,

Pembabatan Hutan yang Mengancam Potensi Kopi Arabika Dataran Tinggi Gayo

Kopi arabika yang berada di dataran tinggi Gayo, Provinsi Aceh, termasuk jenis kopi arabika terbaik di dunia. Kopi yang sebagian besar berasal dari Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah tersebut telah diekspor ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, dan beberapa negara lainnya.

Kebun kopi yang telah di tanam ratusan tahun itu merupakan penopang ekonomi terbesar masyarakat di dua kabupaten tersebut. Mulai dari petani, buruh kebun, pekerja pabrik, hingga pedagang kopi.

Namun, keberadaan kopi arabika Gayo mulai terancam akibat maraknya pembukaan hutan untuk perkebunan selain kopi. Aktivis lingkungan di dataran tinggi Gayo, Surya Apra, Jumat (19/6/15), mengatakan bahwa alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah saat ini cukup marak terjadi. Tidak hanya pembalakan liar, tetapi juga karena pembukaan lahan perkebunan selain kopi.

“Jika pembukaan lahan tidak segera dihentikan, suhu udara di wilayah tengah Aceh akan semakin panas dan akan berpengaruh pada kopi,” ujar Surya yang juga aktivis di Aceh Green Comumnity Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Surya yang pernah menjabat ketua tim penyusun buku profil pertanian di Kabupaten Bener Meriah mengatakan, saat ini luas perkebunan kopi di Aceh Tengah dan Bener Meriah mencapai 120.000 hektar.

“Sekitar 90 persen masyarakat di Aceh Tengah dan Bener Meriah atau di dataran tinggi Gayo, hidup dari kopi arabika. Jika suhu udara makin panas, kualitas kopi akan turun dan batangnya akan kering. Pastinya akan berpengaruh besar terhadap masyarakat Gayo.”

Menurut Surya, hasil penelitian International Coffee Organization (ICO) di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah menunjukkan suhu di dua kabupaten tersebut telah meningkat ke 22 derajat Celcius. “Jika suhu terus naik hingga 25 derajat, dapat dipastikan, cita rasa kopi akan menurun.”

Sekitar 90 persen masyarakat di dataran tinggi gayo menggantungkan hidupnya dari kebun kopi. Foto: Junaidi Hanafiah
Sekitar 90 persen masyarakat di dataran tinggi gayo menggantungkan hidupnya dari kebun kopi. Foto: Junaidi Hanafiah

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Tengah, Yahya Kobat menuturkan hal yang sama. Suhu udara yang meningkat di Aceh Tengah dan Benar Meriah dikhawatirkan akan berpengaruh pada kualitas kopi. “Kita saat ini khawatir, terlebih sebagian besar masyarakat menggantungkan hidupnya dari kopi,” ujarnya.

Juru Bicara Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Bener Meriah, Sri Wahyuni mengatakan, demi memenuhi kontrak perdagangan kentang dan hortikultura dengan Malaysia, ribuan hektar hutan di sembilan kecamatan di Kabupaten Bener Meriah, ditebang.

Pembukaan hutan tersebut melibatkan banyak pihak termasuk pejabat pemerintah. Mereka membuka kebun karena ada investor dari Malaysia yang menjanjikan Bener Meriah akan menjadi penghasil kentang dan palawija. “Perambahan hutan terparah terjadi di Permata, Bener Kelipah, Bukit dan Weh Pesam. Selebihnya tersebar di  kecamatan Mesidah, Syiah Utama, Pintu Rime Gayo, Gajah Putih dan Timang Gajah.”

Menurut Sri, masyarakat di Kecamatan Permata, Bandar, Bener Kelipah, Bukit dan Weh Pesam mulai resah karena menurunnya debit air di wilayah mereka. “Desa Gelampang Weh Tenang Uken, Bener Pepanyi, dan Sepakat telah kehilangan sumber air. Pipa yang dipasang ke sumber mata air di wilayah Rebol Linung Bulen sudah mengering,” tegasnya.

Ribuan hektar hutan lindung di sembilan kecamatan di Kabupaten Bener Meriah yang dibabat untuk keperluan perkebunan. Foto: Sahrun
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,