Kala Limbah Kaca jadi Karya Seni Istimewa

Ivan Bestari Mina Pradipta, nama lengkap pria berkulit sawo matang ini. Dia tampak fokus pada kedua tangan yang menyatukan batangan kaca pada semburan gas api. Dia sedang merangkai karya seni berbentuk daun dari batangan limbah kaca. Puluhan orang menyaksikan demo ini sehabis membuka pameran tunggal seni visual mengolah limbah kaca bertema “Pseudomorph Recycled Glass Flameworking” di Tirana House Artspace, Suryodiningratan, Yogyakarta, Senin (1/6/15).

Ivan, begitu sapaan akrabnya, mulai mendalami seni kaca daur ulang (recycled glass) sejak 2011 dengan belajar kepada perajin kaca tiup di Yogyakarta. Dia lalu mengembangkan lagi dari berbagai referensi  di internet maupun perajin kaca lain.

Pada 2011, dia mendirikan komunitas Otakatik Creative Workshop, ruang untuk berbagai eksplorasi desain dan ekspresi seni, juga eksperimentasi metode pangolahan material lokal maupun limbah. “Banyak limbah kaca di sekitar kita bisa jadi karya seni dan bernilai guna,” katanya.

Untuk menghasilkan berbagai karya dia menggunakan 100% limbah kaca. Berbagai limbah dari produk kaca bisa ditemui seperti kaca patri, cermin, botol, dan lain-lain. Semua bisa menjadi kerajinan tangan unik dan perhiasan yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Indahnya karya seni dari kaca. Foto: Tommy Apriando
Indahnya karya seni dari kaca. Foto: Tommy Apriando

Menurut dia, ada dua pembagian teknik kaca. Teknik hot working (pengolahan kaca menggunakan api) dan cold working (pembuatan kaca tanpa menggunakan api), contoh kaca patri.

“Saya menggunakan flame working. Kaca dibentuk langsung menggunakan api dengan suhu 800-1.200 derajat untuk melunakkan.”

Kaca, katanya, meski dapat dibentuk menjadi kerajinan kaca mewah terutama untuk interior rumah, tetapi memiliki beberapa kelemahan. “Pembawaan dasar sifat kaca rentan perubahan suhu. Ini menjadi kendala pengerjaan kaca. Jika ada perubahan suhu drastis dari panas menjadi dingin, kaca akan langsung pecah.”

Dengan gitu, pengerjaan kerajinan kaca memerlukan waktu berbeda tergantung ukuran. Dalam pengerjaan ini, Ivan membutuhkan waktu antara lima menit hingga 20 jam.

Dalam pameran kali ini, dia membuat aksesoris dan art work salah satu berbetuk serangga.

Belum dikenal luas

Kerabat Ivan, Yohanes Sigit, sesama pengelola otak-atik kreatif biasa memberi workshop tentang glass art mengatakan,  kerajinan kaca belum dikenal luas di Indonesia. Padahal, di beberapa negara, seperti Amerika, glass art menjadi kerajinan tangan memiliki nilai jual tinge.

Ivan Bestari Mina Pradipta, perajin limbah kaca. Foto: Tommy Apriando
Ivan Bestari Mina Pradipta, perajin limbah kaca. Foto: Tommy Apriando

“Masyarakat menganggap limbah kaca tidak dapat diolah. Sebab itulah kami mempopulerkan limbah kaca dan mengembangkan produksi kerajinan ini,” katanya.

Dalam tulisan Nunuk Ambarwati berjudul “Berkaca lewat Kaca” disampaikan, sejarah seni kaca di Indonesia sangat jarang. Dia menduga, mungkin karena Indonesia lebih banyak mengolah batu (candi) dan tanah liat.

Seniman kaca lebih banyak sebagai media melukis (dua dimensi). Perkembangan di Indonesia masih banyak berkisar pada seni lukis kaca dengan motif cerita wayang, masjid, gereja, kaligrafi dan cerita legenda.

Seniman lukis kaca senior saat ini bisa dihitung jari seperti Rastika di Cirebon, Maryono di Muntilan, Waget di Magelang dan Sulasno di Yogyakarta. Rina Kurniyati dikenal sebagai seniman lukis kaca perempuan yang mengembangkan seni lukis kaca lebih kontemporer.

Ada juga asesoris, manik-manik kaca seperti yang ditekuni perajin kaca asal Jombang. Para perajin kaca Jombang ini sudah menjadi sentra industri tersendiri, tepatnya di Desa Plumbon, Kecamatan Gudo.

“Karya Ivan sangat menarik karena terbuat 100% dari limbah kaca. Masih jarang masyarakat mengoptimalkan pemanfaatkan limbah kaca ini,” kata Nunuk.

Karya indah dari limbah kaca. Foto: Tommy Apriando
Karya indah dari limbah kaca. Foto: Tommy Apriando
Artikel yang diterbitkan oleh
, ,