,

Bawa Kayu Pakai Mobil Oknum TNI, Pembalak Liar Leuser Ditangkap

Empat orang jaringan pembalak liar di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Barak Induk, Langkat, Sumatera Utara, Rabu malam (16/7/15) ditangkap  tim patroli Polisi Kehutanan Wilayah VI Besitang Resort Sekocil, Balai Besar TNGL. Kala kepergok membawa kayu-kayu olahan itu, mereka menggunakan mobil oknum TNI.

Mereka semua warga Desa Suka Damai, Kecamatan Hinai, Langkat, antara lain ,  Misgito (48), sehari-hari sebagai buruh. Irwan (35),  seorang supir, dan Robby Ariandi (19), supir mobil.

Barak Induk adalah eks pengungsi Aceh yang masuk kawasan TNGL. Hampir setiap hari penebangan hutan terjadi di Barak Induk.

Kala ditangkap mereka sedang membawa ratusan kubik kayu olahan dari TNG di Jalan lintas Medan-Banda Aceh, sekitar Kantor Kepala Desa Alur Dua, Langkat.

Dari tangan pelaku, tim mengamankan sejumlah barang bukti, yaitu kayu diolah menjadi kusen jendela, pintu gawang, daun jendela, daun pintu, meja makan lemari pakaian, lemari hias, tempat tidur, dan kursi makan.

Sapto Aji Prabowo, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Stabat, kepada Mongabay, Kamis dinihari mengatakan, penangkapan ini setelah ada informasi penebangan damar dan meranti dari kawasan Leuser.

Dari pemeriksaan pelaku, katanya, kayu itu milik Jono, sudah masuk daftar pencarian orang (DPO). Kayu diangkut menggunakan mobil roda enam  dengan jenis cold diesel, nomor polisi BK 87000 LV berwarna kuning.  Ternyata, mobil ini milik Tri  SW, oknum TNI di Koramil Hamparan Perak, Deli Serdang.

“Patroli pengamanan hutan TNGL memperoleh info sekitar pukul 21.00 Rabu, soal ada illegal logging. Saya perintahkan patroli mengintai dan mengikuti mobil. Sekitar pukul 23. 30  ditangkap,” kata Sapto.

Dia menjelaskan, tiga hari sebelumnya, juga diamankan empat pembalak liar. Barang bukti kayu olahan dan karet dari Barak Induk.

Dalam penangkapan ini, dua warga Barak Induk, yaitu Mastur,warga Desa Harapan Maju. Dia bertani dan menanam karet di TNGL, dan Kadarudin. Mereka tertangkap kala membawa getah karet dari Leuser.

Petugas BBTNGL menggagalkan penjualan kayu olahan yang diambil dari kawasan TNGL oleh illegal loggers di kawasan Barak Induk Langkat. Foto: Ayat S Karokaro
Petugas BBTNGL menggagalkan penjualan kayu olahan yang diambil dari kawasan TNGL oleh illegal loggers di kawasan Barak Induk Langkat. Foto: Ayat S Karokaro

Dua pelaku lagi, Bambang Kisnadi Koto (44) warga Timbang Langkat, dan Syafil Koto, warga Kelurahan Pahlawan, Binjai Utara. Keduanya diamankan dengan barang bukti ratusan kayu diolah menjadi gagang cangkul.

Selama Ramadhan kali ini, ada empat kali tangkapan dan satu temuan. Pihaknya, terus berupaya mencegah dan menekan kejahatan kehutanan di TNGL dengan peningkatan patroli dan penangkapan. 

Hutan konservasi harus steril manusia?

Meskipun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sudah ‘mempromosikan’ kehutanan sosial, di mana masyarakat bisa diberikan hak mengelola hutan (termasuk di kawasan konservasi), tetapi dia masih berpandangan aturan hukum, seharusnya Barak Induk, sebagai kawasan konservasi steril dari pemukiman manusia. Hingga kawasan konservasi bisa berjalan baik.

Sapto mengungkapkan, secara kemanusiaan, pemerintah pusat dan daerah, harus memikirkan masalah penghuni di Barak Induk yang masuk TNGL. Yakni, dengan relokasi agar tidak ada alasan warga tinggal di kawasan Leuser.

Menurut dia, eks pengungsi Aceh di Barak Induk, harus keluar dari sana, dengan catatan relokasi dengan beradab. “Manfaat hutan bisa mengendalikan banjir, mengontrol iklim, memproduksi oksigen dan lain-lain. Perbuatan mereka merusak hutan, juga mengancam kehidupan satwa liar.”

Untuk memback-up penyidikan dan penindakan, Selasa (14/7/15), Istanto, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan pada Dirjen Penegakan Hukum KLHK datang ke BBTNGL.

Istanto menganggap, perlu ada pengetatan sektor kebijakan dan penindakan, khusus penyidikan hingga pengadilan. Sebab selama ini, kasus illegal logging dan satwa, vonis di pengadilan dianggap terlalu ringan, hingga tidak membuat efek jera.

Untuk hukuman rendah ini, katanya, KLHK sudah mengusulkan  Revisi UU Nomor 41 tahun 1999 dan UU nomor 5 tahun 1990. Kedepan, diharapkan bisa meggunakan UU Nomor 18 tahun 2013 dengan ada hukuman minimum, yakni, masyarakat biasa minimal tiga tahun, untuk corporasi minimal  5-10 tahun denda miliaran rupiah. Khusus eks pengungsi Aceh di Barak Induk, saat ini ditangani Kementerian Polhukam.

Ratusan kayu olahan jenis damar ini diambil dari dalam kawasan TNGL di Barak Induk Langkat. Foto: Ayat S Karokaro
Ratusan kayu olahan jenis damar ini diambil dari dalam kawasan TNGL di Barak Induk Langkat. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,