, ,

Buku: Menyibak Kebakaran Hutan dan Lahan yang Terus Berulang

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, bak agenda tahunan termasuk tahun ini. Pantauan satelit modis hingga Jumat, (3/7/15) setidaknya terpantau 203 titik api. Padahal, Presiden Joko Widodo pernah mengeluarkan pernyataan tahun ini bebas asap. Mengapa kebakaran hutan dan lahan masih terjadi?

Sawit Watch dan beberapa lembaga lain seperti Walhi Riau, Save Our Borneo, Sarekat Hijau Sumsel dan Jikalahari mengulas ini melalui buku bertajuk “Kebakaran Hutan dan Lahan, Siapa yang Melanggengkan?” Buku ini launching di Jakarta, Minggu (12/7/15).

“Buku ini sebenarnya ingin memotret kenapa kebakaran hutan dan lahan hampir tiap tahun terjadi. Berulang-ulang tak ada penyelesaian. Buku ini dimulai pertengahan 2013, ada focus group discussion kecil membahas kebakaran hutan dan lahan. Akhir tahun sama sampai pertengahan 2014 ke lapangan menganalisis ini,” kata Achmad Surambo, Deputi Direktur Sawit Watch, salah satu penulis buku.

Wilayah yang diteliti yakni Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Tengah. Buku ini menjelaskan kebakaran hutan dari masa ke masa. Beberapa literatur dicoba dituliskan kembali.

Salah satu yang diungkap dalam buku ini tumpang tindih kebijakan. Dia mencontohkan, Peraturan Pemerintah soal perlindungan gambut yang ketat melindungi. Sebaliknya, Permentan nomor 14 tahun 2009 mengizinkan eksploitasi gambut perkebunan sawit.

Dari pantauan, tampak titik-titik api pada lahan dan hutan berulang di konsesi sama. Smart fire ini seolah tak bisa melampaui batas-batas itu jadi tampak disenjaga.

Buku juga mengulas, penegakan hukum tak optimal karena tak ada efek jera, seperti PT Adei Plantation (AD), berkali-kali terkena hukuman.

Tahun 2001, AD divonis bersalah Mahkamah Agung delapan bulan penjara dan denda Rp100 juta karena sengaja membakar lahan 3.000 hektar. Pada 2006, terjadi gugatan perdata US$1,1 juta karena di Bengkalis terbakar. Pada 2013, didakwa membakar lahan di Desa Batang Nilo Kecil, Pelalawan seluas 304.703 meter persegi. Terakhir kasus IUP ilegal 2014. Namun tiga terdakwa  yaitu  Danesuvaran KR Singam, Tan Kei Yoong dan Goh Tee Meng (warga negara Malaysia) vonis bebas. “Dibebaskan dengan alasan terdakwa orang asing, yakni Malaysia. Ini aneh. Harusnya KLHK banding.”

BP REDD+ pada Oktober 2014, mengeluarkan audit kepatuhan perusahaan dan pemda di Riau terkait pencegahan kebakaran hutan. Hasilnya, seluruh perusahaan tak patuh soal penanganan kebakaran hutan dan lahan.

Buku ini juga mengungkap, ada kebakaran hutan dan lahan sengaja untuk memperluas perkebunan sawit.”Ada temuan lapangan, misal satu wilayah dulu ada kebakaran. Tahun berikutnya sudah jadi perkebunan sawit. Ini terjadi di Riau. Kebakaran dulu, setelah itu jadi sawit,” katanya.

Juga ada korelasi ketimpangan penguasaan lahan dengan kebakaran hutan dan lahan.”Kami menemukan wilayah yang timpang penguasaan lahan, justru kebakaran hutan marak.”

Kebakaran juga terjadi di konsesi perusahaan yang mengklaim diri menerapkan aspek keberlanjutan seperti ISPO maupun RSPO.

Harijazudin, Kepala Departemen Sosial dan Inisiasi Kebijakan Sawit Watch mengatakan, fenomena kebakaran hutan dan lahan tahunan sistematis. Masyarakat lokal seringkali jadi kambing hitam padahal untuk memenuhi kebutuhan aktor-aktor besar.

