Kedatangan El Nino Menjadi Berkah Sektor Perikanan dan Kelautan

Walaupun Pemerintah  Indonesia mengakui bahwa fenomena alam El Nino yang sedang berlangsung saat ini menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan nasional, namun kenyataannya itu justru berdampak baik bagi sektor kelautan dan perikanan.

Fenomena El Nino, menurut Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Achmad Poernomo, memang menjadi berkah sekaligus bencana bagi Indonesia.

“Bencana ya bisa kita lihat nanti, karena El Nino akan berdampak pada sektor pertanian nasional. Namun, pada saat bersamaan, El Nino juga membawa keberkahan buat para nelayan dan pelaku usaha di sektor kelautan dan perikanan,” ungkap Achmad kepada Mongabay belum lama ini.

Menurut Achmad, selama masa El Nino berlangsung, akan terjadi kenaikan produksi perikanan dan itu bisa dirasakan di hampir semua wilayah perairan di Indonesia.”Ketersediaan ikan akan berlimpah di semua perairan dan itu menjadi tantangan untuk kita semua,” jelasnya.

Yang dimaksud dengan tantangan, kata Achmad, adalah bagaimana  memanfaatkan ketersediaan ikan yang banyak sehingga bisa memberi manfaat untuk semua, termasuk nelayan dan pelaku usaha yang terlibat. Karena, jika tidak ditangani dengan baik, potensi positif tersebut akan hilang dengan cepat.

“Mengingat masa El Nino tidak sepanjang tahun dan sangat jarang terjadi. Bukan berarti kita menari dan bergembira di atas penderitaan para petani, namun ini juga harus tetap dimanfaatkan sebaik mungkin,” tuturnya.

Selain ketersediaan ikan meningkat tajam, Achmad mengungkapkan, fenomena El Nino juga akan memberi dampak positif untuk para petani garam di seluruh Nusantara. Karena, selama masa El Nino berlangsung, suhu panas akan meningkat dan itu baik untuk proses pembuatan garam.

“Namun, selain itu akan ada dampak negatif juga untuk sektor kelautan dan perikanan. Karena, masa El Nino akan berdampak negatif untuk perikanan budidaya. Ini yang harus diwaspadai oleh seluruh petani perikanan budidaya di seluruh Indonesia,” ungkap dia.

6,3 Juta Ton Produksi Perikanan Tangkap

Sementara itu, Menteri Susi Pudjiastuti menjelaskan, kenaikan stok ikan selama masa El Nino berlangsung memang sudah diprediksi sejak jauh hari. Menurut dia, kondisi tersebut harus bisa dimanfaatkan sebaik mungkin nelayan dan pelaku usaha.

Untuk produksi perikanan tangkap selama masa El Nino berlangsung tahun ini, diprediksi akan mencapai 6,3 juta ton. Jumlah tersebut dinilai cukup banyak jika dibandingkan dengan tahun lalu. Hal itu juga diakui oleh Sekretaris Dirjen Perikanan Tangkap KKP Mohamad Abduh.

Nelayan mengangkat ikan hasil tangkapannya di Pelabuhan Ikan Melonguane, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Foto : Jay Fajar
Nelayan mengangkat ikan hasil tangkapannya di Pelabuhan Ikan Melonguane, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Foto : Jay Fajar

Menurut Abduh, meski El Nino diakui akan menambah ketersediaan ikan cukup banyak, namun pihaknya tidak bisa menargetkan produksi lebih dari 6,3 juta. Hal itu, karena produksi perikanan tangkap dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti cuaca dan juga alat tangkap.

Kondisi tersebut, kata Abduh, berbeda dengan produksi perikanan budidaya yang bisa diprediksi dan ditargetkan dengan baik. Karena, faktor yang memengaruhinya tidak lebih banyak dari produksi perikanan tangkap.

Sementara itu terkait peningkatan produksi garam selama masa El Nino berlangsung, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (P2KP) KKP Sudirman Saad, mengungkapkan bahwa itu akan terjadi di sejumlah wilayah tempat produksi garam berlangsung selama ini.

Bahkan, Sudirman tak ragu menyebut lahan seluas 10.000 hektare yang selama ini menjadi sentra pembuatan garam nasional akan merasakan dampak positif dari fenomena El Nino. Peningkatan itu bisa terjadi, karena ketersediaan sinar matahari akan lebih banyak dan itu sangat baik untuk  proses pembuatan garam.

“Kita bersyukur karena ada positifnya juga El Nino ini. Terlepas ada negatif yang harus dirasakan oleh sektor yang lain, namun produksi garam ini harus bisa dimanfaatkan sebaik mungkin oleh petani garam. Karena, sinar matahari tersedia sangat cukup,” tutur dia.

Saat ini, Sudirman menjelaskan, produksi garam dilaksanakan di lahan seluas 10.000 hektare yang tersebar di seluruh Indonesia. Termasuk, 300 hektare merupakan lahan tambahan hasil sumbangan dari PT Garam.

“Karena lokasi di Sampang seluas 300 hektare tidak digunakan, kita minta lahan milik PT Garam tersebut digarap oleh para petani yang ada di kawasan tersebut. Maksudnya, biar bermanfaat dan menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi,” ungkap Sudirman.

Di luar lahan 300 hektare yang sudah digarap di Sampang, Jawa Timur, Sudirman memaparkan, pihaknya juga fokus untuk membina para petani garam yang menggarap lahan seluas 10.000 hektare di seluruh Indonesia. Namun, dari jumlah tersebut, sebagian besar atau mencapai 40 persen berlokasi di Jawa Timur, seperti Madura dan Gresik.

“Sisanya di Cirebon, Indramayu, Bima, NTB. Itu adalah sentra-sentra garam yang selama ini sudah berkembang, petani juga sudah lama membudidayakan garam. Jadi tempat-tempat itulah yang akan kita intensfikasi,” jelas dia kepada wartawan di Jakarta, akhir pekan lalu.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , ,