,

Duh! Dana Jaminan Reklamasi Pasca-tambang di Kalimantan Barat, Sehektar Setara 35 Batang Bibit Karet

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dinilai belum maksimal dalam menjalankan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Mineral dan Batubara oleh KPK pada 21-22 Mei 2014 lalu.

Relawan Pemantau Hutan Kalimantan (RPHK) menyatakan pelaksanaan rekomendasi Korsup Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjalan sangat lamban. “Fakta ini dapat dilihat dari kewajiban perusahaan pertambangan membayarkan dana jaminan reklamasi sebagai komitmen kesungguhan perusahaan dalam mengembalikan kondisi sosial dan lingkungan pasca-eksploitasi pertambangan,” kata Liu Purnomo, juru bicara RPHK di Pontianak, Senin (2/3/2015).

Data yang dihimpun RPHK, dari 42 izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan oleh Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Cornelis, baru satu perusahaan yang telah menjaminkan dana jaminan reklamasinya dengan total Rp67.818.615. Sementara, 41 IUP lainnya belum memenuhi kewajiban mengembalikan kondisi sosial dan lingkungan pasca-eksploitasi pertambangan.

Namun, secara detil, dana jaminan reklamasi tersebut ternyata hanya Rp466.107 per hektarnya (total konsesi IUP seluas 145,5 hektar) dari nilai Rp67.818.615. Dan jika dikalkulasikan kembali maka harga Rp466.107 ini setara dengan 35 batang bibit karet. Dengan asumsi, satu batang bibit seharga Rp14 ribu.

Akibatnya, lanjut Liu, kerusakan sosial dan lingkungan pasca-pertambangan harus ditanggung oleh pemerintah daerah dan merugikan keuangan daerah sendiri karena perusahaan abai melakukan reklamasi. Lokasi-lokasi bekas tambang pun tidak dapat dipergunakan lagi karena tandus dan tinggi kandungan racun.

RPHK menilai, hal ini merupakan bentuk ketidakpedulian Pemerintah Provinsi Kalbar terhadap komitmen pengembalian kerusakan lingkungan oleh perusahaan. “Perusahaan pemegang IUP juga sama sekali tidak serius dalam melakukan reklamasi pasca-penambangan,” tambah Liu.

Dia mengatakan, perusahaan pemegang IUP hanya berorientasi mengejar keuntungan sebesar-besarnya. “Pada akhirnya hanya mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Pemerintah daerah sama sekali tidak tegas dalam memaksa perusahaan untuk menjaminkan dana kesungguhan yang sepadan dengan kerusakan sosial dan lingkungan yang terjadi,” katanya.

Maka, baik Pemprov Kalbar maupun pelaku usaha, mengabaikan Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2010 tentang reklamasi pasca-tambang, yang menjelaskan bahaya kerusakan lingkungan jangka panjang dari usaha pertambangan serta kewajiban bagi setiap orang/perusahaan yang melakukan penambangan untuk melakukan reklamasi.

Aturan ini mewajibkan pelaku usaha menyusun rencana reklamasi, menyimpan jaminan reklamasi, dan melakukan pelaporan secara berkala kepada pemerintah. “Aturan ini mengikat bagi setiap IUP baik yang dilaksanakan oleh perorangan maupun badan usaha,” paparnya. Secara umum, biaya pemulihan secara langsung maupun tidak langsung mencapai 1,5 sampai 2 kali biaya produksi.

Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menyatakan sudah berlaku tegas dalam menindaklanjuti Korsup Komisi Pemeberantasan Korupsi. Bentuk tindakan tegas ini adalah pencabutan izin bagi palaku usaha yang dianggap tidak serius dalam berinvestasi.

Hingga 2 Februari 2015, Gubernur Kalbar Cornelis telah mencabut 24 IUP dari 66 total IUP yang pernah dikeluarkan. Semua wilayah konsesi izin usaha pertambangan yang telah dicabut itu harus dikembalikan kepada negara. Dalam surat keputusan itu, disebutkan pula bahwa semua kewajiban kepada pemerintah yang belum dipenuhi dan atau belum dilaksanakan oleh perusahaan yang dicabut izinnya, wajib diselesaikan oleh perusahaan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Sumber: Diolah dari 24 Surat Keputusan Pencabutan IUP oleh Gubernur Kalbar hingga 2 Februari 2015
Sumber: Diolah dari 24 Surat Keputusan Pencabutan IUP oleh Gubernur Kalbar hingga 2 Februari 2015

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,