,

Kotoran Manusia Diubah Jadi Pupuk dan Energi Di Tempat Ini

Masyarakat seringkali tidak memperhatikan bagaimana membuang atau mengolah limbah rumah tangga yang tidak mengganggu lingkungan. Masyarakat menganggap pengelolaan lingkungan dianggap urusan yang memboroskan biaya dan tidak menguntungkan. Padahal limbah domestik seperti kotoran manusia ternyata masih bisa dimanfaatkan.

Direktur Pusat Studi Lingkungan Universitas Surabaya (PSL Ubaya), Yunus Fransiscus mengatakan sudah saatnya masyarakat diajak untuk memanfaatkan limbah domestiknya menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis. Oleh karena itu, Yunus bersama tim PSL Ubaya membuat proyek percontohan yang mengolah kotoran manusia menjadi pupuk organik dan biogas dengan teknologi yang sederhana.

“Sampah tidak selalu memiliki arti negatif. Seperti Kota Surabaya yang sudah bisa dikatakan berhasil ketika masyarakatnya mampu mengubah sebagian sampah organik menjadi organik kompos. Itu merupakan material yang bagus, berguna dan punya nilai ekonomi,” kata Yunus yang ditemui Mongabay pada minggu kemarin di Surabaya, Jawa Timur.

Perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat menjadi tujuan utama, memanfaatkan sampah yang dihasilkan menjadi sesuatu yang lebih bernilai manfaat.

“Idenya adalah menstimulasi masyarakat dan dunia usaha untuk mulai berpikir apa yang bisa dipakai dari sampah,” ujar Yunus yang menyebut pendekatan ini sebagai bagian dari konsep Ekonomi Biru.

Dia mengilustrasikan kotoran dari 3,5 juta penduduk Surabaya bisa menjadi dikumpulkan menjadi bank pupuk organik dan biogas. “Indonesia itu negara agraris, kita sangat perlu pupuk untuk mensuplai para petani,” terangnya.

Dari hasil uji coba 10 kg kotoran yang terkumpul dalam kondisi relatif murni, akan dapat dihasilkan sekitar 4-6 kg pupuk atau sekitar 40 persen dari volume awal.

“Ada beberapa tahapan yang dilakukan, pertama pengumpulan, pengubahan atau pengalihan material kotoran menjadi bahan berguna, kemudian aplikasi penerapan dari hasil itu ke lahan pertanian,” lanjut Yunus yang mengaku tidak membutuhkan material tambahan untuk mengubah tinja menjadi pupuk organik.

Pada setiap toilet di Ubaya Training Center, Trawas, Mojokerto, Jatim, sudah dipasang pemisah feses dengan urin, yang masing-masing dapat digunakan untuk pupuk.

Model kloset duduk yang memisahkan antara feses dengan urine di Ubaya Training Center, Mojokerto, Jatim. Foto : Petrus Riski
Model kloset duduk yang memisahkan antara feses dengan urine di Ubaya Training Center, Mojokerto, Jatim. Foto : Petrus Riski

Pembuangan kotoran atau tinja manusia melalui pipa yang disalurkan langsung ke tempat pemampungan khusus yang telah dibuat sebelumnya. Sedangkan urine yang dibuang disalurkan ke tempat penampungan lain yang berbeda dengan tinja.

Yunus mengatakan bahwa kotoran manusia yang tidak banyak tercampur dengan air akan lebih bagus kualitasnya untuk dijadikan bahan pupuk organik.

“Proyek percontohan yang saya buat di Lumajang, pada salah satu keluarga petani disana, mereka berhasil memisahkan dua material yaitu tinja dan urine. Hasilnya pupuk organik yang dihasilkan sangat bagus dan hasil pertaniannya juga lebih bagus,” terangnya.

Mengubah paradigma

Masyarakat seringkali beranggapan pengelolaan lingkungan tidak menguntungkan. Padahal pengelolaan lingkungan ternyata bisa menguntungkan. Yunus melihat ini menjadi tantangan sekaligus peluang menjadikan kegiatan ekonomi dan pelestarian lingkungan berjalan seiring.

