,

Baru Berkomitmen, APRIL Sudah “Tersandung” Temuan Eyes on the Forest di Kaltara

Pagi itu, Rabu (3/6/15), bertempat di hotel berbintang lima di bilangan Senayan, Jakarta, para petinggi APRIL, bahkan Royal Golden Eagle (RGE) berkumpul.  Antara lain, ada Praveen Singhavi, Presiden APRIL Group, Toni Wenas MD, APRIL Group Indonesia Operations dan Anderson Tanoto, bos RGE, anak pemilik perusahaan, Sukanto Tanoto.

Hari itu, produsen raksasa pulp dan paper ini berkomitmen sesi kedua, menghilangkan deforestasi dalam rantai pasokan mereka dan menghargai hak-hak masyarakat. Ingin menunjukkan keseriusan, mulai 15 Mei 2015, APRIL menyatakan, menghentikan penebangan pohon di hutan alam.

“Komitmen ini harus berjalan di lapangan agar tak  hanya menjadi kegiatan lipstik yang tak bermakna,” begitu pesan Ida Bagus Putera, Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, yang mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kala itu.

Namun, baru beberapa minggu selang komitmen besar kedua itu meluncur, temuan Eyes on The Forest (EoF) memperlihatkan, pemasok APRIL di Kalimantan Utara menebangi hutan alam di lahan gambut.

Dari citra satelit Landsat pada konsesi PT Adindo Hutani Lestari (Adindo) di Kaltara yang diambil pada 16 Mei dan 24 Mei 2015 serta 9 Juni 2015 menunjukkan gambut berhutan ditebangi setelah 15 Mei 2015. Gapeta Borneo bersama WWF memantau perusahaan ini.

Kamiruddin dari Gapeta Borneo mengatakan, penebangan hutan alam ini pelanggaran kebijakan kebijakan hutan berkelanjutan (sustainable forest management policy (SFMP) 2.0. Dalam komitmen itu, berjanji tak akan menjalankan pengembangan baru di lahan berhutan atau gambut berhutan di manapun.

“Gambut ditebangi ini diperkirakan berkedalaman lebih dua meter, yang berpotensi dilindungi peraturan. Adindo Hutani Lestari baru saja melanjutkan pelanggaran seperti pada SFMP jilid pertama yang terbit Januari 2014,” katanya, dalam warta EoF, 22 Juni 2015.

Pemasok ini, katanya, terus menebang hutan alam di lahan gambut tanpa ada penilaian HCV yang juga melanggar peraturan dan UU pemerintah.

Dengan temuan pelanggaran terhadap moratorium yang dilaporkan dari tahap sangat dini ini, katanya,  membuat mereka skeptis akan janji-janji terbaru perusahaan.  “Ini tampaknya menjadi urusan biasa bagi APRIL.”

Woro Supartinah dari Koalisi EoF di Riau mengatakan, APRIL menebangi hutan alam di gambut yang melanggar SFMP pertama di Riau. APRIL, katanya, dengan tenang menebangi hutan mereka sebelum memperbarui SFMP sesi kedua ini.

Dia berharap, pelanggaran serupa tak terus terjadi di Adindo. “Kami mengimbau APRIL dan Adindo menghentikan penebangan hutan segera.”

Pada komitmen pertama APRIL yang launching 18 Januari 2014, investigasi Gapeta Borneo, RPHK dan WWF Indonesia Kalimantan Timur yang rilis 20 Mei 2014, menemukan hal serupa. Hasil investigasi lapangan pada 17-25 April 2014 menemukan Adindo masih menebang hutan alam, bahkan pada kawasan hutan bernilai konservasi tinggi yang diidentifikasi Tropenbos Indonesia untuk dilindungi, di sektor Sesayap seluas 63.700 hektar.

Apa tanggapan perusahaan? Lewat penjelasan yang diterima Mongabay.com, APRIL menyatakan, sejak 15 Mei 2015, pemasok mereka, Adindo,  berhenti memanen mengikuti instruksi penguatan kebijakan mereka SFMF 2.0, termasuk moratorium. Adindo memberikan informasi data dasar kepada APRIL Group bahwa area 20.579 hektar bukan di kawasan konservasi tinggi dan 6.029 hektar telah dipanen sebelum batas 15 Mei 2015.

APRIL juga menyediakan rincian penuh dari total luas area guna menanggapi pertanyaan EoF. “Sangat penting dicatat di sini, sejelas komitmen SFMP 2.0 kami,  dan briefing seputar pengumuman, bahwa sementara akan menghentikan panen pada 15 Mei 2015, ekstraksi dan pembukaan lahan paling lambat berlanjut sampai akhir tahun.”

Area yang disoroti EoF itu, kata APRIL, telah diklasifikasi Adindo sebagai area tebang pada 15 Mei 2015. Berdasarkan pengalaman mereka, meskipun suatu daerah sudah panen, masih akan muncul ‘hijau’ pada peta sampai daerah telah dibersihkan atau ketika semak sudah kecoklatan. Mengingat hal itu, dan mengikuti pertanyaan EoF, APRIL meminta konsultan pemetaan, PT. Hatfield Indonesia, untuk menganalisis lebih lanjut menggunakan citra satelit, informasi radar, dan kalibrasi terhadap terhadap ground-truthing lebih lanjut.

“Ini proses penting dan salah satu yang akan diumumkan saat selesai sebagai penetapan dasar kami. Kami telah berdialog dengan WWF dan EoF untuk menjelaskan proses ini dan menyarankan Hatfield lebih banyak waktu untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.” Hatfield akan menyampaikan laporan pemetaan dasar mereka pada 30 Juni 2015.

“Kami serius menyikapi masalah ini dan terus bekerja keras di konsesi kami untuk mengimplementasikan komitmen yang telah diumumkan 3 Juni 2015.”

Bukaan hutan alam pada konsesi Adindo hasil pantauan EoF menggunakan citra satelit. Sumber: Eyes on the Forest
Bukaan hutan alam pada konsesi Adindo hasil pantauan EoF menggunakan citra satelit. Sumber: Eyes on the Forest
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,