,

Kala Tuntutan Korupsi Annas Maamun Tertunda, Ada Apa?

Annas Maamun dilarikan ke rumah sakit. Dokter menyatakan kesehatan baik dan bisa melanjutkan persidangan. Namun Annas mengaku tidak siap hingga majelis hakim memutuskan menunda pembacaan diktum tuntutan. Pembacaan tuntutan dilanjutkan pada sidang, Senin (25/5/15).

Annas Maamun, Gubernur Riau non aktif,  memasuki ruang sidang menggunakan kursi roda, Rabu (20/5/15). “Saya sakit. Demi Allah,  saya sakit. Tak sanggup saya lagi,” katanya di depan majelis hakim. Jarum jam menunjukkan pukul 18.30.

Saat itu, kali kedua Annas masuk ke ruangan PN Bandung, Begitu sidang mulai lagi, Annas mengaku pusing. Penuntut Umum meminta sidang dilanjutkan.

“Menurut hasil pemeriksaan dokter, kondisi terdakwa baik. Kondisi jantung baik, kadar oksigen dalam darah cukup, tekanan darah normal, tak ada masalah. Kami hanya butuh dua menit untuk membacakan diktum dari surat tuntutan yang sudah kami bacakan dari tadi,” kata Irene Putrie, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Betul saya sakit, Yang Mulia. Tadi disuntik dua kali. Tak sanggup saya lagi. Lebih baik mati ajalah saya kalau begini,” katanya.

Akhirnya majelis hakim mengabulkan permintaan Annas menunda pembacaan tuntutan pada sidang lanjutan, Senin (25/5/15). “Kita tunda sampai Senin. Kalaupun saudara sakit, kami hanya terima keterangan dari dokter. Kalau Senin masih begini juga, tuntutan tetap dibacakan,” kata Hakim Ketua,  Barita Lumban Gaol.

Sebelum itu, sekitar pukul 10.00, kala pembacaan tuntutan, Annas dilarikan ke rumah sakit karena mual dan muntah. Majelis hakim menskors sidang hingga kesehatan Annas pulih kembali.

JPU terdiri dari Irene Putrie, Wawan Yunarwanto, Ariawan Agustiartono, Christianti, dan Taufiq Ibnugroho secara bergantian membacakan berkas tuntutan setebal 624 halaman.

Dakwaan Annas kombinasi kumulatif. Dia didakwa menerima suap total Rp5,5 miliar dari Gulat Medali Emas Manurung, Edison Marudut Marsadauli Siahaan, dan Surya Darmadi dari PT Duta Palma.

Dakwaan pertama, melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang Tindak Pidana Korupsi karena menerima uang US$166.100 (setara Rp2 miliar) dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut Marsadauli Siahaan.  Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.

Annas terbukti memasukkan lahan dikelola Gulat di Kuantan Singingi seluas 1.088 hektar dan Bagan Sinembah Rokan Hilir 1.214 hektar serta lahan Edison di Duri Bengkalis 120 hektar ke dalam usulan revisi rencana tata ruang Riau. Padahal lahan ini, di luar rekomendasi tim terpadu Kehutanan Riau.

Gulat, dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Riau. Dia dikenal dekat dengan Annas. “Kedekatan mereka bagai bapak dan anak,” kata Zulher, Kepala Dinas Perkebunan Riau saat bersaksi di persidangan. Saksi Niki Hamdani, supir Annas mengatakan hal sama. “Hampir setiap hari Pak Gulat ada di Rumah Dinas Gubernur Riau.”

Sekitar Agustus, setelah Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan saat itu–kini Ketua MPR–, menyerahkan SK 673 tahun 2014 tentang Perubahan dan Peruntukan Kawasan Hutan Riau (RTRW Riau), Gulat Manurung menemui Annas di rumah dinas.

Gulat minta agar lahannya di Kuantan Singingi turut ke dalam revisi RTRW Riau. Annas setuju dan meminta Gulat berkoordinasi dengan Cecep Iskandar, Kepala Bidang Planologi Dinas Kehutanan Riau yang membuat peta usulan revisi RTRW.

Pada 9 Agustus 2014, kala HUT Riau, Zulkifli Hasan menyerahkan SK 673 dan berpidato memberi kesempatan kepada masyarakat Riau melalui Pemerintah Riau mengajukan usulan revisi bila ada lahan belum masuk SK 673. “Pidato itu ramai dibicarakan di media. Jadi headline dimana-mana. Saya tahu RTRW masih bisa direvisi dari pidato Menhut itu,” ucap Gulat, saat bersaksi Maret lalu.

Sedang Edison teman baik Gulat. Mereka satu gereja. Saat Gulat mengurus lahan untuk masuk usulan revisi, dia menawarkan pada Edison untuk kebun sawit di Bengkalis. Edison bersedia dengan memberikan titik koordinat lahan kepada Cecep agar overlay ke dalam SK 673. “Lahan di Duri milik Edison turut masuk usulan revisi. Atas perintah Pak Annas,” kata Cecep.

Zulkifli Hasan, Ketua MPR (dulu Menteri Kehutanan), awal April 2015, kala hadir sebagai saksi pada persidangan korupsi Annas Maamun di Bandung. Foto: Hari Wibowo
Zulkifli Hasan, Ketua MPR (dulu Menteri Kehutanan), awal April 2015, kala hadir sebagai saksi pada persidangan korupsi Annas Maamun di Bandung. Foto: Hari Wibowo

Dalam persidangan, Annas mengaku uang dari Gulat untuk pengurusan RTRW Riau ke DPR. “Saya minta Rp2,9 miliar untuk memberangkatkan tokoh masyarakat menemui Anggota DPR Komisi IV dan Menteri Kehutanan.” Alasannya, agar kebun masyarakat bisa masuk revisi RTRW Riau, dan perlu persetujuan DPR.

Menurut JPU, keterangan Annas tak masuk akal. “Masa’ memberangkatkan masyarakat Riau ke Jakarta harus pakai uang dolar? Masyarakat di Pekanbaru, kenapa uang harus diantar ke Jakarta?” kata JPU. JPU menolak alasan Annas.

Menurut JPU, uang untuk DPR hanya akal-akalan Annas kepada Gulat. Faktanya, uang untuk kepentingan pribadi, Rp400 juta membayar uang muka rumah Annas di Perumahan Citra Grand Cibubur. “Tidak ada anggota DPR datang saat penangkapan KPK, hanya Nur, petugas developer meminta uang muka rumah.”

Dakwaan kedua, Annas menerima Rp500 juta dari pengusaha Edison, melalui Gulat sebagai imbalan karena memenangkan sejumlah proyek yang diikuti perusahaan Edison di Pemerintah Riau. Proyek ini kegiatan peningkatan Jalan Taluk Kuantan-Cerenti nilai kontrak Rp18,5 miliar, peningkatan jalan Simpang Lago-Simpang Buatan nilai Rp2,7 Miliar, peningkatan jalan Lubuk Jambi-Simpang Ibul-Simpang Ifa dengan nilai kontrak Rp4,9 miliar.

Dakwaan terakhir, Annas menerima uang Rp3 miliar dari yang dijanjikan Rp8 miliar dari Surya Darmadi Komisaris PT Duta Palma melalui Suheri Tirta, anak buah Surya. Uang diberikan Suheri kepada Gulat di Hotel Aryaduta Pekanbaru 18 September 2014.

Saat bersaksi di persidangan, Surya membantah memberikan uang kepada Annas melalui Gulat. “Saya tak ikut campur urusan perizinan. Itu tanggung jawab Suheri Tirta,” katanya berkali-kali. Suheri mengaku membuat surat permohonan kepada Gubernur Riau, meminta lahan Duta Palma masuk revisi RTRW.

Berawal dari SK Menhut

Pada awal April 2015, Ketua MPR Zulkifli Hasan dipanggil sebagai saksi dalam persidangan Annas, terkait pelepasan kawasan hutan kala dia Menhut. Zulkifli berulang kali dicecar pertanyaan oleh JPU kaitan SK 673/2014. SK ini dinilai membawa sejumlah masalah.

“SK 673 yang saya tandatangani itu bukan memberikan kesempatan baru bagi masyarakat, tapi untuk perbaikan,” katanya.

Zulkifli mengatakan, saat menjabat Menhut, banyak warga Riau datang minta mendapatkan RTRW Riau. Namun, dia hati-hati mengambil kebijakan.

“SK 673 itu mengenai perubahan tata ruang Riau diusulkan pemerintah daerah sejak 2009. Karena tahap harus dilalui panjang sekali, baru keluar 2014. Kita serahkan SK 9 Agustus 2014.”

“Apa sebetulnya yang menjadikan rujukan dari penerbitan SK 673/2014?” tanya JPU.

Zulkifli menjelaskan, demo masyarakat Riau mendesak segera memberi izin perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan. Namun, Zulkifli, tak menjelaskan detil kapan dan seperti apa demo masyarakat yang dia maksud.  Dia menceritakan,  akan diboikot tak boleh datang ke Riau jika tidak memberi izin. “Saya juga mendapat perintah Pak Presiden agar segera menyelesaikan permasalahan ini. Sebab itulah terbit SK 673.”

Bagaimana mekanisme pengajuan usulan perubahan tata ruang?

Zulkifli  mengatakan, pertama harus mendapatkan persetujuan bupati, diketahui gubernur lantas diajukan kepada Kementerian Kehutanan melalui tim terpadu. Sebelum disetujui kementerian, akan ada beberapa tahap harus dilalui. Salah satu, verifikasi terkait titik yang diusulkan guna memastikan apakah masuk perkebunan rakyat atau bukan. “Itu satu tahap. Masih ada tahap lanjutan. Panjang sekali dan sungguh tidak mudah,” kata Zulkifli.

Fakta di lapangan, pengusahalah yang berlomba-lomba mengupayakan lahan mereka masuk usulan revisi tata ruang, seperti Gulat dan Edison. Pernyataan Zulkifli pintu selebar mungkin dibuka buat revisi perubahan peruntukan dinilai peluang.

Kata Zulkifli,” “Kami hanya memberikan kesempatan perbaikan, bukan pengajuan ulang di luar yang sudah diajukan.”

Dalam SK Menhut itu, luas lahan perubahan peruntukan menjadi kawasan bukan hutan mencapai 1.638.249 hektar. Perubahan fungsi kawasan hutan 717.000 hektar.

JPU sempat menanyakan apakah boleh jika swasta mengajukan usulan. Dengan sigap Zulkifli menjawab boleh asal persyaratan terpenuhi. “Karena Kementerian Kehutanan fungsinnya sebagai pelayan publik.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,