,

Hingga April, 30 Individu Orangutan Peliharaan Warga Telah Disita

Sustyo Iriyono, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, lega. Upaya penyelamatan orangutan yang dilakukan pihaknya dengan dukungan Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) dan masyarakat di sejumlah wilayah Kalimantan Barat mulai membuahkan hasil.

Hingga April 2015, sebanyak 30 individu orangutan peliharaan warga berhasil disita. Yang terakhir, tiga individu orangutan berhasil diamankan dari warga di Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang. “Sebagian besar, informasi ini justru berasal dari masyarakat yang mulai prihatin akan nasib orangutan,” ujarnya, Rabu (29/04/2015).

Saat ini, 30 orangutan tersebut, sudah berada di shelter YIARI Kabupaten Ketapang. Mereka harus menjalani masa rehabilitasi, sebelum dilepasliarkan. Pasalnya, mayoritas sudah tidak bisa mencari makan sendiri di habitatnya. “Dalam waktu dekat, ada enam individu yang akan kita rilis. Menurut peneliti YIARI, habitat pelepasliaran akan dilakukan di Kawasan Taman Nasional Gunung Palung, Kabupaten Kayong Utara.”

Sustyo menjekaskan, memelihara orangutan sama saja dengan melanggar Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam dan Keanekaragaman Hayati. Ancaman hukumannya kurungan maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. Karena itu, keterlibatan masyarakat dalam menjaga populasi satwa yang dilindungi ini merupakan hal yang menggembirakan. “Kesadaran masyarakat telah meningkat dan kita harus memberikan apresiasi.”

Tidak ditampik, investasi di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan menyebabkan habitat orangutan tergusur. Habitatnya yang kian menyempit, menyebabkan orangutan kerap mendatangi permukiman. Celakanya, masyarakat yang takut dengan kera besar Asia ini, tak jarang menganggapnya sebagai musuh yang mesti dibunuh. Belum lagi dengan kebakaran hutan yang masih terjadi. “Faktor yang menyedihkan, ada pihak yang sengaja membunuhnya utk diawetkan bahkan dimakan,” tuturnya.

Saat ini, kata Sustyo, populasi orangutan kalimantan diperkirakan hanya 57 ribu individu. Jumlahnya masih lebih banyak bila dibandingkan dengan orangutan sumatera yang ditaksir hanya sekitar 7.500 individu. Padahal, orangutan merupakan primata yang berkembang biak sangat lambat. Seekor betina hanya melahirkan sekali dalam tujuh hingga delapan tahun.

Memprihatinkan

Dihubungi terpisah, Karmele Sanchez, Program Director YIARI, membenarkan bahwa pihaknya memang menerima tiga orangutan sitaan tersebut. Menurutnya, ketiganya masih anakan, bahkan satu individunya masih bayi dengan kondisi memprihatinkan karena malnutrisi. Mungkin, bayi ini diberi makanan dan minuman yang tidak cocok. Padahal, bayi orangutan hanya minum air susu ibunya hingga usia tiga tahun. “Kasus-kasus sebelumnya, kebanyakan orangutan diberi makanan dan minuman yang sebenarnya untuk konsumsi manusia.”

Menurut Karmele, bayi orangutan ini harus mendapatkan perawatan lebih lama, ketimbang dua anak orangutan lainnya. Meski begitu, ketiganya tetap menjalani program rehabilitasi karena mereka tidak ada induknya lagi. ”Orangutan akan hidup bersama induknya hingga usia tujuh atau delapan tahun. Selama itu, ia akan diajari bagaimana memilih pohon untuk bersarang, posisi pohon untuk bergantung, mencari makan, dan bertahan dari serangan musuh,” jelasnya.

Seminggu sebelumnya, tim BKSDA Kalimantan Barat juga telah menyelamatkan satu individu orangutan yang dipelihara oleh warga Kabupaten Kubu Raya. Orangutan bernama Mery tersebut telah diserahkan ke YIARI untuk direhabilitasi.

Peta Distribusi Orangutan di Indonesia. Sumber: www.forina.or.id
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,