,

Peringati Hari Jadi TN Gunung Leuser, Masyarakat Dihimbau Laporkan Perdagangan Satwa Ilegal

Di seluruh dunia, tidak ada lagi dalam sebuah bentang wilayah dimana sejumlah satwa kunci seperti harimau, gajah, badak dan orangutan hidup bersama kecuali di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Namun, keberadaan satwa kunci di ini terus menerus berkurang dengan meningkatnya deforestasi, perburuan dan perdagangan secara signifikan.

Taman Nasional Gunung Leuser yang memiliki luas 1.095.592 hektar, terletak di antara provinsi Sumatera Utara dan Aceh mulai resmi ditunjuk sebagai kawasan taman nasional sejak 6 Maret 1980.

Menurut catatan Wildlife Conservation Society (WCS) saat ini sekitar 100 harimau sumatra hidup di dalam TNGL. Bila TNGL dilihat sebagai kesatuan habitat antara Ekosistem Leuser dan Ulu Masen, maka jumlah harimau bisa mencapai 100-150. Di seluruh Sumatera, keberadaan ini merupakan proporsi penting dari sekitar 400-600 harimau Sumatra yang masih tersisa di alam, dan terus berkurang.

Kerusakan hutan, perburuan, dan perdagangan harimau yang marak, dipercaya bertanggungjawab menurunkan jumlah harimau. Konflik harimau terjadi di banyak tempat, WCS mencatat terdapat 172 konflik dalam kurun waktu 2007 – 2014. 28 ekor harimau hilang dari dalam kawasan akibat konflik dengan ternak maupun dengan masyarakat.

Demikian pula dengan gajah sumatra yang baru-baru ini mengakibatkan kematian warga di Aceh Tenggara. Hasil kajian lapangan menunjukkan bahwa korban jiwa ini membuka kebun di dalam kawasan Taman Nasional dan diinjak oleh gajah di dalam kawasan itu juga.

Andi Basrul, Kepala TNGL menyebutkan bahwa keberadaan ekosistem Leuser yang berada di provinsi Sumatera Utara dan Aceh memiliki peran penting dalam keberlangsungan dan keseimbangan ekosistem, termasuk dengan keberadaan berbagai jenis satwa di dalamnya.

“Kawasan ini kami jaga bukan untuk kami sendiri, tapi untuk kesejahteraan masyarakat,” jelasnya. Dia menyangkan pihak-pihak yang memandang bahwa mempertahankan keberadaan hutan adalah hal yang menghalangi pembangunan.

Basrul menambahkan bahwa jasa lingkungan karena adanya kawasan hutan telah menyokong kehidupan sehingga para pihak harus terus memperkuat kesadaran dan pengamanan kawasan ini. Kawasan TNGL sendiri secara terus-menerus memberikan manfaat “jasa lingkungan” sebagai penyimpan cadangan air, pengendali iklim mikro hingga penyerap karbon kepada masyarakat yang berada di sekitar TNGL bahkan hingga ke kota Medan.

Tulang belulang gajah ditemukan bersama jerat kabel di sekitar hutan Soraya-Bengkung Kota Subulussalam (2014), dekat Taman Nasional Gunung Leuser. Gajah ini dibunuh dan diambil gadingnya. Foto: Forum Konservasi Leuser

Masyarakat Dihimbau untuk Laporkan Kasus Perdagangan Ilegal dan Satwa

Dalam delapan tahun terakhir, Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, SPORC Brigade Macan Tutul dan Jajaran Polda aceh dan Polda Sumatera Selatan, telah menangani 11 kasus perdagangan satwa dilindungi yang diikuti dengan tindak proses hukum terhadap pelaku. Dari kasus tersebut, 11 orang pelaku telah dijatuhi hukuman penjara dan denda, 1 orang pelaku masih dalam proses persidangan dan 1 orang pelaku masih dalam proses penyidikan oleh petugas.

Selain itu, dalam dua bulan terakhir Balai Besar TNGL sedang menangani empat kasus terkait peredaran kayu yang berasal dari kawasan TNGL. Para pelaku saat ini sudah ditahan dan masih dalam proses penyidikan oleh PPNS.

Balai KSDA Sumatera Utara dan Aceh maupun Taman Nasional Gunung Leuser pun menghimbau agar masyarakat tidak segan untuk melaporkan jika menemukan kasus perdagangan satwa dan ilegal lainnya untuk dapat ditindaklanjuti oleh para penegak hukum.

Noviar Andayani, Country Director WCSIP menyambut baik hal ini. Menurutnya, dengan membeli dan memanfaatkan obyek hasil perburuan ilegal, pembalakan dan perambahan berarti ikut serta mempercepat kerusakan alam sekitar.

“Kami ingin mengajak masyarakat untuk berpartisipasi melestarikan hutan dan sumberdaya alam kita. Caranya mudah, dengan tidak menyimpan, membeli dan memperdagangkan satwa yang dilindungi ataupun hasil hutan seperti kayu, rotan yang bersumber dari dalam kawasan konservasi yang tidak diambil secara sah.”

Untuk memperingati hari jadi TNGL pada tanggal 8 Maret 2015, bertempat di Lapangan Merdeka Medan, pihak TNGL, WCS Indonesia Program, Biopalas (Biologi Pecinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup) Universitas Sumatra Utara, Forum Harimau Kita serta relawan dari Tigerheart menggelar kampanye bertajuk “Love Our Nature for Better Future” yang bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk mencintai lingkungan, terutama pada kelestarian hutan dan satwa liar.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,