Keren! Inilah Kreasi-kreasi Hijau dari Bali

Kini, hidup dengan peduli lingkungan mulai tumbuh di berbagai tempat. Gaya hidup hijau mulai jadi tren. Wow! Nah, ini ada beberapa inisiatif dan solusi  hijau yang bisa dicoba. Apakah saja itu?

Ada cash for trash. Ini aplikasi anyar diperkenalkan awal tahun dan pemenang pada event Startup Weekend oleh Hubud, ruang kerja kreatif bersama di Ubud, Gianyar, Bali. Aplikasi untuk Android ini bisa diunduh di google play store dengan nama CashforTrash.

Ia dianggap salah satu solusi bagi yang bermasalah dengan armada pengangkut sampah dan tak bisa mendaur ulang sampah sendiri. Aplikasi ini menyediakan informasi tentang sampah apa saja yang bisa dijual, harga rata-rata, dan siapa atau di mana lokasi pembeli sampah. Lalu memetakan sejumlah bank sampah dan gudang pemulung di Denpasar dan Gianyar.

Sejumlah orang asing dan WNI bekerja sama membuat aplikasi ini selama event itu. Febri, anggota tim mengatakan, aplikasi ini jembatan pemilik dan pembeli sampah. “Masih permulaan dan terus diperbaharui dengan data-data lain yang bisa ditambahkan sendiri pengguna seperti pemulung dan lokasi bank sampah.”

Ada juga biowear. Berbentuk mirip plastik tetapi bukan. Dibuat dari sari pati jagung, kedelai, biji bunga matahari, dan lain-lain untuk menjadi bahan baku bioplastic. Warna krem dan kuat. Bisa untuk pengganti tas kresek yang perlu 1.000 tahun baru terurai dan meracuni ekosistem. Biowear ini sudah mendapat aneka sertifikat keamanan dan lingkungan karena bisa terurai dalam waktu satu tahun dan tak meracuni tanah.

Ada lini produk lain biowear berupa kemasan makanan bermerek Avani. Terbuat dari serat tebu atau ketela setelah airnya habis. Ia alternatif kontainer makanan take away yang beracun yakni sterofoam dan plastik. Harga sekitar dua kali lipat dari sterofoam dan laku di restoran-restoran di Ubud atau Seminyak. Bentuk kontainer ini aneka rupa dan terlihat menarik dibanding sterofoam.

Eni Purwanti, tim pemasaran produk ini mengatakan, berupaya bisa dibeli dalam partai kecil hingga mudah dijangkau konsumen yang ingin mengurangi plastik. Saat ini, baru melayani pesanan minimal 1.000 buah.

Aplikasi yang bisa memetakan penjual dan pembeli sampah di Bali. Cool! Foto: Luh De Suriyani
Aplikasi yang bisa memetakan penjual dan pembeli sampah di Bali. Cool! Foto: Luh De Suriyani

Tak ketinggalan juga Green-books.org. Komunitas ini pernah membantu pengadaaan buku-buku lingkungan untuk KudaPustaka, perpustakaan keliling dengan kuda di kaki Gunung Slamet, Purbalingga, Jawa Tengah. Lewat ide sederhana, menampung permintaan buku lingkungan, lalu mencarikan dana, dan membelikan buku sesuai minat dan situasi daerah.

Beberapa pengelola yakni Petr Hindrich dan Nurkinanti Larakusuma. Permintaan buku diajukan lewat website, dan bisa oleh siapa saja di pedesaaan atau perkotaan yang membuka akses untuk eco-literacy. Tujuan mereka ingin memastikan seluruh anak bisa membaca buku-buku lingkungan yang menjadi bekal dan inspirasi hijau mereka di masa depan.

Kemudian ada Enviropallets. Ia perusahaan modal asing di Tabanan yang mendirikan pabrik daur ulang sampah plastik menjadi pallets untuk kontainer besar pengepakan barang, biasa di pelabuhan. Tahun 2014, perusahaan ini kekurangan bahan baku karena pemulung atau pengepul sampah belum bisa menyediakan kresek bersih yang menjadi bahan baku utama.

Faisal Bayan, tim tanggung jawab sosial perusahaan menjelaskan, perlu kresek bekas 17-28 kg untuk didaur ulang menjadi palet ukuran 1 x 1,5 meter dengan ketebalan 15 cm dan berat 13,5 kg. Dalam sehari pabrik bisa produksi 300 unit palet hingga sampah olahan 9-12 ton. “Tahun ini kami sudah mulai tak kekurangan bahan baku lagi, tak perlu beli sampah ke Jawa.”

Ada pula Green School dan toilet. Sekolah internasional ini sudah lama jadi bahan pembicaraan karena menerapkan kurikulum dan sekolah hijau. Seluruh bangunan sekolah terbuka dan dibuat dari bambu yang banyak tumbuh di sekitar Abiansemal, Badung, lokasi sekolah ini. Di tiap sudut halaman ada kebun sayur organik untuk konsumsi siswa dan guru.

Salah satu yang unik, toilet mereka. Ada banyak tersebar di tiap kelas. Ada dua kloset, satu untuk kencing dan satu lagi buang air besar. Ada peringatan tak menggunakan air untuk menyiram kotoran, cukup menaburkan serutan kayu yang disediakan. Ketika kencing di kloset, otomatis tersedot keluar hingga hanya perlu sedikit air untuk mengusir pesing.

Berbagai hal itu, merupakan solusi hijau yang dikampanyekan Kantor PBB untuk Koordinasi REDD+ di Indonesia (United Nations Office for REDD+ Coordination in Indonesia/UNORCID) bekerjasama dengan Green School Bali dalam acara bertajuk ‘Sustainability Solutions: from the ground up’ akhir Mei di Sibang, Badung.

Acara ini bagian kolaborasi bersama, yang dituangkan dalam nota kesepahaman Pemerintah Indonesia melalui BP REDD+, UNORCID dan Green School Bali. Kesepahaman ini berisi pelaksanaan inisiatif “Sekolah Hijau untuk Pembangunan Berkelanjutan.” Ia kerangka kerja bersama dalam pertukaran pengetahuan, pembelajaran, dan praktik-praktik terbaik dalam penerapan pendidikan hijau di Indonesia.

biowear dan avani, produk dari serat tumbuhan alternatif plastik dan sterofoam. Foto: Luh De Suriyani
biowear dan avani, produk dari serat tumbuhan alternatif plastik dan sterofoam. Foto: Luh De Suriyani
Toilet sekolah green school tanpa air untuk kloset BAB, diganti serutan kayu. Foto: Luh De Suriyani
Toilet sekolah green school tanpa air untuk kloset BAB, diganti serutan kayu. Foto: Luh De Suriyani
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , ,