,

Beginilah Cara Kami Mengekspresikan Rasa Sayang pada Orangutan

Puluhan pelajar melukis. Mereka juga menulis berbagai pesan moral. Hasil karya seni anak-anak muda Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat itu kemudian dipublikasikan di media sosial.

Begitulah cara Yayasan Palung mengekspresikan rasa sayang pada orangutan di Hari Orangutan Sedunia yang diperingati setiap 19 Agustus. “Tahun ini kita memang merayakannya dengan sederhana, kata Petrus Kanisius dari Yayasan Palung ketika dikonfirmasi dari Pontianak, Selasa (18/8/15).

Kendati demikian, kata Pit -sapaan akrab Petrus Kanisius- langkah sederhana itu bukan berarti mengurangi makna dari upaya para pihak untuk terus berbuat yang terbaik bagi kelangsungan hidup si pongo.

Menurutnya, tahun 2015 ini pihaknya melibatkan puluhan pelajar dan relawan untuk memperingati Hari Orangutan Sedunia. Mereka diminta melukis orangutan, dan menulis pesan moral berupa ajakan kepada semua pihak untuk peduli dan melindungi orangutan.

Lukisan dan pesan itu kemudian dipublikasi ke media sosial seperti facebook dan instagram ke seluruh jaringan dengan harapan dapat menginspirasi banyak pihak dalam perilaku hidup sehari-hari. “Hanya itu yang kami harapkan di Hari Orangutan Sedunia tahun ini,” kata Pit.

Sementara Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) Ketapang menggelar serangkaian agenda di Hari Orangutan Sedunia 2015. Mulai dari lomba menggambar dan lagu lingkungan tingkat SMA/umum hingga cerita orangutan Borneo di City Mall Ketapang.

Koordinator Penanganan Konflik Orangutan-Manusia YIARI Ketapang, Juanisa Andiani mengatakan seluruh rangkaian kegiatan itu dibuka di Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan Sungai Pawan. Seluruh kegiatan itu pada prinsipnya ingin menggugah kesadaran publik, terutama pelajar agar lebih peduli dan menyayangi orangutan.

Di sanalah lembaga ini mencoba menampung orangutan peliharaan warga yang disita aparat Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat. Berdasarkan data terakhir, masih ada 86 individu orangutan yang direhabilitasi sebelum dilepasliarkan ke habitatnya.

“Kalau peliharaan warga, orangutannya direhabilitasi dulu sampai bisa survive di hutan. Perlakuan ini berbeda dengan orangutan yang statusnya liar. Jika terjadi konflik dengan manusia langsung dievakuasi dari lokasi konflik dan dipindahkan ke habitat baru yang lebih aman,” urai Juanisa.

Penyelamatan orangutan harus dilakukan mengingat saat ini populasinya terus menurun. Foto: Rhett Butler

Mutakhirkan data populasi orangutan

Sebelumnya, sejumlah pihak di Pontianak telah menggagas upaya pemutakhiran data populasi dan sebaran habitat serta penilaian keberlangsungan hidup orangutan di Kalimantan Barat. Upaya ini dilakukan menjelang pertemuan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) yang direncanakan akhir 2015.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar, Sustyo Iriyono mengatakan, persoalan orangutan ini terus dikaji dan dievaluasi oleh pemerintah dan para ahli. “Untuk sampai ke pertemuan itu, kita musti punya persiapan melalui lokakarya regional,” katanya.

Menurutnya, pertemuan PHVA kali pertama diadakan pada 1993 dan dilanjutkan 2004. “Begitu banyak data terkait orangutan yang telah dikumpulkan sejak 2004 hingga kini. Semua itu harus dimutakhirkan sehingga menghasilkan data yang akurat,” ucapnya.

Lebih jauh dia menjelaskan, ada sekian banyak penelitian dan survei orangutan yang dilakukan sejak 2004 di Sumatera dan Kalimantan. Begitu pula dokumen yang dihasilkan, juga sudah cukup banyak. Baik berupa laporan dan tulisan ilmiah yang sudah diterbitkan dalam bentuk jurnal ilmiah nasional maupun internasional.

Namun disayangkan, kata Sustyo, data dari laporan dan tulisan ilmiah tersebut belum terkumpul. Padahal, informasi dan data terkini mengenai sebaran populasi dan habitat serta viabilitas orangutan yang berasal dari laporan dan tulisan ilmiah tersebut sangat diperlukan untuk memutakhirkan analisa PHVA yang sudah ada.

Untuk menjawab rentetan persoalan itu, BKSDA Kalbar sudah menggandeng berbagai lembaga mitra seperti FOKKAB (Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Barat), FORINA (Forum Orangutan Indonesia), WWF-Indonesia, GIZ FORCLIME, AKAR, dan Yayasan Titian.

“Kita undang berbagai pemangku kepentingan kunci yang terkait dengan orangutan di Kalbar untuk bertemu, berbagi, dan memutakhirkan informasi serta data orangutan sub-species pygmaeus dan wurmbii,” urai Sustyo.

Sementara Ketua Forum Konservasi Orangutan Kalbar, Albertus Tjiu mengatakan, hasil pemutakhiran data sebaran, populasi, perilaku, ancaman, dan usaha pelestarian, baik in situ maupun ex situ dari orangutan akan diserahkan kepada pemerintah. “Negara yang berkewajiban mengelola keberlangsungan hidup spesies kera besar langka ini,” katanya.

Lebih lanjut, Albertus menyebut, data ini akan menjadi baseline data yang akan digunakan oleh Pemerintah Indonesia guna memperbarui strategi dan rencana konservasi orangutan di Indonesia yang akan berakhir pada 2017.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,