, ,

Perubahan Iklim? Usah Ragukan Komitmen Indonesia untuk Mengatasinya

Komitmen Indonesia terhadap masalah perubahan iklim tidak perlu diragukan lagi. Indonesia termasuk sebagai negara perintis yang berinisiatif menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak satu dekade lalu.

Rachmat Witoelar, utusan khusus Presiden Indonesia untuk pengendalian perubahan iklim, menuturkan bahwa keseriusan Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim sudah jelas. Menurutnya, inti dari perubahan iklim tersebut adalah dengan secara aktif menurunkan emisi GRK dan melakukan upaya nyata mempertahankan keragaman hayati yang ada.

“Indonesia sudah berkomitmen sejak 2004, dan setiap konferensi perubahan iklim termasuk yang di Lima, Peru, lalu kita selalu di depan. Kita berharap, negara lain ikut jejak kita,  berinisiatif menurunkan emisi GRK hingga 26 persen pada 2020 nanti. Mengapa? Karena, dengan kebersamaan seluruh negara di dunia, penyelamatan bumi dapat dilakukan.”

Untuk menuju Konferensi  Perubahan Iklim COP 21 Paris, Perancis, Desember 2015, kita sedang mempersiapkan  segalanya. Terutama untuk menunjukkan apa yang telah Indonesia lakukan dalam menurunkan emisi GRK yang harus kita lakukan dengan ambisius.

Persiapan ini dilakukan oleh tim handal yang melibatkan semua ahli, tokoh, dan utusan kementerian guna mematangkan strategi yang ujungnya nanti kita bisa menanamkan pengaruh kita pada arena negosiasi. “Negosiasi ini untuk membujuk negara lain agar mengikuti kebijakan yang telah kita lakukan terhadap perubahan iklim. Juga, dapat memberikan peluang kepada Indonesia dan negara lain dalam hal pengembangan capacity building, pendanaan, dan lainnya. Ini yang kita kejar,” paparnya pada acara Indonesia Climate Change Education Forum & Expo (ICCEFE) di Assembly Hall, Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (15/05/2015).

Terkait BP REDD+ dan DNPI yang sudah terintegrasi dalam KLHK dan posisinya sebagai utusan khusus presiden, Rahmat Witoelar menyatakan tidak ada masalah. Justru,  dua lembaga yang telah dilebur itu yang ia tangani.  “Malahan, saya dan mantan staf DNPI (Dewan Nasional Perubahan Iklim) mendapat kaki yang lebih kokoh dan lebih luas. Kalau dahulu staf DNPI hanya 60 orang kini ada 18 ribu staf,” ujarnya.

Saya ditugasi untuk mengkoordinasi itu semua. Tinggal keyakinan kita saja dan mengajak masyarakat banyak untuk menjalankan program yang ada. Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran. “Selanjutnya, mengatasi perubahan iklim harus diarahkan ke masa depan. Usaha kita harus ditingkatkan dengan membangun infrastruktur ramah lingkungan.”

Rachmat Witoelar, staf khusus presiden untuk pengendalian perubahan iklim, menjelaskan sejauh mana tekad Indonesia mengatasi perubahan iklim. Foto: Rahmadi Rahmad
Rachmat Witoelar, staf khusus presiden untuk pengendalian perubahan iklim, menjelaskan sejauh mana tekad Indonesia mengatasi perubahan iklim. Foto: Rahmadi Rahmad

Tekad

Deforestasi merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar kedua setelah pembakaran bahan bakar fosil. Pemerintah Indonesia telah menetapkan kehutanan sebagai sektor utama guna pencapaian target penurunan emisi GRK tersebut.

Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Staf Ahli KLHK Bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim, Yetti Rusli menyatakan bahwa untuk mengatasi perubahan iklim maka kita harus fokus pada kegiatan yang tidak merusak lingkungan. “Dikarenakan perubahan iklim ini merupakan permasalahan bersama maka harus ada komitmen lintas negara untuk mengatasinya.”

Dampak perubahan iklim, nyatanya telah kita rasakan dengan intensitas hujan yang tinggi, musim hujan dan kemarau yang tidak pasti datangnya, badai yang menerpa, hingga bencana banjir maupun longsor yang acap terjadi. “Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi hingga 26 persen pada 2020 nanti serta sedang melakukan pengembangan emisi rendah karbon pula.”

Menurut Siti, komitmen Indonesia terhadapa permasalahan perubahan iklim dapat dilihat dalam Peraturan Presiden No 61/2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang merupakan pedoman perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi penurunan emisi GRK.

Peraturan ini merupakan tekad nyata Pemerintah Indonesia guna menurunkan emisi GRK sebesar 26 persen dengan usaha sendiri atau mencapai 41 persen dengan bantuan internasional pada 2020 nanti.

“KLHK pun telah bersungguh untuk menurunkan emisi GRK melalui kebijakan perpanjangan moratorium izin hutan dan lahan gambut, memberantas pembalakan liar, hingga menjaga keanekaragaman hayati dan masyarakat adat yang bermukim di kawasan hutan. “Ini komitmen yang akan terus dijalankan,” paparnya.

Indonesia memiliki potensi besar di bidang kemaritiman yang harus dikembangkan. Foto: Rhett Butler

Untuk sektor kemaritiman, Indroyono Soesilo, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, dalam sambutannya yang diwakili oleh Sesmenko Bidang Kemaritiman, Asep Djembar Muhammad, mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dari segi kemaritiman. Sebagai negara yang memiliki garis pantai yang panjang sudah sepatutnya potensi yang ada ini dikembangkan.

Menurut Indroyono, pembangunan maritim yang berkelanjutan, telah dikembangkan melalui pemanfaatan biota laut yang mampu menyerap karbon dioksida dua kali lipat jumlahnya dibanding tumbuhan lain.

Biota laut yang telah dikembangkan adalah rumput laut yang telah dijadikan bioetanol serta ganggang hijau yang telah dijadikan biofuel. Bahkan, ganggang ini memiliki efisiensi hingga 40 persen untuk dijadikan bioetanol ketimbang kelapa sawit.

Alasan lainnya mengapa ganggang berprospek cerah untuk dijadikan bioenergi adalah ganggang memiliki kandungan minyak yang tinggi, hidup jutaan tahun, dan memilki lemak organik. “Presiden mengajak kita untuk kembali ke laut setelah lama kita memunggunginya. Inilah potensi besar yang harus kita teliti.”

Pengembangan biota laut untuk energi terbarukan sekaligus mengurangi dampak perubahan iklim guna mewujudkan poros kemaritiman merupakan tekad Indonesia. “Program ini diharapkan dapat membawa kesejahteraan dan kemaslahatan rakyat Indonesia,” paparnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,