,

Longsor di WKP Panas Bumi Pengalengan, Lima Orang Tewas

Pada Senin (5/5/15) pukul 14.30 terjadi longsor di Wilayah  Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi,  PT Star Energy Geothermal Ltd Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Longsor menyebabkan 11 rumah warga rusak dan enam tertimbun tanah serta lima orang meninggal dunia.

“Hari ini ditemukan kembali satu korban. Total lima orang meninggal, satu luka berat dan tujuh luka ringan. Masih ada lima belum ditemukan. Diharapkan proses evakuasi selesai dalam tujuh hari,” kata Marlan, Ketua Harian Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten Bandung, via telepon, Kamis (7/5/15).

Apa kata Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral? Tisnaldi, Direktur Panas Bumi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM kepada Mongabay, mengatakan, tiga hari sebelum longsor, hujan deras dengan intensitas cukup tinggi.

“Ini menyebabkan retakan dan pergerakan tanah atau longsor. Ketinggian tebing longsor sekitar 30 meter dan berjarak pipa kita sekitar 100 meter. Ini membuat reruntuhan tanah menerjang pipa,” katanya.

Terjangan longsor menyebabkan pipa Star patah menjadi tiga bagian. Longsoranpun berlanjut sampai ke tebing satu lagi, jarak dengan pipa sekitar 200 meter. “Cukup jauh. Tapi begitu tinggi intensitas air hujan, dan begitu besar tekanan longsor hingga jarak 200 meter terlampaui. Terus ke pemukiman penduduk,  dan rumah mereka tertimbun longsor.”

Longsor ini, katanya, murni bencana alam. “Ikut berduka. Pipa kontraktor juga patah padahal posisi sesuai prosedur keselamatan kerja.”

Pipa tak isi gas

Dia mengatakan, dalam pipa itu tidak mengandung gas tetapi aliran air panas dan uap. Tekanan juga tidak terlalu besar. “Yang besar tekanan jatuhnya tanah longsor. Selain tekanan, volume juga besar. Hingga luas daerah terdampak atau tertimbun tanah longsor sampai 13 hektar,” katanya.

Saat itu, katanya, pipa tertimbun longsoran tanah, hingga belum bisa mematikan aliran. “Aliran ini menimbulkan bunyi keras. Disebutlah ledakan. Jadi bukan pipa yang meledak. Ini harus saya tekankan.”

Saat ini, ESDM melakukan evakuasi, dan pembenahan. “Takut terjadi longsor ulangan. Karena sampai tadi malam dan hari ini masih hujan.”

Kementerian ESDM juga mengevaluasi jalur pemasangan pipa. “Apakah pipa akan dipindahkan, atau warga yang direlokasi. Untuk pemasangan kembali pipa perlu enam bulan. Apakah akan dipertahankan di tempat sama, atau berubah?  Ini masih dikaji,” kata Tisnaldi.

Menurut dia, areal kerja panas bumi hendaknya bebas dari pemukiman penduduk. “Khusus di areal produksi termasuk jalur pipa.”

Dampak pipa putus ini, aliran air panas dan uap yang sedianya memutar turbin berhenti hingga menyebabkan kapasistas listrik 227 megawatt setop.

Ada peringatan dini

Sebelum kejadian, Badan Geologi dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sudah memberikan peringatan dini. Sebab, ditemukan retakan tanah sedalam 2,5 meter dengan luas 300 meter. Badan Geologi dan PVMBG juga membuat rekomendasi segera mengevakuasi warga. Namun evakuasi belum berjalan, bencana sudah terjadi.

“Memang ada pakar Badan Geologi mengidentifikasi potensi bencana. Sosialisasi sudah dilakukan mereka. Seyogyanya sudah sampai kepada masyarakat. Saya tak mau menuduh peringatan dini itu diabaikan atau tidak. Perlu kita evaluasi,” katanya.

