaan air laut. Berbeda dengan pembangunan bendungan dan dinding laut berbiaya mahal, yang justru memperparah erosi dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan iklim.

Konstruksi bendungan permeable untuk restorasi pesisir pantai utara Jawas di Desa Timbul Sloko, Demak, Jateng. Foto : Een Irawan/Rekam Nusantara
Konstruksi bendungan permeable untuk restorasi pesisir pantai utara Jawas di Desa Timbul Sloko, Demak, Jateng. Foto : Wetlands International/ Nanang Sujana

Program dengan bantuan dana 5 juta euro berbentuk skema public private partnership dari pemerintah Belanda, akan dijalankan selama lima tahun ke depan,  dan dimulai dari Kabupaten Demak, Jawa tengah. Demak dipilih karena intrusi 6 km air laut menyebabkan banjir rob yang menenggelamkan 14.700 hektare lahan dan 6 ribu hektare kolam budidaya perikanan juga terendam dan berdampak bagi 70 ribu orang.

Program “Membangun Bersama Alam” yang merupakan program kelanjutan Wetland International itu, telah dipromosikan  dalam konferensi ke-3 PBB tentang pengurangan resiko bencana di Sendai Jepang pada Maret 2014.

“Dulu nama programnya Mangrove Capital. Di program tersebut ada beberapa komponen terdiri dari sisi kebijakan, riset dan fisik. Intinya kita ingin mempromosikan bahwa mangrove itu bisa menjadi pelindung pantai,” kata Apri Susanto, Technical Officer Coastal Safety Wetland Indonesia.

Program ini merupakan implementasi hasil riset Wetland Indonesia tentang nilai penting mangrove terhadap biologi dan ekonomi, serta kajian kebijakan lokal dan nasional terkait mangrove.  “Kita lihat apa yang sudah pada tempatnya dan yang belum kita coba kasih masukan,” katanya.

Program diawali pada akhir 2013, dengan proyek percontohan membangun bendungan permeable yaitu membangun konstruksi untuk meredam gelombang ombak, dengan tujuan menampung sedimen pada daerah yang sudah terkena erosi.  Dia mengatakan pembangunan bendungan percontohan itu dilakukan KKP berkoordinasi dengan pemda dan masyarakat, dengan fasilitasi dan desain dari Wetland.

Di lokasi proyek percontohan di Desa Timbul Sloko, Demak, dibangun dua bendungan, dengan hasil tumpukan sedimen bertambah 40 cm sampai akhir 2014.  Sehingga butuh 3 tahun untuk mencapai ketinggian sedimen ideal yaitu satu meter. Proses ini lebih cepat dua tahun dibandingkan di Belanda, karena kondisi perairan di utara Jawa lebih dinamis.

“Kita pasang kayu dua baris di tengahnya diisi serasah. Harapannya sedimen dibawa oleh pasang surut. Pada saat air kembali, sedimen terperangkap. Sedimen akan dibiarkan mengendap selama satu sampai tiga tahun hingga mangrove tumbuh secara alami,” kata Apri.

Wetland tidak menganjurkan penanaman bibit mangrove, dan membiarkan proses terjadi alami dari bibit yang terdampar. “Saat ini mangrove yang tumbuh ketinggiannya  baru mencapai sekitar 15 cm,” katanya.

Apri mengatakan jika mangrove sudah tumbuh secara alami, otomatis mangrove itu yang akan memberikan fungsi perlindungan kepada pantai. Pada akhirnya struktur bendungan permeable sudah tidak diperlukan dan tergantikan oleh mangrove.

Meski berhasil, kekuatan struktur bendungan permeable berkurang karena beberapa hal seperti faktor alam, gangguan organisme atau biota laut. “Hingga saat musim ombak besar, bendungan rusak. Kami sedang mencari solusi untuk mencoba mengganti struktur materialnya. Kalau dari segi tujuan memperangkap sedimen sudah tampak berhasil,” paparnya.

Perempuan di Desa Timbul Seloko, Demak, Jateng membantu proyek bendungan permeable Foto : Een Irawan/Rekam Nusantara
Perempuan di Desa Timbul Seloko, Demak, Jateng membantu proyek bendungan permeable Foto : Wetlands International/ Nanang Sujana

Melihat keberhasilan proyek percontohan itu, Wetland Indonesia mengajukan proposal program “Membangun Bersama Alam” dengan skala yang diperluas menjadi satu kabupaten Demak kepada pemerintah Belanda melalui kementerian dalam negeri.

