,

Yaki Dan Tarsius Ternyata Punya Peran Penting Ekologis. Apa Itu?

Hari Primata Internasional yang jatuh setiap tanggal 1 September, diperingati Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST) dengan menyelenggarakan kuliah umum dihadapan mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Negeri Manado (Unima), pada Selasa (01/09/2015).

Kuliah umum yang diisi Dr. Myron Shekelle, peneliti tarsius sekaligus direktur Tarsier.org dan Dwi Yandhi Febriyanti, S.Hut. research manager Macaca Nigra Project, bertema “Selamatkan Primata Endemik Sulut dari Kepunahan melalui peran serta Pendidikan dan Penelitian”, mengangkat isu-isu mengenai pelestarian primata endemik Sulawesi Utara.

Menurut Myron Shekelle, primata memainkan peran kunci dalam membantu manusia untuk mencapai tujuan pelestarian lingkungan. Primata juga merupakan kerabat dekat manusia dan memiliki hubungan alamiah untuk melindunginya.

“Primata dapat menjadi flagships untuk konservasi, sama seperti kita lebih cenderung untuk melindungi anggota keluarga dekat kita dibandingkan orang asing yang tidak kita kenal,” ujar Myron yang lebih dari 20 tahun meneliti tarsius di Indonesia.

“Konservasi orangutan misalnya, merupakan topik besar dalam mempromosikan pengembangan budidaya kelapa sawit yang bertanggung jawab dalam permasalahan lingkungan hidup di Indonesia,”  tambahnya.

Eksistensi primata di habitatnya, masih dikatakan Myron, dapat membantu aktifitas harian manusia. Ia mencontohkan, pariwisata primata dapat memberikan insentif ekonomi untuk melestarikan alam.

Di Sulut, pariwisata primata dinilai cukup menonjol, bukan hanya karena wisatawan dapat dengan mudah melihat dua spesies primata yang berbeda, tarsius spektral dan yaki, tetapi karena bentuk yang telah diambil pariwisata.

Uniknya, demikian Myron berpendapat, tidak ada penyandang dana yang besar untuk pariwisata primata di Sulut. Sebab, upaya tadi dilakukan hampir seluruhnya oleh orang-orang lokal dari desa Batuputih.

Ia meyakini, fakta tersebut memerlukan pemikiran yang cermat dan pertimbangan hati-hati terkait cara terbaik untuk mengembangkan potensi Sulut untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan dari sektror wisata alam.

“Pariwisata primata di Sulawesi Utara hampir seluruhnya berbasis masyarakat, yang merupakan bentuk wisata alam yang oleh Bank Pembangunan Asia diidentifikasi memiliki potensi untuk membawa pembangunan ekonomi yang berkelanjutan bagi wilayah ini.”

Yaki, sedang duduk santai sambil melihat orang-orang yang melihatnya. Di Cagar Alam Batu Putih, ada tiga kelompok besar. Foto: Sapariah Saturi
Yaki, sedang duduk santai sambil melihat orang-orang yang melihatnya. Di Cagar Alam Batu Putih, ada tiga kelompok besar. Foto: Sapariah Saturi
Sementara itu, Dwi Yandhi Febriyanti, kepada mahasiswa yang hadir menyatakan, konservasi primata seyogyanya dimulai dengan pertanyaaan tentang seberapa penting peranan primata itu sendiri di alam. Cara menjawabnya secara sederhana bisa dengan mengandaikan dunia tanpa primata

“Apa yang akan terjadi? Beberapa tumbuhan hutan tidak akan tumbuh. Beberapa jenis burung tidak akan hidup. Beberapa serangga tidak akan ada. Beberapa makhluk hidup tidak akan dapat bertahan dari ketidakseimbangan tersebut. Dan akhirnya akan ada kepunahan lokal yang akan berdampak pada kepunahan global,” ungkap Dwi.

Kepunahan tadi bisa terjadi karena primata, ia mencontohkan yaki,memiliki fungsi ekologis. Yaki merupakan salah satu agen penyebar biji tumbuhan di hutan, karena 60% dari makanannya adalah buah-buahan. Sampai saat ini, lanjut Dwi, telah diketahui 144 jenis tumbuhan yang menjadi pakan yaki.

Selain peranan ekologis, Dwi menambahkan contoh pentingnya yaki di Batu Putih. Di sana, yaki menjadi salah satu daya tarik wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri. Sehingga, dengan adanya kegiatan wisata di desa Batu Putih, maka terbukalah lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa, seperti pemandu wisata, penginapan, dan tempat makan.

“Sehingga, konservasi primata haruslah menjadi bagian dari konservasi keanekaragaman hayati secara menyeluruh dan kompleks. Untuk mewujudkan itu, hanya dengan cara memahami dan melaksanakan ide dan aktifitas konservasi di tingkat spesies,” ujar Dwi.

Billy Gustafianto, staff Informatian and Education PPST, menyatakan kuliah umum, menjadi salah satu cara konservasi melalui pendidikan dan penelitian, yang menjadi faktor penting dalam pelestarian primata endemik.

Sebab, ujar Billy, setiap tahunnya banyak wisatawan serta peneliti asing maupun lokal yang datang untuk mempelajari Macaca nigra serta Tarsius spp. Namun minimnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya primata ini masih menjadi masalah serius.

“Masih banyak masyarakat yang menjadikan M. nigra atau yaki dan tarsius sebagai makanan spesial bahkan menganggap mereka sebagai hama. Padahal, yaki membantu merawat dan memelihara hutan dengan menyebarkan biji-biji tumbuhan yang mereka makan,” jelas Billy.

Ia mencontohkan, tarsius yang merupakan pemakan serangga justru masih sering dianggap sebagai perusak tanaman perkebunan. Hal tersebut dinilai keliru karena tarsius justru membantu petani untuk memangsa serangga yang menjadi hama.

“Untuk itulah penting bagi para mahasiswa yang kelak akan menjadi guru agar dapat mengetahui hal-hal ini, sehingga mereka bisa mengajarkan dan memberitahu orang-orang mengenai pentingnya primata-primata ini bagi manusia,” kata dia.

Sulawesi merupakan rumah bagi 16 jenis primata, 7 jenis Macaca dan 9 jenis Tarsius. Sulawesi Utara sendiri memiliki 2 jenis Macaca, yakni M. nigra dan M. nigrescens. Ada pula 3 jenis Tarsius, yang terdiri dari T. tarsier, T. sangirensis serta  T. tumpara. Jumlah tersebut diperkirakan bisa bertambah jika ada pembuktian lewat penelitian ilmiah.

Namun primata endemik tadi memiliki banyak ancaman yang menyebabkan populasi mereka terus menurun. Diyakini, penyebab utamanya adalah kehilangan habitat maupun perburuan dan perdagangan untuk dikonsumsi ataupun untuk dipelihara.

“Padahal, sejak tahun 1990, semua satwa ini masuk dalam daftar satwa langka yang dilindungi oleh Undang-Undang. Mereka juga masuk dalam daftar satwa prioritas yang harus dikonservasi dan ditingkatkan populasinya berdasarkan peraturan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun ini,” pungkas Billy.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , ,