, ,

Kala Menteri Siti Janji Seriusi Kasus Lumba-lumba Terperangkap di Resor Bali

“Saya menandatangani karena saya sayang sama lumba-lumba dan lumba-lumba layak untuk hidup bebasss..di laut yang tak terhingga ukurannya….” Begitu komentar Saskia Natalia, penandatangan petisi “Bebaskan empat lumba-lumba liar di kolam kecil.. atau “Free four wild dolphins in a tiny resort pool,” di Change.org.

This is totally insane. dolphins are living mammals. they have their own lives. they are not money-maker machines. this thing has to be stopped,” kata komentar lain dari Safira Azra asal Indonesia.  Tak hanya Saskia dan Safira. Ribuan komentar berisi protes dan keprihatikan terhadap empat lumba-lumba liar yang terkurung dalam kolam sempit itu.

Petisi ini dibuat Craig Brokensha, turis dan peselancar asal Australia berisi protes kondisi empat lumba-lumba di dalam kolam berukuran 10 x 20 meter mengandung klorin di resor, daerah Keramas, Bali. 

Brokensha menceritakan, lumba-lumba itu hanya untuk dipertontonkan kepada turis. Parahnya, kolam itu merupakan fasilitas lumba-lumba yang ditutup dua tahun lalu oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

“Setelah protes awal ketika Wake Bali buka Juli lalu, resor masih tetap terbuka dan lumba-lumba terjebak di kolam klorin yang sangat kecil,” bunyi petisi Brokensha. Dia meminta Wake Bali Dolphins membebaskan lumba-lumba dan mengembalikan mereka ke alam liar.

Sejak dibuat sekitar tiga minggu lalu, penandatangan petisipun, sampai Kamis (30/7/15), sudah sampai 378 ribuan orang dari berbagai negara terutama Indonesia.

Pada Senin (27/7/15), Menteri Lingkungan dan Kehutanan Siti Nurbaya, menanggapi petisi yang ditujukan kepada dia di kolom tanggapan pengambil keputusan.

Siti mengatakan, sejak awal mengikuti perkembangan petisi ini. Sejak menerima petisi, Siti telah mendiskusikan dengan tim di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Petisi juga langsung disampaikan oleh Jakarta Animal Aid Network.

“Kami menanggapi laporan ini dengan serius, sedang menginvestigasi situasi,” katanya.

Menurut dia, kalau ternyata ada pelanggaran hukum oleh resor baik kekerasan maupun penelantaran lumba-lumba, ataupun standar-standar kondisi tak terpenuhi,  KLHK akan mengambil tindakan.

Tak hanya itu. KLHK juga membuka kembali wacana keberadaan tempat-tempat atraksi lumba-lumba. “Saya mau kita terbuka dalam mendiskusikan ini, dengan para ahli, maupun masyarakat. Untuk menentukan jalan ke depan yang terbaik, bagi lingkungan hidup, bagi satwa, dan manusia.”

Dalam waktu dekat, katanya, KLHK akan mengadakan diskusi publik topik perlindungan lumba-lumba. “Lami akan mengundang para ahli pendidikan, psikologi, konservasi, perlindungan satwa, organisasi masyarakat sipil, untuk berdialog terbuka, dan mencari solusi bersama,” ucap Siti.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,