, ,

Pemerintah Targetkan Penambang Emas Kecil Bebas Mercuri 2018, Mungkinkah?

Pemerintah sedang menyusun rencana aksi nasional tentang penghapusan merkuri pengolahan emas skala kecil (PESK) pada 2018. Pemerintah sedang harmonisasi kebijakan antarsektor terkait seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan,  Sosial, Kominfo, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Koperasi dan UMKM. Lalu, pengembangan teknologi alternatif bebas merkuri, serta pelatihan kepada penambang. Tak kalah pentin,g kampanye kesadaran dampak lingkungan dan kesehatan dalam mempercepat penghapusan merkuri ini.

Di Indonesia, berdasarkan data KESDM, total penggunaan merkuri PESK diperkirakan ratusan ton per tahun. Padahal, data Kementerian Perdagangan, impor merkuri  Indonesia 2014 hanya 500 kilogram untuk industri lampu dan baterai. “Indikasi penggunaan merkuri PESK sumber ilegal. Bila tak dikelola dengan baik, berpotensi menimbulkan masalah besar,” kata Yun Insiani, Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya Bercun (B3) dalam lokakarya tepat guna dan kebijakan mitigasi dampak penggunaan merkuri di Jakarta, Selasa (1/9/15).

Dalam sambutan, Dirjen PSLB3, Tuti Hendrawati Mintarsih  mengatakan, merkuri atau raksa adalah salah satu logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan kesehatan karena sangat beracun, dapat terakumulasi dalam tubuh, dan berpindah dalam jarak jauh di atmosfir. Contoh, dampak merkuri pada pencemaran Teluk Minamata. “Maka PESK jadi prioritas utama pemerintah menghapus merkuri di Indonesia.”

Kenneth Davis dari United Nations Environment Programme (UNEP) menyampaikan, sejauh ini ada 12 negara meratifikasi konvensi Minamata. “Saya harap Indonesia menjadi negara ke 13.”

Pemerintah, kata Yun,  sudah menahan 13,1 ton merkuri elemental di Tanjung Priok, yang dieskpor tiga perusahaan. Kasus pidana ini ditangani Dirjen Penagakan Hukum KLHK.

Masalah lagi, penambangan batu sinabar (batuan yang mengandung mercuri) cukup tinggi di Indonesia. “Penambangan sinabar di Indonesia paling besar di dunia. Ini ancaman dalam negeri terhadap sumber merkuri.”

Dia memperoleh informasi dari salah satu pusat regional di Kalimantan Barat, bahkan, ada izin tambang sinabar dari kabupaten/kota di sana. Ada 1.000 hektar di Kapuas Hulu memiliki izin tetapi tidak memiliki dokumen lingkungan.

“Kini kami coba menata izin-izin tidak resmi. Perusahaan yang memproduksi batu sinabar tidak masuk daftar clean and clear programme KLHK.”

Senada Halimah dari KLHK. “Permasalahan PESK sangat kompleks. Memutus rantai dan peredaran merkuri ilegal perlu kerjasama multi pihak. Salah satu jalan melalui penegakan hukum yakni ratifikasi Konvensi Minamata.”

Farisatul Amanah, Staf Subdit Perlindungan Teknik dan Lingkungan KESDM mengatakan, KESDM sedang inventarisasi PESK dan berapa banyak berizin serta yang menggunakan merkuri. “Data kita, baru 90 lebih terdaftar. Perlu kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk NGO.”

Gubuk-gubuk atau tenda ini berdiri di tengah kawasan hutan lokasi menambang emas di hutan Hutabargot. Foto: Ayat S Karokaro

Hingga kini, data KESDM terlengkap terkait penambang hanya di Sulawesi Tenggara. Data nama penambang dan berapa banyak alat sudah dimiliki, yakni 2.000 penambang skala kecil. “Itu pun kita dapatkan karena kerjasama dengan yayasan. Daerah lain baru spot. Ini yang sedang kami benahi,”katanya.

Tahun ini,  KESDM bersama KLHK akan koreksi jumlah tambang dan survei ke lima lokasi, yakni Banyuwangi, Lebak, Sumbawa Barat, Ketapang, dan Minahasa Utara.

