,

Aceh Jaya yang Banjir Lagi

Banjir masih menjadi kado rutin untuk Provinsi Aceh. Rabu (15/7/15) atau dua hari jelang Lebaran Idul Fitri 1436 Hijriah, sejumlah daerah di Kabupaten Aceh Jaya terendam air setelah diguyur hujan.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten (BPBK) Aceh Jaya, Amren menyebutkan, meskipun banjir tidak menimbulkan korban jiwa, namun merendam banyak desa. “Sekitar 95 desa yang berada di sembilan kecamatan dan ribuan rumah terendam. Sangat menyedihkan,” ujarnya.

Sementara Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh Said Rasul mengatakan, banjir tersebut menyebabkan akses jalan Banda Aceh ke sejumlah daerah di pantai barat dan selatan Aceh tersendat. Ini dikarenakan jembatan di Desa Mon Mata, Krueng Sabee, Aceh Jaya, putus dihantam banjir.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan, banjir yang terjadi di Kabupaten Aceh Jaya dan Aceh Barat menyebabkan 7.904 rumah terendam dan berdampak langsung pada 25.765 jiwa. “Hujan deras menyebabkan sungai meluap bersamaan. Sedimentasi sungai dan degradasi lingkungan menyebabkan Aceh Jaya rentan banjir.”

Sutopo menjelaskan, sebanyak sembilan kecamatan yaitu Setia Bakti, Pasie Raya, Teunom, Panga, Krueng Sabee, Darul Hikmah, Sampoiniet, Indra Jaya, dan Jaya terendam dengan ketinggian air 50 – 300 cm. “Jalan nasional lintas Banda Aceh-Calang juga longsor.”

Selain Aceh Jaya, sambung Sutopo, banjir juga terjadi di Aceh Barat yang merendam enam kecamatan. “Sekitar 26 desa dan 722 KK terendam banjir dengan ketinggian air 50-150 cm.”

Kondisi rumah yang hampir roboh akibat terpaan air kencang di Aceh Jaya. Foto: Junaidi Hanafiah

Kondisi rumah yang hampir roboh akibat terpaan air kencang di Aceh Jaya. Foto: Junaidi Hanafiah

Safrizal, warga Krueng Sabee mengatakan, banjir yang merendam ribuan rumah di daerah tersebut sebelumnya memang pernah terjadi, namun tidak separah ini.

“Ini terjadi karena hutan di Krueng Sabee dan daerah lain di Aceh Jaya rusak akibat perkebunan kelapa sawit maupun pertambangan emas,” ungkapnya.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh M. Nur menyebutkan, kekeringan, banjir, dan longsor yang terjadi di Aceh karena maraknya pembukaan hutan untuk perkebunan maupun pertambangan.

“Hutan terus dibuka tanpa kendali, akibatnya sumber air berkurang. Sementara, jika hujan deras mengguyur Aceh dalam beberapa hari langsung banjir.”

Seharusnya, sambung M Nur, ini menjadi perhatian semua pihak, khususnya pemerintah untuk kembali menata sektor kehutanan. Karena, pada penguhujung 2014, Aceh juga terendam banjir. “Ini menunjukkan ada yang salah dengan penggelolaan hutan saat ini.”

M Nur menambahkan, kejadian ini telah membuat masyarakat khususnya petani menderita. “Padahal, yang melakukan perusakan hutan adalah pemilik lahan perkebunan dan pertambangan,” paparnya.

Transportasi yang terhambat akibat jembatan yang putus di Desa Montana, Krueng Sabee. Foto: Junaidi Hanafiah
Jalur darat yang terhambat akibat jembatan yang putus di Desa Montana, Krueng Sabee. Foto: Junaidi Hanafiah
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,