Selain menyiapkan restorasi ekosistem mangrove, Wetland Indonesia juga membantu revitalisasi tambak milik masyarakat yang terlantar, dengan memperkenalkan pertanian lestari dan mendukung diversifikasi mata pencaharian warga. Ini akan mengawali transisi dari model konservasi mangrove menuju model ekonomi berbasis mangrove.

“Kita ada kombinasi. Fisik bendungan permeable untuk perlindungan pantai dan restorasi mangrove. Kita juga kembangkan dengan peningkatan kapasitas masyarakat di budiaya tambaknya. Permodalan, perbaikan tambak masih kita formulasikan,” ujarnya.

Sejauh ini, respon masyarakat jika dilihat dari program sebelumnya cukup positif. Mereka terlibat aktif menjaga dan memelihara bendungan. “Di desa Timbul Sloko ada peraturan desa untuk pengelolaan desa secara berkelanjutan. Ada larangan menebang mangrove, menangkap ikan dengan alat yang tidak ramah lingkungan juga memproteksi wilayah pilot project,” katanya.

Ia berharap, metode restorasi ekosistem mangrove  tersebut bisa menjadi opsi baru untuk para pemangku kebijakan di wilayah pesisir. Terutama dalam kasus penanganan wilayah yang terdampak erosi. “Kami juga berharap direplikasi di daerah lain,”pungkasnya.

Gerakan Cinta Laut

KKP menyambut baik program tersebut dan berharap diapat dilakukan di pesisir pantai di seluruh Indonesia. “Presiden sudah menegaskan bahwa laut adalah masa depan kita. Satu kalimat pendek tapi sangat dalam maknanya. Laut harus dijaga untuk generasi ke depannya,” kata Sekjen KKP, Sjarief Widjaja.

Ia menekankan perlunya membangun gerakan bersama untuk turut mencintai laut,  menjaga pesisir pantai yang sehat, baik untuk  hidup. Sehingga benih ikan, kepiting, lobster dan lainnya bisa hidup dengan sehat dan menjamin kehidupan di masa yang akan datang.

“Kita menyadari sebagian laut kita sudah terdegradasi,” ujarnya.Pesisir pantai utara pulau jawa terdiri dari lima provinsi dan 33 kabupaten kota dengan panjang 1.016.687 km. 50 persen lebih pesisir utara Jawa sudah mengalami degradasi sehingga tidak mampu menopang untuk generasi mendatang.

KKP tidak bisa sendiri dalam merestorasi ekosistem mangrove di pesisir utara Jawa, sehingga program bersama itu bisa menjadi model pembangunan pesisir di masa yang akan datang.

“Ini bukan hanya persoalan satu bangsa tapi persoalan dunia. Sehingga tentu saja Belanda dan Indonesia punya kesamaan. Punya pantai dan laut. Mereka juga punya pengalaman yang luar biasa dalam merehabilitasi kawasan pesisirnya,” paparnya.

Sedangkan Bupati Demak Moh. Dachirin Said mengapresiasi kerjasama dan sangat bersyukur serta berterimakasih atas inisiatif untuk merestorasi ekosistem mangrove di pesisir pantai Demak.

“Memang di Demak ini kita punya pantai yang terkena abrasi. Kita sangat mendorong upaya dari KPP dan pemerintah Belanda ini. Karena kita untuk melakukan upaya perbaikan sendiri juga terkendala keterbatasan APBD. Bantuan  ini sangat membantu,” katanya.

Ia mengatakan, tingkat kerusakan pesisir pantai Demak karena abrasi  sangat parah. Sehingga perlu ada perhatian yang lebih. “Kegiatan ada seperti pembuatan bendungan membuat masyatakat tergugah untuk menanam mangrove.  Saya berharap ini segera digulirkan, saya akan mewajibkan kepada masyarakat untuk menerima program ini. Kemudian juga masyarakat harus melestarikan dan merawat sehingga ada match. Akan bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat.Harus kita tuntaskan. Jangan sampai terputus,” tandasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,