,

Foto: Menyibak Geliat Krakatau Saat Ini

Sejak meletus dahsyat pada tanggal 26-27 Agustus 1883, Krakatau menjadi tempat satu-satunya di bumi dimana penelitian suksesi ekologis dapat disaksikan dengan detil dan kasat mata. Tidak aneh jika Krakatau menjadi laboratorium hidup untuk menyibak rahasia kuasa alam.

Empat puluh tahun sejak mega erupsi terjadi, Pulau Anak Krakatau muncul dari permukaan laut. Kemunculan pulau ini menandakan bahwa geliat Krakatau belum berakhir, dan tetap bertumbuh secara konstan. Jika saat ini tinggi puncak Anak Krakatau sekitar 450 m dpl, baru hanya setengah dari tinggi puncak Krakatau purba sebelum erupsi 1883.

Sebagai laboratorium hidup, Anak Krakatau menyediakan tempat observasi terbaik untuk mempelajari dan mengetahui kemunculan vegetasi dan satwa yang datang untuk menjadikan pulau ini sebagai tempat tinggal barunya.

Vegetasi perintis yang didaratkan oleh ombak di Anak Krakatau. Selain membawa vegetasi baru, ombak juga membawa sampah. Foto: Ridzki R. Sigit (atas dan bawah)
Vegetasi perintis yang didaratkan oleh ombak di Anak Krakatau. Selain membawa vegetasi baru, ombak juga membawa sampah. Foto: Ridzki R. Sigit (atas dan bawah)

Tidak saja di Anak Krakatau. Di pulau lain tersisa dari letusan purba, Rakata, Panjang dan Sertung, saat ini kita dapat menjumpai proses suksesi vegetasi yang terus berlangsung. Jenis-jenis tumbuhan primer di pantai menunjukkan sistem arus laut yang turut andil dalam mendaratkan berbagai jenis perintis yang sekarang mudah dijumpai di sepanjang garis pantai.

Pohon-pohon berbanir tinggi menjulang dengan tajuk yang rapat memperlihatkan alam sedang terjadi. Jenis-jenis ara penjerat (beringin, ficus) dalam hutan merupakan bukti hadirnya burung dan kelelawar yang memainkan peran sebagai penyebar benih utama di dalam hutan.

Tukirin, peneliti Krakatau. Foto: Ridzki R. Sigit
Tukirin, peneliti LIPI di tengah hutan tropis. Foto: Ridzki R. Sigit
Ficus penjerat, hidup di pohon bertajuk. (atas), Tukirin peneliti Krakatau di tengah hutan lebatnya hutan (bawah). Foto: Ridzki R. Sigit
Ficus penjerat, menempel di pohon inang. Foto: Ridzki R. Sigit

Vegetasi hutan tropis yang terbentuk selama 130 tahun ini pun menunjukkan bahwa alam, bukan manusia, yang berkuasa untuk memperbaiki diri lewat cara yang mengagumkan.

Di balik lapisan sedimen tanah yang terbentuk di pulau-pulau tersebut, masih dijumpai sisa arang-arang kayu yang terbakar. Sebagian adalah bagian dari batang dan pohon purba yang menyaksikan langsung letusan maha dahsyat yang terjadi di Krakatau.

Arang kayu, sisa letusan yang tertinggal di pulau xxx. Foto: Ridzki R. Sigit
Arang kayu, sisa letusan 1883 yang tertinggal di sedimen tanah di pulau Rakata. Foto: Ridzki R. Sigit

Saat ini Krakatau dihuni oleh satwa-satwa yang memiliki kemampuan untuk bermigrasi mengarungi samudera, seperti biawak dan ular yang mampu berenang, juga berbagai jenis burung yang mampu terbang menyeberangi laut. Termasuk berbagai jenis ikan karang yang mulai datang untuk mengisi relung-relung yang terbentuk bersama dengan hadirnya terumbu karang di lepas pantai.

Biawak, salah satu satwa penghuni Krakatau, mencari makan di sela-sela makanan sisa pengunjung. Foto: Ridzki R. Sigit
Biawak, salah satu satwa penghuni Krakatau, mencari makan di sela-sela makanan sisa pengunjung. Foto: Ridzki R. Sigit
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,