,

Lima Individu Orangutan Kembali Dilepasliarkan di Kehje Sewen

Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) Program Reintroduksi Orangutan Samboja Lestari, Kalimantan Timur, kembali melepasliarkan lima individu orangutan yang terdiri dari satu jantan dan empat betina di Hutan Kehje Sewen, Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara. Sejak 2012, terhitung sudah 31 orangutan yang sebelumnya telah dilepasliarkan di hutan yang dikelola oleh PT. Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (PT. RHOI) yang didirikan oleh Yayasan BOS itu.

Salah satu kandidat orangutan yang akan dirilis, Long, merupakan orangutan betina yang memang berasal dari areal sekitar Hutan Kehje Sewen. Long diserahkan ke Yayasan BOS oleh seorang warga Nehas Leah Bing yang menemukannya di Hutan Adat Wehea. Kini, diusianya yang ke-9 tahun, Long kembali pulang, namun ke tempat yang lebih terjamin.

Agus Irwanto, Manajer Program Samboja Lestari menuturkan, pihaknya masih memiliki kewajiban untuk melepasliarkan lebih dari 150 individu orangutan rehabilitan yang sehat dan memenuhi segala persyaratan untuk hidup liar di habitat alaminya. Kami juga berupaya memberikan kehidupan yang lebih baik kepada orangutan yang tidak bisa dilepasliarkan. “Dukungan semua pihak sangat kami harapkan demi keberlanjutan satwa ikonik ini,” ujarnya, Kamis (3/9/15).

Perjalanan pelepasliaran orangutan yang menggunakan angkutan udara. Foto: Rini Sucahyo/Yayasan BOS
Perjalanan pelepasliaran orangutan yang menggunakan angkutan udara. Foto: Rini Sucahyo/Yayasan BOS

Aldrianto Priadjati, Direktur PT. RHOI, menjelaskan bahwa kegiatan pelepasliaran merupakan bagian panjang dari pemantauan kehidupan orangutan di alam liar. Tantang berikutnya yang harus dihadapi adalah memastikan bahwa orangutan tersebut benar-benar nyaman dan dapat berkembang biak di Hutan Kehje Sewen. “Kami berharap, upaya pelepasliaran orangutan dalam skema IUPHHK-RE (Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu – Restorasi Ekosistem) yang berada di Kalimantan Timur mendapatkan dukungan semua pihak. Dengan begitu, orangutan masih berada di pusat rehabilitasi dapat segera dilepasliarkan.”

Harapan Aldrianto cukup beralasan. Bila digabungkan, sejak 2012 hingga akhir Agustus 2015, Yayasan BOS telah melepasliarkan 186 individu orangutan. Dengan rincian, 155 orangutan dari Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng dilepaskan ke Hutan Lindung Bukit Batikap, Kalimantan Tengah, sedangkan 31 orangutan dari Pusat Reintroduksi Orangutan Samboja Lestari dilepasliarkan ke Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur.

Untuk memastikan tingkat keberhasilan pelepasliaran ini, tim pemantauan pasca-pelepasliaran di dua tempat tersebut terus melakukan evaluasi proses adaptasi. Hasilnya adalah sekitar 92,5 persen orangutan yang telah dilepasliarkan itu dapat bertahan hidup dan hanya 14 individu saja yang tidak dapat bertahan di habitat barunya.

“Dari 14 individu ini, 9 berada di Hutan Lindung Bukit Batikap, 3 di Hutan Kehje Sewen yang diidentifikasi mati, dan 2 dari Hutan Kehje Sewen juga yang harus dikembalikan ke Samboja Lestari karena sakit parah,” ujar Aldrianto.

Orangutan siap dilepasliarkan dihabitat alaminya di Hutan Kehje Sewen. Foto: Monica/Yayasan BOS
Orangutan siap dilepasliarkan dihabitat alaminya di Hutan Kehje Sewen. Foto: Monica/Yayasan BOS

Upaya perlindungan

Jamartin Sihite, CEO Yayasan BOS menyatakan, orangutan merupakan satwa dilindungi. Menurut Jamartin, upaya pelestariannya juga telah disusun dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 yang dicanangkan oleh Presiden Indonesia saat Konferensi Perubahan Iklim di Bali, Desember 2007. Poin penting yang perlu dicatat adalah paling lambat, 2015 ini, semua orangutan di pusat rehabilitasi sudah dikembalikan ke habitatnya.

Terhadap target tersebut, Jamartin memberikan apresiasi namun lebih menekankan pada keselamatan orangutan ketika berada di alam liar. Menurutnya, pengawasan, pemantauan, dan penegakan hukum  penting dilakukan demi upaya perlindungan orangutan. “Peran Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur maupun Kalimantan Tengah beserta aparat berwenang sangat diidamkan.”

Pelepasliaran merupakan himbauan kepada semua pihak untuk mewujudkan aksi nyata konservasi orangutan demi kehidupan bersama makhluk hidup di muka bumi. “Komitmen pemerintah dan ketegasan hukum sangat menentukan keberlangsungan hidup orangutan yang memang sepatutnya dilindungi.”

Terkait perlindungan orangutan, Kepala BKSDA Kalimantan Timur Y. Hendradi Kusdihardjo mengatakan, orangutan memang harus dilindungi oleh pemerintah melalui undang-undang. Menurut Hendradi melindungi orangutan berarti harus melindungi hutan sebagai habitatnya yang harus diatur dalam tata kelola hutan yang baik. “Semua pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah harus mengacu pada proses hukum selain berkewajiban menjaga orangutan dan melestarikan lingkungan.”

Yayasan BOS, sejak didirikan 1991, telah merawat lebih dari 700 orangutan. Sementara PT. RHOI, perusahaan yang didirikan oleh Yayasan BOS, mendapatkan izin IUPHHK-RE dari Kementerian Kehutanan (saat itu) seluas 86.450 hektar di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada 18 Agustus 2010. Izin konsesi yang berlaku selama 60 tahun dengan perpanjangan 35 tahun itu, dinamakan Hutan Kehje Sewen, diadopsi dari bahasa Dayak Wehea yang berarti orangutan. 

Pelepasliaran merupakan awal dari perjuangan hidup orangutan di hutan yang harus selalu dipantau keberadaannya. Foto: Monica/Yayasan BOS
Pelepasliaran merupakan awal dari perjuangan hidup orangutan di hutan yang harus selalu dipantau keberadaannya. Foto: Monica/Yayasan BOS
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,