,

Yogyakarta Siap Melaksanakan Percepatan SVLK

Pemprov Yogyakarta siap melaksanakan percepatan pelaksanaan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) pada industri kehutanan.

Hal itu ditandai dengan penandatanganan deklarasi antara Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan , Koperasi dan UKM (Disiperindagkop UKM) DIY, Riadi Ida Bagus mewakili Gubernur Yogyakarta dengan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono mewakili pemerintah pusat yang disaksikan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) DIY, Sutarto pada Senin (23/03/2015) di Yogyakarta.

Dirjen Bina Usaha Kehutanan KLHK Bambang Hendroyono mengharapkan penerapan SVLK di Yogyakarta bisa sesuai dengan harapan.  SVLK berlaku mulai 1 Januari 2015 sesuai PermenLHK No. P.95/Menhut-II/2014 tanggal 22 Desember 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P.43/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.

“Khususnya IKM (industri kecil dan menengah) dan IUIPHHK kapasitas sampai dengan 6.000 m3/tahun akan mendapatkan percepatan SVLK dengan biaya ditanggung pemerintah ,” katanya.

Oleh karena itu KLHK akan memfasilitasi pelaksanaan sertifikasi termasuk pendampingan dalam rangka persiapan sertifikasi serta kepemilikan pertama bagi IKM secara berkelompok dalam rangkat mempercepat perolehan SVLK bagi IKM. Ini menjadi solusi bagai pemegang IUIPHHK kapasitas s.d 6.000 m3/tahun yang belum memiliki Sertifikat Legalitas Kayu (SLK).

“Untuk mempercepat upaya tersebut, maka dibuatlah program “Percepatan Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK kapasitas s.d 6.000 m3/tahun, TPT, Hutan Hak dan IKM Mebel ini,” katanya.

Bambang menjelaskan ada 1300-an dari sekitar 3700 perusahaan yang mempunyai SLK. Penerapan SVLK ini bertujuan untuk memberantas pembalakan liar. Dalam 10 tahun terakhi,r illegal logging kita tinggal 20 kasus dari 50an kasus/temuan.

Sedangkan Kepala Dishutbun DIY Sutarto mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk membuat data base, indentifikasi SVLK, peningkatan kapasitas bagi pelaku usaha dan peningkatan peran para pihak terkait percepatan SVLK.

Data Dishutbun DIY menunjukkan ada 4 dari 31 pemegang IUIPHHK di Yogyakarta yang telah punya SVLK. Sebagian besar IUIPHHK adalah penggergajian dengan kapasitas dibawah 2000 m3 /tahun. Ada 28 dari 56 unit IKM mebel yang sudah memiliki SLK. Selain itu ada 7 lokasi pengelola hutan yang sudah memiliki PHBL.

“Harapan besar SLK memberikan manfaaat jaminan bahwa hasil kayu yang diperdagangkan untuk pasar domestik dan ekspor adalah kayu legal,” katanya.

Sementara itu Kepala Disiperindagkop UKM DIY, Riadi Ida Bagus yang membacakan sambutan Gubernur DI Yogyakarta mengatakan, adanya sistem SVLK akan memastikan produk kayu dan bahan bakunya dapat diperoleh dari sumber yang asal-usulnya dan pengelolaanya memenuhi aspek legalitas.

“Kayu disebut legal bila asal-usulnya, ijin penebangannya, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan dan perdagangan atau pemindahtanganannya dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan legal yang berlaku,” kata Gubernur.

Ia menambahkan, sumber daya hutan telah jadi modal utama pembangunan ekonomi, memberikan dampak positif bagi peningkatan pendapatan negara dan peningkatan tenaga kerja serta mendorong pengembangan wilayah. Pemanfatan hutan untuk memperoleh pemanfatan maksimal harus dengan tetap menjaga kelestarian hutan itu sendiri.

Pada kenyataannya, pemanfaatan hutan produksi baru pada bagaimana hutan tersebut mampu memproduksi kayu yang berkualitas. Pemerintah menerapakan SVLK untuk memastikan agar produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Dampak strategisnya, produk kayu di Indonesia yang disertai verifikasi legal akan lebih diterima di pasar dunia.

Untuk itu, maka dengan SVLK para petani dari hutan rakyat dan masyarakat dapat menaikkan posisi tawar dan tidak perlu risau keabsahan hasil kayunya ketika akan dijual. Demikian juga produsen kayu mebel yakin akan sumber bahan kayunya sehingga lebih mudah meyakinkan para pembeli di luar negeri.

“Produk kayu yang telah tersertifikasi ternyata meningkat setiap tahun. Pada tahun 2006 hutan prosuksi yang bersertifikat adalah 370,8 juta meter persegi. Luas tersebut bertambah 416,4 juta pada 2008,artinya pasar merespon positif hasil produk kayu bersertifikat,” katanya.

Perusahaan mebel harus memastikan legalitas sumber kayu, namun demikian tingkat pengendalian pengangkutan dari kayu ke industri masih rendah. Hal ini karena masih lemahnya sanksi yang diberikan pejabat berwenang terhadap prosedur pengangkutan kayu.

Ada banyak penyalahgunaan dokumen, hingga ada perbedaan jumlah kayu yang diangkut atau diolah dengan apa yang dilaporkan. Untuk itu perlu adanya pemeriksaan secara periodik dan dapat diakses publik untuk melakukan kontrol.

Hambatan dan Tantangan

Sedangkan Dwi Nugroho dari lembaga Arupa mengatakan adanya roh perubahan dan perbaikan tata kelola kehutanan dari penerapan SVLK yang merupakan intervnesi pemerintah untuk perdagangan kayu yang lebih baik. Pelaku industri kayu di Yoyakarta juga sudah siap mendapatkan SVLK baik biaya sendiri maupun dibantu oleh pemda.

Sementara itu, pendamping SVLK Sugeng Triyanto mengatakan kebijakan daerah masih jadi penghambat penerapan SVLK di Yogyakarta yaitu perzinan dan dokumen PUHH yang masih carut marut. Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pajak daerah belum mengetahui tentang SVLK.

“Perlu ada inovasi kebijakan untuk mendorong agar tidak ada lagi masalah diperijinan dalam mempercepat SVLK di DIY,” kata Sugeng.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,