,

Diduga Keluarkan Izin Perusahaan Sawit Tanpa HGU, Bupati Morowali Utara Dilaporkan ke Kepolisian. Ini Alasannya!

Front Rakyat Advokasi Sawit (Fras) melaporkan Bupati Morowali Utara (Morut), Haris Rengga, ke kantor kepolisian resort (polres) setempat, karena terkait dugaan pemberian izin lokasi kepada salah satu perusahaan sawit, PT. Agro Nusa Abadi (PT ANA).

Laporan itu dilakukan dengan cara berunjuk rasa di kantor DPRD Kabupaten Morowali Utara dan ke Polres Morowali Utara sembari menyerahkan dokumen laporan terkait dugaan pelanggaran oleh bupati dan perusahaan sawit, beberapa waktu lalu.

“PT ANA memiliki wilayah konsesi seluas 7.244, 33 hektar di Kecamatan Petasia Timur yang kami nilai bermasalah,” kata Ristan, salah seorang anggota Fras, yang menjadi koordinator aksi ketika berunjuk rasa di Morowali Utara, Sulawesi Tengah.

Ia mengatakan sejak 2006 hingga saat ini, PT. ANA tidak memiliki hak guna usaha (HGU) untuk melakukan penanaman sawit di Morowali Utara. Bahkan, perusahaan itu sudah merampas tanah warga di enam desa di Kecamatan Petasia Timur. Yakni Desa Tompira, Bunta, Bungintimbe, Molino, Toara, dan Peboa.

“Kami mendesak pimpinan Polres Morut untuk menahan Pejabat Sementara Bupati Morowali Utara, Haris Rengga. Bupati lah yang menjadi penyebab perampasan lahan petani, karena telah menerbitkan izin lokasi pembaharuan kepada PT. ANA belum lama ini,” kata Ristan.

Menurutnya, bupati telah mengeluarkan surat keputusan bernomor 188.45/KEP-B.MU/0096/VIII/2014 tentang persetujuan pembaharuan izin lokasi untuk usaha perkebunan kelapa sawit terpadu kepada PT. ANA. “Kami menuntut agar tanah yang telah digusur dan ditanami sawit oleh PT. ANA dikembalikan ke warga.”

Sementara itu, Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Morowali Utara, AKP Lukyi saat menerima dokumen laporan Front Rakyat Advokasi Sawit mengaku akan mempelajari serta menindaklanjuti dokumen tersebut.

“Kami akan pelajari dulu dokumennya setelah itu akan ditindaklanjuti.”

Ketika persoalan ini disampaikan kepada DPRD Morowali Utara, mereka mendapatkan pernyataan yang berbeda. Ketua DPRD, Sarifudin Madjid, kepada Front Rakyat Advokasi Sawit dan juga warga yang hadir meminta agar tidak menghalang-halangi perusahaan untuk beraktivitas.

“Kalian tidak boleh memasang plang untuk menghalang-halangi perusahaan,” kata Sarifudin.

Ristan menilai, pernyataan ketua DPRD itu dianggap telah melukai hati warga di lima desa yang ada di kecamatan Petasia Timur.

“Semestinya sebagai wakil rakyat, harus lebih memperjuangan kepentingan rakyat ketimbang kepentingan perusahaan. Pernyataan ketua DPRD itu sudah menyakiti hati warga di Kecamatan Petasia,” tandasnya.

Sementara itu, di tempat terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah, Ahmad Pelor, ketika dihubungi Mongabay menjelaskan, sebagai pejabat bupati sementara, pimpinan daerah tidak seharusnya menerbitkan surat keputusan yang sifatnya strategis, seperti penerbitan izin lokasi perkebunan, karena bisa menimbulkan konflik di masyarakat.

Ia menambahkan bahwa aktivitas PT. ANA di Kecamatan Petasia Timur Kabupaten Morowali Utara itu adalah kegiatan illegal. Karena hingga sekarang perusahaan yang ia maksud tidak memiliki HGU sebagai hak penguasaan ribuan hektar tanah perkebunan sawit. Lalu menurutnya, tindakan pejabat sementara itu adalah bentuk pelanggaran hukum yang mengabaikan asas-asas pemerintahan umum yang baik.

“Karena sebagai pelaksana tugas bupati, maka tidak patut mengeluarkan keputusan-keputusan strategis. Apalagi, sampai berdampak terhadap hak-hak keperdataan masyarakat,” tandasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,