Tisnaldi membantah anggapan koordinasi dengan Pemda Jabar tidak berjalan. “Sebenarnya secara SOP, lokasi Star berada di jarak aman. Jauh dari masyarakat. Namun, dengan kejadian ini akan evaluasi kerawanan tanah disana. Juga akan mengevaluasi lokasi dan kualitas pipa. Sejauh ini kualifikasi pipa memenuhi persyaratan.”

Saat ini, katanya, perusahaan aktif penanganan evakuasi. “Supaya tidak terjadi lagi, kita koordinasi dengan pihak terkait terutama Badan Geologi dan ahli geodesi untuk mengevaluasi semua tebing di dekat wilayah kerja. Kita tak ingin kejadian serupa terulang,” ujar dia.

Tak hambat energi bersih

Bagi Tisnaldi, peristiwa ini pelajaran dan pengalaman pahit. Namun,  dia berharap, kejadian ini tidak menghambat pengembangan energi panas bumi nasional. Sebab, baik praktik dan teori, panas bumi adalah energi yang bersih, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

“Karena panas bumi harus menjadi mainstream bukan energi alternatif. Kita akan bergerak massif. Jangan ini menjadi satu acuan bagi masyarakat bahwa geothermal harus ditolak. Ini betul-betul bencana alam.”

Saat , ini dirjen EBTKE Kementerian ESDM menargetkan energi baru dan terbarukan 2025 mencapai 25%. Untuk panas bumi menjadi 4.500 megawatt, 26 WKP baru siap ditawarkan kepada investor.

Edi Rifai, Kasubdit Panas Bumi Ditjen EBTKE mengatakan, penentuan daerah pembangkit listrik tenaga panas bumi lewat kajian. Sejauh ini, kajian menyebut daerah itu aman WKP panas bumi dan bisa dilalui pipa.

“Sebelumnya daerah itu tidak ada penduduk. Jarak 200 meter pemukiman tak ada. Belakangan banyak penduduk tinggal dan mendirikan bangunan. Pipa sudah ada duluan sebelum pemukiman. Cuma relokasi memang susah. Harusnya memang steril.”

Hutan gundul

Dalam siaran pers, Walhi Jabar menyoroti soal di kawasan bencana kondisi hutan sudah lama gundul. Lahan gundul seluas lima hektar itu wilayah kerja Perum Perhutani.

“Kemungkinan retakan tanah terjadi karena hutan rusak. Satu sisi lain aktivitas geothermal bisa menyebabkan kondisi tanah berubah dengan ada getaran-getaran eksploitasi panas bumi. Sisi lain, instensitas hujan beberapa hari belakangan cukup tinggi,” kata bagian Advokasi Kebencanaan Walhi Jabar,  Iwank Wahyudin.

Iwank mengatakan, pemerintah, Perhutani, dan Star tidak cukup baik memperhatikan lingkungan, baik kawasan hutan maupun masyarakat sekitar. “Kami sangat kecewa dan menyayangkan Perum Perhutani sebagai institusi yang memilki kewenangan mengelola hutan mengabaikan kondisi lingkungan. Hutan gundul seharusnya dihijaukan kembali bukan dibiarkan. Jika diabaikan bisa memicu bencana,” katanya.

Star, katanya, seharusnya andil dalam menjaga, merawat serta melestarikan lingkungan sekitar hutan. Termasuk menjamin warga sekitar lokasi aman, selamat dan sejahtera.

Untuk itu, kata Iwank, pemerintah harus mengevaluasi Star Energy ekspolitasi panas bumi maupun perusahaan geothermal lain di Jabar dan Indonesia.

Dia juga meminta, pemerintah mengevaluasi kinerja Perhutani dalam mengelola hutan yang dikerjasamakan dengan perusahaan geothermal.”Pemerintah dan perusahaan harus  menjamin keamanan dan keselamatan warga korban pasca bencana. Star dan Perhutani harus bertanggung jawab memperbaiki dan memulihkan kerusakan hutan.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,