,

Jabar Kembangkan Rekayasa Genetik, Untuk Kembalikan Kejayaan Ternak dan Holtikultura Lokal. Seperti Apa?

Keberadaan hewan ternak maupun holtikultura impor di seluruh Indonesia saat ini membantu Pemerintah memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, ada kekhawatiran beredarnya produk  impor, meminggirkan produk lokal.

Untuk itu, Pemerintah mulai mempertahankan ketahanan pangan. Salah satunya, dengan melakukan mengembangkan produk ternak dan holtikultura di berbagai daerah. Tahap awal pengembangan dilakukan di Jawa Barat.

Pengembangan tersebut melibatkan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Pemprov Jabar, berlokasi di sejumlah kawasan di Jabar.

Menristekdikti M. Nasir mengatakan, program yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan tersebut dinilai sudah tepat dilaksanakan karena, saat ini serbuan produk impor untuk hewan ternak dan holtikultura sudah semakin tak terbendung.

“Jika ingin mengeliminasi produk impor secara perlahan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengembangkan produk sendiri yang sudah ada. Pengembangan dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan daya saing tapi tetap bisa menekan biaya produksi,” ujar M Nasir di Gedung II BPPT, Jakarta, Selasa (19/05/2015).

Sementara, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengakui saat ini daya saing produk ternak dan holtikultura di wilayahnya melemah menghadapi produk impor, bahkan bersaing sesama produk lokal.

“Kita tidak mau produk ternak dan holtikultura di Jabar semakin tersingkirkan. Karena, faktanya saat ini Jabar adalah salah satu daerah penghasil produksi ternak dan holtikultura terbanyak di Indonesia,” jelasnya.

Pengembangan Ternak dan Holtikultura

Gubernur Jabar mengatakan tahap awal pengembangan akan fokus pada sejumlah produk ternak dan holtikultura, seperti  sapi perah dan potong serta sapi pasundan di peternakan milik PT. KAR Bogor.

Selanjutnya, pengembangan domba aduan Garut, yang diharapkan ditingkatkan populasi 2-5 ekor per kelahiran. Juga dikembangkan ikan air tawar yang bernilai ekonomi lebih tinggi dari ikan laut.

“Ada ikan gurame, ikan nila, ikan emas dan ikan sidat. Jenis-jenis tersebut menjadi primadona dalam penjualan ikan,” tutur Ahmad.

Untuk holtikultura, pengembangan akan dilakukan pada mangga gedong gincu dan mangga dermayu yang berasal dari Kabupaten Indramayu. Menurut Ahmad, mangga jenis tersebut pantas untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan khas Jabar.

Produk yang dikembangkan tersebut, kata Ahmad, akan difokuskan di wilayah Selatan Jabar untuk produk ternak, utara Jabar untuk produk padi, dan Subang untuk buah-buahan.

“Dengan penerapan ilmu pengetahuan berbasis keanekaragaman hayati dalam program ini diharapkan bisa mengembalikan kejayaan produk dalam negeri yang sudah lama menghilang,” tambahnya.

Rekayasa Genetik

Untuk mencapai rencana dan target yang ditetapkan, program tersebut mengadopsi sistem rekayasa genetik yang diterapkan untuk semua jenis produk ternak dan holtikultura yang masuk dalam program. Untuk tahap awal, produk yang dilibatkan adalah penelitian dan produksi sapi unggul di PT KAR Bogor.

Ada tiga tahapan yang harus dilalui dengan melibatkan pakar seperti peneliti, birokrat dan swasta yang memiliki peternakan, yaitu produksi sperma sexin, menggunakan pejantan unggul sapi potong dan perah serta sapi pasundan yang dipelihara PT KAR di Parung, Bogor. Koleksi sperma menggunakan vagina buatan, selanjutnya  dianalisa kualitasnya. Sperma yang memenuhi syarat selanjutnya diproses untuk dilakukan pemisahan jantan dan betina (sexing) dan dibekukan sesuai prosedur.

Tahap dua Seleksi, sinkronisasi dan IB Sexing, dilaksanakan oleh tim UPT Sapi Potong Cijeungjing, Jabar untuk peningkatan populasi dan mutu genetik ternak serta pelestarian plasma nutfah sapi Pasundan. Sperma yang digunakan adalah sperma yang telah diproduksi PT KAR.

Tahap tiga, agribisnis peternakan dan pengolahan hasil, yang dilakukan dengan konsep pertanian terpadu berbasis peternakan, dengan memanfaatkan fasilitas di Agrotechnopark  (ATP) di Cikadu, Jabar.

Melalui penerapan rekayasa genetik, Asisten Deputi Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenristekdikti Hadirin Suryanegara, berharap, produk ternak, khususnya sapi pasundan bisa kembali bagus. Dari program tersebut, diharapkan bobot sapi yang saat ini rerata 300 kilogram bisa kembali ke berat awal sekitar 700 kilogram.

“Berat sapi Pasunda pada 40 tahun lalu itu bisa 700 kg. Tapi sekarang lihat saja, 300 kg saja sudah untung. Kita ingin mengembalikan itu. Dengan teknologi, kita harapkan output lebih bagus dengan modal lebih ekonomis,” pungkasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,