“Seringkali kita terhalang dengan pemikiran-pemikiran yang dianggap susah atau butuh banyak biaya, padahal biaya yang dikeluarkan akan kembali dan dapat dirasakan manfaatnya di kemudian hari,” tandas Yunus.

Edukasi dan penyadaran di kalangan masyarakat terutama pelaku usaha sangat penting dilakukan, karena hal tersebut menjadi kunci dasar perubahan perilaku masyarakat terkait pengelolaan dan pemanfaatan sampah.

Selain kotoran manusia, sampah limbah domestik juga berpotensi diolah menjadi barang ekonomis

“PR besar kita itu adalah edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Harapan kedepan adalah kita bisa mensejajarkan antara aspek ekonomi dan aspek lingkungan, sehingga upaya pengelolaan lingkungan dapat berjalan lebih efektif, karena orang bisa melihat nilai ekonominya disamping nilai pengelolaan lingkungannya,” tandasnya.

Yunus menegaskan bahwa masyarakat memiliki kesadaran yang sama untuk mengolah limbah rumah tangganya, maka selain lingkungan hidup tetap terjaga, pemasukan secara finansial akan juga didapatkan oleh masyarakat.

Peserta Konggres Blue Economy pun mengunjungi proyek percontohan pengolahan kotoran manusia di Ubaya Training Center sebagai contoh konkrit penerapan konsep ekonomi biru.

Youko Tomizuka, peserta kongres dari Jepang mengapresiasi proyek percontohan tersebut, dan berharap dapat diterapkan oleh masyarakat di negara lain.

“Ini adalah inisiatif dari akademisi di lembaga pendidikan. Mereka melakukan perubahan terhadap alam, dan saya pikir kegiatan ini bisa disampaikan kepada masyarakat,” ujar Youko.

Dia menambahkan proyek ini mendorong masyarakat untuk mengurangi limbah dengan mendaur ulangnya dan lebih menghargai alam.

Kongres Ekonomi Biru

Paradigma mengolah limbah produksi menjadi bernilai ekonomis bagi masyarakat terutama pengusaha merupakan bagian dari konsep ekonomi biru yang dibahas pada The 9th World Congress on Blue Economy, di Surabaya pada pertengahan April 2015.

Pembina Yayasan Ekonomi Biru, Sri Woro Harijono mengatakan konsep ini sebagai sarana transfer pengetahuan kepada masyarakat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat secara khusus.

Pendiri sekaligus peneliti Zero Emissions Research and Inititives (ZERI) Gunter Pauli mengutarakan, konsep ekonomi biru merupakan model ekonomi yang lebih mudah dan efisien untuk dijalankan, dibandingkan dengan ekonomi hijau yang dinilai membutuhkan lebih banyak biaya.

“Dalam blue economy kami melakukan inovasi, namun tidak hanya inovasi dan teknologi tetapi inovasi dan bagaimana melakukan bisnis,” ungkap Gunter. Dia mencontohkan cerita sukses pembuatan produk kertas berbahan baku batuan di Afrika Selatan.

Contoh sukses itu bakal ditiru pemprov Jatim.“Success story mengenai bekas gurun di South Africa yang batuan itu, bisa jadi kertas. Saya membayangkan di Pacitan, Trenggalek itu kan bisa juga, pabrik kertas berbasis batuan, namanya stone paper,” kata Asisten bidang Perekonomian, Sekretaris Daerah Pemprov Jatim Hadi Prasetyo,

Sementara itu Gubernur Jawa Timur Soekarwo menanggapi positif konsep ekonomi biru dalam penerapan pembangunan berkelanjutan, karena model itu akan menyerap banyak tenaga kerja, yang otomatis meningkatkan ekonomi masyarakat. Soekarwo meyakini konsep ekonomi biru dapat mensinergikan antara ekonomi serta lingkungan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,