,

Sound of Ska V, Konser Musik buat Penyelamatan Satwa

Trombon, terompet, saksopon berpadu dengan alunan gitar, bas, drum, dan piano. Alunan musik beraliran ska atau rock steady membawa penonton berjoget gembira. Grub band seperti The Ska Banton dari Surabaya,  The Sentimental Mood dari Jakarta, Apollo 10 dari Jogja, Black Sky, Shaggydog dan beberapa band pengisi lain ikut meramaikan konser Sound of Ska V Sabtu (1/8/15). di Jogja Nasional Museum (JMN). Mereka mengusung tema kepedulian alam dan satwa.

“Dengan membeli tiket, penonton ikut peduli dan berdonasi penyelamatan alam dan satwa. Baik domestik seperti anjing dan kucing serta satwa liar dilindungi,” kata Oddysey Sanco, akrab disapa Bandizt, pembetot bass Shaggydog dan ketua panitia.

Kegiatan ini, katanya, untuk menyampaikan pesan kepedulian sesama makhluk hidup. Tidak hanya bermusik, juga mengajak penonton bergerak bersama menyelamatkan satwa.  Adapun organisasi peduli satwa yang ikut berpartisipasi, Animal Friends Jogja (AFJ).

Anandra, vokalis The Ska Banton mengatakan, senang bisa berpartisipasi. Baginya, ini tidak hanya konser, namun punya pesan sosial mengajak penonton peduli alam dan satwa. “Lingkungan sudah makin rusak. Satwa diburu, ditelantarkan, dibunuh manusia, ini suatu kekejaman.”

Peduli satwa

Dessy Zahara Angelina Pane dari AFJ, mengatakan, konser Sound of Ska menjadi momen untuk mengingatkan dan mengajak penonton peduli satwa.

AFJ, katanya, saat ini terus memperjuangkan penyelamatan satwa domestik seperti anjing dan kucing. Adapun kampanye gerakan “Dogs Are Not Food” atau “Anjing Bukan Makanan” dan “Stop Sirkus Lumba-Lumba” masih menjadi fokus besar yang dilakukan.

Di Yogyakarta, diperkirakan 360 anjing dibunuh tiap minggu. Di Manado dan Sumatera, dimana daging anjing dianggap wajar disajikan, diperkirakan 1.800 anjing per minggu dikalikan lima (3.600 anjing).  Di Jakarta, paling sedikit dua kali dari Yogyakarta. Jadi, sekitar 4.680 anjing per minggu, 18.720 per bulan dan 224.640 per tahun dikorbankan hanya di empat daerah di Indonesia.

Untuk itu, katanya, pemerintah hendaknya melarang perdagangan, penjagalan dan transportasi anjing untuk konsumsi di Indonesia. Masyarakat juga perlu diedukasi risiko kesehatan dan penyebaran rabies dari perdagangan dan konsumsi daging anjing.

Pemerintah juga perlu mengedukasi ketidakefektifan metode pemusnahan massal memberantas rabies. Juga, menggalakkan vaksinasi rabies berkelanjutan sebagai metode pemberantasan rabies.

Selain itu, sirkus lumba-lumba atau fasilitas hotel di Bali seperti di Wake Resort, menjadikan lumba-lumba obyek ekspoitasi mencari keuntungan. Belum lagi sirkus keliling di beberapa daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur.

“Pentas lumba-lumba dan aneka satwa tidak mendidik, bahkan melecehkan edukasi dan konservasi. Edukasi dan konservasi yang diklaim sirkus satwa hanyalah tabir pembenaran eksploitasi satwa liar untuk hiburan dan kepentingan komersial belaka.”

Lapak AFJ yang menjual barang daur ulang dan kaos kampanye anjing bukan makanan serta pamflet kampanye stop sirkus lumba-lumba keliling di Sound Of Ska V. Foto: Tommy Apriando
Lapak AFJ yang menjual barang daur ulang dan kaos kampanye anjing bukan makanan serta pamflet kampanye stop sirkus lumba-lumba keliling di Sound Of Ska V. Foto: Tommy Apriando
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,