,

Inilah Desa di Kabupaten OKI yang Setiap Tahun Langganan Kebakaran

Upaya Pemerintah Sumatera Selatan untuk bebas dari bencana kabut asap di 2015 ini tampaknya tidak berjalan mulus. Pekan terakhir Agustus 2015, kabut asap melanda Palembang dan wilayah lainnya di sekitar lahan gambut.

Kabut asap tersebut diakibatkan kebakaran lahan pada wilayah yang hampir setiap tahun terbakar. Terutama di Desa Perigi Talang Nangka, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.

Titik api atau kebakaran di desa ini bukan hanya disebabkan aktivitas warga yang membuka lahan untuk bersawah ladang atau meremajakan perkebunan karetnya. Namun juga, terjadi di lahan perkebunan sawit. Misalnya, di lahan perkebunan sawit milik PT. PSM (Persada Sawit Mas), yang jaraknya sekitar 10 kilometer dari perkampungan warga. Lahan perkebunan sawit ini merupakan lahan gambut yang kedalamannya berkisar 50 centimeter hingga dua meter. Lahan ini berbatasan dengan perkebunan karet milik warga yang bukan lahan gambut.

“Lokasi kebun sawit ini hampir setiap tahun terbakar. Kebakaran tahun ini nyaris membakar kebun karet milik warga, termasuk milik saya,” kata Eddy Saputra, Ketua Gabungan Kelompok Tani Perigi Bersatu Makmur, Senin (31/08/15).

“Jika pihak perusahaan tidak melakukan pemadaman selama dua hari ini, mungkin kebun karet milik kami banyak yang habis terbakar. Satu kebun milik warga habis terbakar. Pohon karetnya sudah berusia tiga tahun,” jelas Eddy sambil menunjuk kebun karet yang habis terbakar tersebut, yang letaknya berbatasan dengan lahan perkebunan sawit.

Di lokasi terlihat juga warga yang tengah berjaga. “Saya tiga malam ini tidur di sini. Jaga kebun dari kobaran api. Kalau pulang hanya makan dan mandi,” kata Amir, yang kebun karetnya diapit kebun karet dan kebun sawit yang sudah terbakar.

Perkebunan sawit milik PT. PSM dengan perkebunan karet warga hanya dibatasi sebuah kanal yang lebarnya sekitar tiga meter. Namun, sebagian besar kanal ini dangkal dan ditumbuhi rumput, sehingga api begitu mudahnya menjalar dari perkebunan sawit ke kebun karet milik warga.

“Angin dari arah tenggara juga membawa percikan api dari kebun sawit sehingga mempercepat terbakarnya kebun karet ini. Kami sudah berusaha memadamkan, tapi tidak mampu. Kebun kami bae sudah kering akibat hembusan api,” ujarnya.

Kanal pembatas perkebunan sawit PT. PSM dengan perkebunan karet rakyat. Kanal yang dangkal dan dipenuhi rumput menjadi penghantar api yang baik. Foto: Taufik Wijaya
Kanal pembatas perkebunan sawit PT. PSM dengan perkebunan karet rakyat. Kanal yang dangkal dan dipenuhi rumput menjadi penghantar api yang baik terjadinya kebakaran. Foto: Taufik Wijaya

Saat saya ke lokasi perkebunan sawit, terlihat kayu-kayu bekas penebangan pohon telah menjadi arang. Beberapa pohon sawit yang sudah berbuah daunnya juga mengering.

Terlihat pula sejumlah kepulan asap dari dalam tanah. Seperti berada di wilayah pegunungan aktif, tiba-tiba muncul api dari dalam tanah yang menyambar rumput atau tanaman yang sudah mengering.

Saya dan beberapa warga yang berada di lokasi berusaha memadamkan kobaran api dengan menggunakan pelepah pohon sawit, dan sebuah parang untuk membersihkan rumput sehingga api tidak menjalar. Setelah api padam baru muncul petugas pemadam api perusahaan.

Apakah pihak perusahaan mengajak masyarakat dalam mengatasi kebakaran lahan? “Tidak pernah. Tidak pernah kami diajak perusahaan untuk bekerja sama dalam mengatasi kebakaran, apalagi bantuan buat kami seperti peralatan pemadam kebakaran. Sama sekali tidak ada, meskipun hampir setiap tahun terjadi kebakaran,” kata Eddy.

Sehari sebelumnya, Minggu (30/08/15), saya melihat sejumlah titik api yang diakibatkan aktivitas perkebunan karet. Kebun karet yang dibakar tersebut merupakan kebun yang akan diremajakan. Yakni pohon-pohon karet yang usianya 25 tahun ditebang. Daun, ranting dan bongkol pohon yang dibakar.

“Kami tahunya dengan cara bakar inilah. Kalau menggunakan racun, kami tak punya dana, juga makan waktu. Hanya dengan bakar inilah. Kalau sudah dibakar, kami juga tidak perlu pupuk buat menanam bibit yang baru. Kalau pemerintah punya cara yang baik, tanpa perlu membakar kami mau mengikutinya,” kata seorang warga yang tengah membakar kebun karetnya yang akan diremajakan.

Sejumlah warga juga melakukan pembakaran di lahan gambut. Lahan berupa semak rumput tersebut, selalu dibakar setiap kali musim kemarau. Pembakaran ini dilakukan sebelum mereka menanam padi.

“Tapi kami membakarnya sedikit-sedikit. Kami menjaganya siang malam. Kami tahun kalau kebakaran ini menimbulkan asap, makanya kami menjaga jangan sampai api membakar terlalu luas, sehingga menimbulkan asap yang banyak sekaligus,” katanya warga yang juga tidak mau menyebutkan identitas dirinya.

Kebun karet masyarakat yang mengering akibat lahan perkebunan sawit perusahaan yang terbakar. Foto: Taufik Wijaya
Kebun karet masyarakat yang mengering akibat lahan perkebunan sawit perusahaan yang terbakar. Foto: Taufik Wijaya

Minta perusahaan atasi kebakaran

Sebelumnya, M. Rosidi, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), mengatakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten OKI, langsung bereaksi setelah adanya kabut asap.

“Sebagai tindak lanjut dari rapat di tingkat provinsi, kami akan memanggil pihak-pihak yang mengelola lahan di Kabupaten OKI. Kita minta mereka untuk segera mengatasi kebakaran tersebut,” kata M. Rosidi, Jumat (28/08/15).

“Jika sudah diberi peringatan keras, tapi api tetap muncul di lahan mereka, bukan tidak mungkin bersama aparat keamanan terkait kita akan memasang police line pada lahan yang terbakar,” katanya.

Mukti Sulaiman, Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan, Jumat (28/08/15) menjelaskan pihaknya akan mengeluarkan surat instruksi kepada bupati dan walikota di Sumatera Selatan terkait persoalan kebakaran hutan dan lahan gambut. Bahkan, dia meminta camat dan kepala desa tidak meninggalkan tempat, dan melakukan pemantauan terhadap aktifitas perkebunan dan pertanian.

Mukti juga menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah Sumatera Selatan guna mengatasi kebakaran hutan dan lahan gambut sejak beberapa bulan lalu.

Misalnya, Pemerintah Sumatera Selatan menetapkan status keadaan Siaga Darurat Bencana Asap akibat kebakaran Hutan dan Lahan melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor: 215/KPTS/BPBD/2015, tanggal 26 Februari 2015, tentang penetapan status keadaan siaga darurat bencana asap akibat kebakaran hutan.

Bahkan Alex Noerdin, Gubernur Sumatera Selatan, mengatakan, “Sumatera Selatan harus zero hotspot atau tidak ada titik api yang akibat terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Seminimal mungkin tidak ada asap dan api,” kata Alex Noerdin pada Apel Kesiapsiagaan Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Sumsel Tahun 2015 dan pelepasan tim operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Base Ops Pangkalan TNI AU Palembang, Kamis (09/07/15).

Menurut Alex Noerdin, pada tahun sebelumnya, teknologi modifikasi cuaca biasanya dilakukan saat tanggap darurat atau saat kabut asap mulai mengepung.  “Tapi sekarang kita lakukan sejak awal. Target kita tahun ini adalah Sumatera Selatan bebas kabut asap. Walaupun masih ada asap harus seminimal mungkin,  kalaupun masih ada tidak mengganggu siapa-siapa,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,