, ,

Hutan Mangrove Talaud Dibabat buat Ruko?

Penebangan hutan mangrove terjadi di Kelurahan Beo Barat, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara. Senin (25/5/15). Aksi itu diduga dilakukan ST, adik mantan pejabat Pemerintah Talaud, untuk membangun empat rumah toko (ruko). Aktivis lingkungan mencium rencana ini sejak April, namun respon Pemkab Talaud dinilai terlambat.

Hutan mangrove itu di dekat Sungai Marat. Di sana, ada masyarakat mengklaim sebagai hak milik. Sekitar April, ada informasi terkait jual-beli lahan. Awalnya, di lokasi penggusuran diduga akan ada pembangunan mal. Namun, dalam perkembangan, pemilik lahan berencana membangun empat ruko.

Michael Wangko, Ketua Komunitas Pecinta Alam Karakelang (Kompak), mengatakan, luas hutan mangrove dibabat sekitar setengah hektar. Padahal, ekosistem mangrove sangat penting di sana. Ia punya fungsi menyaring air pasang di Sungai Marat, yang memotong pusat Kecamatan Beo. Sungai ini tempat ikan bertelur dan berperan penting bagi kehidupan biota.

Fungsi lain, menjadi benteng banjir. Ia bisa belokkan banjir. Kalau tidak ada mangrove, katanya, air akan sampai ke jalan. Hutan mangrove itu diperkirakan berumur seratus tahun.

Tindakan itu, katanya, khawatir mengancam kehidupan satwa yang memanfaatkan mangrove sebagai habitat, seperti burung, kelelawar, kepiting, beberapa jenis ikan, seperti kerapu. Ia juga bisa membahayakan pemukiman, terutama Lendongan (Dusun) Banada, di dekat Sungai Marat. Ancaman lain, jika air sungai meluap, akan naik ke jalan. “Banyak sungai di Talaud meluap dan menghanyutkan jembatan. Kami menakutkan jika air meluap kejadian-kejadian seperti itu yang akan terjadi di sekitar Sungai Marat.” Untuk itu, mereka mendesak bupati menyelesaikan dan memproses pihak yang bertanggung jawab.

Kala penggusuran, ayah dan ibu ST, yang mengaku pemilik lahan, datang membongkar hutan mangrove. Saat itu, anggota Kompak di lokasi membongkar tenda kegiatan Bulan Bakti Kompak 2015.

Kegiatan bertema, “Jaga Bumi, Jaga Lingkungan, Jaga pantai Tambioe”,  dimulai sejak 22 April 2015. Dalam satu bulan, mereka membersihkan Pantai Tambioe, pameran foto bertema lingkungan, dan kegiatan edukatif menjaga pantai. “Hutan mangrove digusur terletak di belakang pameran. Bakau di sana besar-besar.”

Hutan mangrove yang terbabat kini sudah diberi police line. Foto: Kompak
Hutan mangrove yang terbabat kini sudah diberi police line. Foto: Kompak

Pada 22 Mei 2015, eksavator sudah parkir di depan tenda. Pekerja mengatakan, akan membersihkan lahan. Sabtu (23/5/15), Kompak mulai diminta keluar. Acara masih berlanjut. Mereka justru memanfaatkan untuk membahas rencana penggusuran hutan itu.

Senin (25/5/15), pagi, anggota Kompak mulai membongkar tenda. Hari itu, ayah dan ibu ST datang ditemani pengawas, mengatakan pembongkaran lahan segera berlangsung. Mereka menunggu kedatangan operator eksavator.

Kompak mengingatkan mereka tak menebang mangrove. Sayangnya, peringatan tidak diindahkan. “Sekitar pukul 9.00 pagi, mereka mulai membabat hutan mangrove.  Penebang berlangsung sampai pukul 17.00. Lahan lebih setengah hektar, termasuk kelapa, dibabat. Dalam masterplan, keseluruhan lahan untuk pembangunan ruko seluas 30 x 90 meter,” kata Michael.

Selasa, (26/5/15), Michael dan anggota Kompak menuju Manado. Dalam perjalanan itu, mereka mendokumentasikan hutan mangrove. Alat berat masih terlihat. Hutan mangrove terbabat, meskipun tak ada aktivitas di sana.

“Malamnya, kami dapat pesan dari telpon ada papan ditulis dengan arang, ‘dilarang membangun di dekat sungai’. Kami tidak tahu, apa itu dari masyarakat atau dari pemerintah kelurahan.”

Rabu (27/5/15), alat berat sudah ditarik jauh dari lokasi. Kamis (28/5/15), sudah ada police line dan papan peringatan BLH Talaud, bertuliskan ‘dilarang merusak mangrove’, ‘dilarang mengambil pasir’, serta ‘dilarang membuang sampah.’ Di papan itu, tertulis pula sejumlah aturan, seperti UU 32/2009, PP 19/1999, dan PP 27/2012.

“Informasi terakhir, Kamis (29/5/15), bupati marah-marah ke lurah dan camat. Mereka terancam diganti. Menurut bu lurah, saat orang suruhan ayah ST datang, sudah diingatkan jangan tebang pohon-pohon besar (mangrove). Dia tidak sangka, tiba-tiba mangrove sudah habis,” kata Michael.

Namun, katanya, tiap hari, bupati melewati lokasi dan melihat eksavator, tetapi tidak mencari tahu. “Lokasi itu jelas terlihat, karena jarak pandang menuju tenda dari tikungan 150 meter.”

Selasa (26/5/15), Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi (Huttamben) meninjau lokasi perusakan mangrove di Tambioe Beo.

Tonny Gagola, Kadis Huttamben, mengatakan, setelah menerima laporan, langsung meninjau lokasi dan melakukan teguran lisan.

“Disayangkan, teguran lisan kami tidak diindahkan mereka. Malahan masih terus menebang hutan. Karena tidak diindahkan Rabu kami melaporkan perusakan bakau ke Polres Talaud,” katanya dalam situs resmi Pemkab Talaud.

Perusakan hutan mangrove ini dinilai melanggar UU Kehutanan dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Untuk itu, Polres memasang police line.

Alat berat bekerja, merobohkan mangrove satu per satu...Foto: Kompak
Alat berat bekerja, merobohkan mangrove satu per satu…Foto: Kompak
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,