Inisiatif warga Desa Sungai Tohor menyekat kanal guna menahan agar gambut tetap basah patut menjadi contoh. Praktik-praktik warga terbukti lebih bersahabat dengan lingkungan. Foto: Indra Nugraha

Akademisi IPB, Bambang Hero Saharjo mengatakan,  masyarakat di Sumatera dan Kalimantan, mulai terganggu asap. “Juni 2014, ketika Presiden minta maaf ke negara tetangga, UKP4 diminta investigasi untuk melihat dan audit. Hasilnya, di Riau, tidak ada perusahaan yang melaksanakan kewajiban pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.”

Dia juga menyoroti penegakan hukum lemah, masyarakat kerap jadi kambing hitam sedang perusahaan besar dibiarkan.

Ada juga modus penyiapan lahan dengan pembakaran bahkan modus asuransi. Dari awal mereka sudah tahu produksi HTI dan HPH jelek dan akan merugi. Jadi kebakaran dengan harapan mendapatkan klaim asuransi sangat besar. “Ini terjadi di Sumsel dan Riau.”

Dia mengingatkan, target penurunan emisi 26% 2020. Jika kebakaran terus terjadi maka target jauh api dari panggang. Padahal, waktu tersisa tinggal lima tahun lagi.

“Kebakaran banyak terjadi gambut. Padahal kondisi alami, gambut sebenarnya sulit terbakar. Gambut lahan basah. Kalaupun korek api jatuh tak akan terbakar. “Yang terjadi ekspansi perkebunan sawit, HTI, juga karet,” kata Iwan Tricahyo Wibisono, Senior Forestry Specialist Wetlands International.

Iwan mengatakan, perusahaan beralasan karena gambut lahan tingkat konfli rendah jadi bisa ditanami. Mereka memandang gambut bisa ditanami walaupun bukan tanaman seharusnya, seperti sawit dan akasia.

“Gambut mereka tanam tetapi tak bisa kondisi basah.  Akhirnya dikeringkan dengan kanal. Gambut menjadi benar-benar kering. Sedikit percikan rokok, akan terbakar. Kalau sudah terbakar di gambut terjadi ground fire. Tidak ketahuan api dimana. Yang jelas asap sudah dimana-mana.”

Iwan menyerukan pemerintah menyetop konversi gambut jadi apapun. Bagi lahan gambut yang terlanjur dikonversi, perusahaan harus  betul-betul memantau siklus hidrologi. Jangan sampai gambut terlalu kering.

Sekat kanal

Guna memperbaiki ekosistem gambut, Wetlands International pada 2002 intervensi dengan sekat kanal. Wilayah percobaan di Kalteng pada gambut eks PLG.

“Kami mencoba memblok kanal dengan struktur kayu dan tanah. Pelan-pelan lahan gambut basah kembali. Potensi kebakaran kecil. Ini jadi alternatif,” katanya.

Di struktur DAM yang ditutup, mereka mencoba menanam berbagai tanaman. Dengan harapan, struktur menjadi kuat dan tak mudah terbawa arus.

“Sayangnya tidak semua tertanam. Kekuatan arus agak sulit. Di berbagai DAM kelihatan berhasil. Potensi kebakaran bisa ditekan.”

Upaya ini juga diikuti yang lain. WWF melakukan hal serupa di Taman Nasional Sebangau. Warga Sungai Tohor di Riau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengadopsi kegiatan ini. Ada progran 1.000 blok kanal yang hingga kini belum jelas.

Bambang mengapresiasi tetapi langkah ini belum cukup. “Selama pelaku tak dikendalikan, kebakaran terus terjadi. Tak cukup  sekat kanal. Harus terpadu melibatkan pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, bersama-sama.”

Selain itu, kata Bambang, menjelang pilkada serentak Desember mendatang,  potensi kebakaran hutan dan lahan makin besar. Sebab, kemungkinan banyak pemda mengobral perizinan untuk sawit, HTI sampai pertambangan.

Kebakaran lahan gambut di Kalimantan Tengah, sejak September 2014. Kebakaran menyebabkan, asap tebal menyelimuti daerah ini hingga berbagai aktivitas terganggu. Foto: Zenzi Suhadi/Walhi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,