Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan Nelayan dan Pesisir Mendesak

Sedikitnya 14  organisasi masyarakat sipil di  Asia Tenggara mendorong ASEAN dan negara anggota, memberikan pengakuan politik atas keberadaan dan peran penting perempuan nelayan dalam perikanan skala kecil dan pengelolaan sumber daya pesisir. Pengakuan soal perlindungan dan pemberdayaan perempuan nelayan itu disampaikan dalam Lokakarya Regional mengenai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Berbasis Masyarakat” di Manila, Filipina, awal Juli 2015.

Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Kiara dan Koordinator Regional SEAFish for Justice mengatakan, perempuan nelayan berjibaku sehari-hari memberikan kontribusi kepada keluarga dan terlibat aktif di dalam perikanan skala kecil dan penyelamatan ekosistem pesisir. Satu contoh, di banyak desa pesisir Asia Tenggara, perempuan mengelola hutan mangrove seperti di Kamboja, Malaysia, Filipina, Indonesia dan Vietnam.

“Ini menunjukkan betapa signifikan perempuan nelayan memainkan peran,” katanya kepada Mongabay.

Pada level dunia, katanya, ada pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan diikuti Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-Scale Fisheries pada Juni 2014. Di Indonesia, bisa dimanifestasikan dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan yang sedang dibahas DPR.

Masnuah, Sekretaris Jenderal Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) mengatakan, di Indonesia, pemenuhan hak-hak dasar perempuan nelayan, belum dijalankan negara.

“Kami mengusulkan kepada DPR dan pemerintah mengedepankan pemenuhan hak perempuan nelayan melalui kebijakan politik seperti RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,” katanya.

Anggota Komisi IV DPR Rofi Munawar mengatakan, pembahasan RUU PPN akan menitikberatkan kepada perlindungan dan pemberdayaan nelayan kecil dan tradisional, seperti soal perlindungan nelayan dan hasil tangkapan. Selama ini, nelayan tradisional memiliki risiko sangat besar saat melaut. Bukan hanya alat tangkap dan perahu berukuran kecil juga perlindungan lemah dari pemerintah.

Dia mengatakan, salah satu cara mengurangi risiko nelayan tradisional dengan memberikan asuransi. “Perlu dipikirkan terobosan dan formula tepat dalam merumuskan kebijakan asuransi.”

Adapun masalah sektor budidaya ikan berada pada jaminan bebas penyakit, bebas cemaran, ketersediaan pakan terjangkau, ketersediaan bibit dan akses permodalan. Selain itu, katanya,  efisiensi produksi juga permasalahan dalam budidaya perikanan karena belum banyak inovasi teknologi.

Belum ada jaminan asuransi bagi nelayan menjadi bagian pokok bahasan dalam RUU PPN. Foto: Tommy Apriando
Belum ada jaminan asuransi bagi nelayan menjadi bagian pokok bahasan dalam RUU PPN. Foto: Tommy Apriando
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,