Gubernur: Tinjau Ulang Semua Izin Tambang yang Masuk Kawasan Hutan di Bengkulu

Kawasan hutan lindung dan konservasi di Bengkulu terancam berubah menjadi tambang batubara setelah para bupati di Bengkulu terindikasi menyetujui izin pertambangan terbuka bagi puluhan perusahaan tambang. Menurut catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu, luas kawasan hutan konservasi seluas 5.159 ha dan kawasan hutan lindung seluas 113.600 ha terancam dikonversi setelah ‘lampu hijau’ diperoleh dari pemda.

Dari data Walhi, kawasan konservasi yang masuk izin tambang batubara adalah Taman Wisata Alam Pusat Latihan Gajah Seblat, Taman Buru Semidang Bukit Kabu, Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Sedangkan untuk kawasan lindung adalah Hutan Lindung Bukit Daun, Bukit Sanggul dan Bukit Rajamandare.

“Bila dibandingkan dengan luas kawasan hutan konservasi di Bengkulu 462.955 ha dan kawasan hutan lindung 250.750 ha. Izin usaha pertambangan yang terindikasi masuk kawasan hutan konservasi sebesar 1,2 persen, sedangkan yang terindikasi masuk dalam kawasan hutan lindung sebesar 45 persen atau hampir separuh kawasan hutan lindung,” tutur Beni kepada Mongabay Indonesia (07/06).

Menurut Beni pemberian izin usaha pertambangan di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung dengan model pertambangan terbuka merupakan pelanggaran serius terhadap UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Selain izin dalam kawasan hutan, menurut data Walhi Bengkulu terdapat 99 perusahaan tambang di Bengkulu yang hingga kini belum membayar iuran tetap dan royalti untuk tahun 2011 sampai dengan 2013 dengan total Rp 90 miliar.

“Kami menunggu keberanian Gubernur Bengkulu untuk menindak. Kalau Gubernur tidak menindak, berarti Gubernur ikut menyetujui kawasan hutan konservasi dan lindung dirusak dan negara dirugikan. Termasuk jika Gubernur membiarkan piutang iuran tetap dan royalti sebesar Rp 90 miliar. Kami akan tunggu perkembangan dalam beberapa bulan ini sebelum mengambil tindakan pelaporan kepada aparat penegak hukum,” lanjut Beni.

Provinsi Bengkulu memiliki sekitar 46 persen dari luasannya yang merupakan hutan lindung dan kawasan konservasi, termasuk dua kawasan konservasi, yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang kawasannya membentang lintas administratif provinsi.

Klik pada gambar untuk memperbesar
Klik pada gambar untuk memperbesar

Gubernur: Sudah Ditindaklanjuti

Gubernur Bengkulu H. Junaidi Hamsyah tidak menampik bila telah menerima surat dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan bernomor: S. 706 /VII-PKH/2014 tertanggal 10 Juli 2014 mengenai izin usaha pertambangan yang terindikasi masuk dalam kawasan hutan konservasi dan lindung.

“Dinas Kehutanan sudah ditugaskan untuk menindaklanjutinya termasuk persoalan piutang iuran tetap dan royalti. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral sudah ditugaskan untuk menindaklanjutinya,” jelas Gubernur kepada Mongabay Indonesia saat dijumpai di Jakarta (10/06).

Lebih lanjut, Gubernur Bengkulu menyatakan pihaknya telah menerbitkan Surat Gubernur No. 540/988/ESDM tertanggal 31 Desember 2014 yang ditujukan langsung kepada seluruh Bupati dan Walikota seprovinsi Bengkulu perihal penataan pengelolaan pertambangan. Dalam arahan surat edaran tersebut, Gubernur menginstruksikan para pejabat daerah agar segera menertibkan izin usaha pertambangan (IUP) hingga statusnya clean n clear (CnC), termasuk mewajibkan perusahaan tambang membuat nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan melunasi keuangan, dan melengkapi kelengkapan dokumen dan jaminan reklamasi pasca-tambang.

Junaidi menyebutkan bahwa pihaknya saat ini tengah menyiapkan Peraturan Gubernur terkait permasalahan tambang, pajak, dan evaluasi seluruh izin.

“Saya menginstruksikan agar seluruh IUP yang berada di hutan lindung dan hutan konversi ditinjau dan dievaluasi kembali. Saya berkomitmen penuh untuk menertibkan seluruh izin tambang. Kalau tidak, bisa tergelincir karena godaannya yang luar biasa.”

Salah satu citra udara dari Google menunjukkan salah satu aliran sungai yang ditutup oleh perusahaan tambang batubara di Bengkulu. Courtesy: Google

Perlu Cek Lapangan

Dijumpai terpisah, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu Risman Sipayung menyebutkan, pihaknya sudah mengirimkan surat kepada bupati-bupati yang disebutkan dalam surat dari Kementerian Kehutanan (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).

“Kami masih menunggu tindaklanjut dari masing-masing daerah atau bupati. Sepanjang perusahaan yang memperoleh izin belum menyentuh atau melakukan kegiatan di kawasan hutan lindung, kita belum akan melakukan tindakan hukum. Namun jika sudah menyentuh, tentu kami tidak akan diam saja. Akan kami tindak, kami akan tangkap,” tegas Risman.

Sesuai prosedur, lanjut Risman, bupati diperkenankan untuk memberikan izin usaha pertambangan di hutan produksi dan hutan lindung dengan pola tertutup. Namun, tidak berarti dengan keluarnya izin tersebut, perusahaan bisa langsung melaksanakan kegiatan. Perusahaan baru bisa melakukan kegiatan bila sudah mendapatkan izin dari Kementerian Kehutanan. Untuk memperoleh izin Kementerian Kehutanan, maka harus dilengkapi rekomendasi dari Gubernur.

“Sampai hari ini, Gubernur Bengkulu belum pernah mengeluarkan rekomendasi terkait izin yang disebutkan dalam surat dari Kementerian Kehutanan itu. Kami juga belum mengetahui secara pasti, apakah izin yang dikeluarkan dari para bupati tersebut masih berlaku atau malah masa berlakunya sudah habis. Sebab, para bupati yang mengeluarkan izin usaha pertambangan tidak pernah menembuskannya ke Pemda Provinsi,” ujar Risman.

Menanggapi permasalahan yang ada, pegiat lingkungan dari KKI Warsi Nurkholis Sastro, mengajak para pihak yaitu Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu, BKSDA, Balai Taman Nasional dan masyarakat setempat untuk melakukan pengecekan lapangan untuk membuktikan apakah perusahaan yang memperoleh izin telah melakukan aktivitas atau belum. Bila ternyata terbukti melakukan aktivitas, maka perlu dibuat berita acara bersama sebagai landasan untuk pelaporan kepada aparat penegak hukum.

“Satu hal yang penting, masyarakat setempat perlu tahu tentang adanya surat dari Kementerian Kehutanan itu, agar masyarakat paham bagaimana perilaku para bupati,” pungkas Nurkholis.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,