Gatot Sugiharto, Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) mengkritisi langkah pemerintah zero merkuri di PESK. Menurut dia, inventarisasi bukanlah hal utama saat ini. Teknologi tepat guna juga tak usah terlalu dipikirkan, karena penambang sudah punya beribu cara alternatif menambang emas tanpa merkuri. “Sudah ada menambang gunakan urea.

Masalah utama penambang kecil adalah legalisasi. Kenapa rusak? Karena mereka diusir dan dipaksa berpindah-pindah tempat. Kalau dilegalkan dan diatur, mereka tidak akan ekspansi. Kalau merkuri dilarang, pasti dapat juga karena penambang tidak bodoh. Beragam cara mereka lakukan.”

Dia mengatakan, produsen merkuri banyak. Para penambang kecil menggunakan ratusan ton merkuri. “Batu penghasil merkuri, sinabar yang disebutkan tadi, juga ada di banyak tempat. Akan sulit bila pemerintah pengawasan dari sana. Karena mereka pintar, jangan dilawan, tapi diajak bersama memikirkan bagaimana lingkungan bisa terjaga dengan cara menambang tanpa menggunakan merkuri.”

Menurut dia, tanpa campur tangan penambang, penghapusan merkuri tak akan berhasil. “Apalagi, target 2018, tinggal dua setengah tahun lagi.”

Supaya berhasil, katanya, harus menggerakkan mereka. “Kita ajak mereka berkomitmen zero merkuri. Kita ajak kumpul dan diskusi serta buat kesepakatan bersama. Kalau dirangkul dengan baik, mereka pasti mau. Sekali lagi, mereka punya banyak cara menambang. Mereka tidak bodoh.”

Yayasan BaliFokus memaparkan laporan terkait dampak kesehatan warga terpapar merkuri dari penambangan emas.

Yuyun Ismawati dari BaliFokus, mengatakan, dari kunjungan lapangan ke tiga PESK di Cisitu (Lebak), Bombana (Sulawesi Tenggara), dan Sekotong (Lombok Barat) selama 1,5 tahun, sembilan orang meninggal diduga paparan merkuri.

“Ini masih dugaan karena sebagian tidak diperiksa ke rumah sakit atau mendapat perawatan atau pengobatan sebagaimana mestinya. Hanya, dari temuan kita terlihat jelas, mereka meninggal karena merkuri.”

Kesembilan orang yang meninggal dunia diduga dampak pertambangan emas:

1.Agung, enam bulan, anak Sukman, anggota tubuh tidak normal, lahir dengan mata katarak, hernia, paru-paru basah, Kecamatan Poleang, Kelurahan Boe Pinang, Bombana, meninggal Maret 2015.

2.Pere, 70 tahun, severe tremor, ataxia, mantan Kepala Adat Moronene, Rau-rau, Bombana, meninggal April 2015.

3.Anak perempuan Pere, 40 tahun, cramp stomach, perutnya keras, Desa Rau-rau, Kecamatan Poleang Utara, Bombana, meninggal‎ Maret 2015.

4.Fikri, dua tahun, Onggomate, Bombana, nervous disorder, meninggal Maret 2015‎.

5.Dita, 10 tahun, cerebral palsy, sejenis Minamata Disease, kerusakan sistem syaraf pusat, ‎Desa Rau-rau, Kecamatan Poleang Utara, Bombana, meninggal 31 Agustus 2015

6.Ibu Puasi, 45, paru-paru kanan mengeras, sesak napas, nanah keluar dari perut bagian kanan, Pelangan, Kecamatan Sekotong Tengah, Lombok Barat, meninggal akhir Maret 2015.

7.Emak Rum’ah, 71, stroke, pusing, lumpuh, tak bisa makan, gak bisa buang air, Desa Situ Mulya, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten, meninggal Mei 2014.

8.Abah U, 70, stroke, kanker tulang, TB, perut mengeras, Desa Kujang Sari, Kecamatan Cibeber, Lebak, meninggal Oktober 2014.
9.Warga Cisitu, 40, muntah darah, perut kram, Kecamatan Cibeber, Lebak, meninggal, Juli 2014.

Sumber: BaliFokus

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,