, ,

Wisata Melepas Tukik di Kampung Penyu Selayar

Hari menjelang senja. Matahari keemasan di kanvas langit yang merah gelap perlahan turun hingga melewati garis pantai pada Rabu (02/09/2015). Belasan orang bercengkrama dengan masing-masing seekor anakan penyu atau tukik di tangannya, yang perlahan melepaskannya terbawa arus balik ombak. Dan kamera dari berbagai macam merk pun bergantian mengabadikan peristiwa tersebut: pelepasan tukik ke alam bebas.

Itulah yang terjadi di sebuah kawasan penangkaran penyu, yang terletak di pesisir barat Selayar, tepatnya di Desa Barugaia, Kecamatan Bonto Manai, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Sebuah kawasan pesisir pantai sepanjang 700 meter, yang oleh warga sekitar disebut Kampung Penyu. Berjarak sekitar 10 km dari ibukota Kabupaten Kepulauan Selayar.

Meski baru dibangun April 2013, namun Kampung Penyu cukup populer di kalangan masyarakat Selayar, daerah lain dan bahkan mancanegara. Di hari-hari libur, banyak wisatawan berkunjung menikmati sensasi bermain dengan tukik, sebelum melepaskannya ke alam bebas.

Kampung Penyu, yang merupakan singkatan dari Perkumpulan Pemuda Pelindung Penyu. Kawasan konservasi penyu ini diinisasi oleh Sileya Scuba Drivers (SSD), sebuah organisasi penyelam di Kepulauan Selayar.

Inisiatif pembuatan kampung penyu ini didasari oleh keprihatinan maraknya aktivitas pengambilan telur di Desa Barugaia, salah satu kawasan pantai habitat penyu di Selayar.

“Saat itu perdagangan telur penyu sedang marak di pasar-pasar. Kami datangi mereka dengan berpura-pura sebagai pembeli. Lalu kami tanya-tanya dimana mereka mendapatkan telur-telur penyu itu. Sebagian besar memang berasal dari Desa Barugae,” kata Ronald Yusuf, Wakil Ketua SSD.

Pengumpulan telur penyu ataupun perburuan penyu lazim ketika itu, karena belum adanya larangan yang tegas dari pemerintah. SSD kemudian melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang larangan penangkapan satwa dilindungi itu.

“Dari situ terlihat mereka mulai takut mengumpulkan telur. Kalau pun ada, dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Banyak dari warga yang dulunya sangat aktif kini berhenti, mungkin karena takut ataupun karena kesadaran.”

Salah satunya adalah Datu, salah seorang kepala dusun di Desa Barugae, yang dulu terkenal aktif mengambil penyu. Secara persuasif, SSD mengajak Datu dan warga lain untuk membentuk Kampung Penyu ini.

“Kami mengajak Pak Datu untuk bergabung dalam Kampung Penyu dan menunjuknya sebagai ketua. Ia punya peran strategis karena ia adalah kepala dusun dan selama ini dikenal sebagai predator. Di awal ia memang cukup antusias terlibat dalam Kampung Penyu ini,” jelas Ronald.

Datu mengakui menghentikan pengambilan telur setelah mendapatkan penjelasan dari SSD, karena ia resah dengan semakin banyaknya aktivitas pengambilan telur oleh warga di wilayahnya.

“Dengan semakin banyaknya pengumpul telur, otomatis jumlah telur di alam semakin terbatas. Jumlah induknya juga semakin berkurang,” ungkap Datu.

Datu dulunya dikenal sebagai pengumpul telur penyu yang paling aktif. Kini dia justru terlibat dalam konservasi penyu melalui Kampung Penyu di Desa Barugaia, Kecamatan Bonto Manai, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan yang didirikannya bersama SSD pada tahun 2013 lalu. Foto : Wahyu Chandra
Datu dulunya dikenal sebagai pengumpul telur penyu yang paling aktif. Kini dia justru terlibat dalam konservasi penyu melalui Kampung Penyu di Desa Barugaia, Kecamatan Bonto Manai, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan yang didirikannya bersama SSD pada tahun 2013 lalu. Foto : Wahyu Chandra

Saat ini, Datu memperkirakan jumlah indukan penyu yang sering bertelur di pantai tersisa 14 ekor. Meski dagingnya bisa dikonsumsi, namun tak ada warga yang mau menangkap atau membunuh penyu dewasa, karena menyadari sebagai sumber penghasil telur.

Obat Perkasa

Meski bukan pekerjaan utama, sebagian besar warga di Desa Barugae menjadikan aktivitas pengumpulan telur penyu sebagai aktivitas tambahan. Sekedar menambah sumber penghasilan dan dikonsumsi sendiri. Apalagi ketika hasil tangkapan ikan di laut sedikit. “Ada keyakinan bahwa telur penyu bisa memberikan efek keperkasaan pada laki-laki,”  ungkap Datu.

Terkait keyakinan ini, pihak Taman Nasional Takabonerate pernah menguji kebenaran dari mitos ‘efek keperkasaan’ telur penyu ini dan hasilnya ternyata negatif.

“Mungkin ini hanya sugesti saja. Telur penyu memang mengandung gizi yang tinggi namun efeknya lebih pada menambah nafsu makan saja,” jelas Ronald.

Penyu bertelur di pesisir pantai, dengan cara menggali lubang di tempat yang aman. Rata-rata bertelur hingga 80-120 telur. bahkan ada yang sampai 200 telur, meski sangat jarang terjadi.

“Penyu itu sangat sensitif terhadap cahaya, jadi jangan berharap akan menemukan lokasi telur di tempat yang mempunyai cahaya terang. Ia punya kemampuan tersendiri menemukan kordinat tersendiri yang kondusif untuk bertelur,” jelas Ronald.

Dengan kecerdasannya, penyu bisa menemukan tempat aman dari arus laut dan temperatur untuk bertelur. Ia bahkan sering mengecoh dengan membuat tempat bertelur palsu, sehingga susah ditemukan.

Di penangkaran, tukik dirawat dengan disuapi pakan potongan daging ikan, dan kebersihan kolam yang dijaga dengan air diganti dua kali sehari.

Meski mendapat bantuan, Datu sering merogoh kantong sendiri untuk operasional penangkaran. “Pernah saya harus mengeluarkan uang pribadi sekitar Rp 3 juta untuk biaya kebutuhan sehari-hari tukik ini.”

Sejak dikenal mulai 2014, Kampung Penyu mendapat berbagai bantuan. Dari Dinas Perikanan dan Kelautan membangunkan tempat penangkaran yang lebih permanen. Dinas Pariwisata Selayar membangun gazebo untuk tempat istirahat pengunjung. Jalanan menuju lokasi berjarak sekitar 100 meter dari jalan raya juga dibangun jalan beton.

Dari swasta ada juga bantuan dari PT Mars, berupa pompa untuk mensuplai air pergantian air isi kolam. Bantuan uang dari sejumlah pihak digunakan untuk membeli tukik dari warga lain.

“Kita kadang beli tukik dari hasil pengumpulan warga seharga Rp1000 per ekor. Ini di atas harga di pasar yang hanya sebanyak Rp600 per ekornya.”

Sumber pendanaan lain diperoleh dari pengunjung yang datang untuk melepas tukik, dengan tarif Rp50 ribu untuk turis asing dan Rp25 ribu bagi turis domestik.

Seorang wisatawan melepaskan tukik di Kampung Penyu Desa Barugaia, Bonto Manai, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Operasional Kampung Penyu, selain berupa bantuan langsung pemerintah dan swasta juga dengan paket wisata berupa pelepasan tukik ke pantai. Bagi wisatawan asing dikenakan biaya Rp50 ribu dan Rp25 ribu untuk wisatawan domestik. Foto : Wahyu Chandra
Seorang wisatawan melepaskan tukik di Kampung Penyu Desa Barugaia, Bonto Manai, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Operasional Kampung Penyu, selain berupa bantuan langsung pemerintah dan swasta juga dengan paket wisata berupa pelepasan tukik ke pantai. Bagi wisatawan asing dikenakan biaya Rp50 ribu dan Rp25 ribu untuk wisatawan domestik. Foto : Wahyu Chandra

Hingga kini sekitar 3000 ekor tukik yang dilepas ke laut. Pelepasan biasanya dilakukan setelah tukik berusia sebulan, atau ketika dirasa cangkangnya telah cukup kuat, sehingga tidak menjadi mangsa ikan-ikan predator.

Di alam sendiri, meski penyu bisa bertelur hingga 200 ekor, hanya 3-4 tukik yang hidup. Penyebabnya, antara lain gagalnya telur menjadi tukik karena membusuk tergenang air pasang, dan dimangsa oleh predator.

Dengan ribuan tukik yang telah diselamatkannya, Datu bertekad untuk tetap melanjutkan penangkaran tersebut, meski dengan anggaran terbatas. Ia bahkan telah membuat kampanye donasi untuk penangkaran tersebut, meski belum dilakukan secara lebih luas.

Tanam mangrove

Datu dengan warga sekitar juga berupaya mempertahankan kelangsungan ekosistem mangrove di kawasan itu, dengan penanaman mangrove.  Mereka telah menanam setengah dari 17.200 bibit di 45 petak yang direncanakan. Tetapi pertumbuhan bibit terganggu cuaca panas ekstrim. “Daunnya ada yang kering karena pengaruh cuaca yang panas dan tak ada hujan,” ungkap Datu.

Menurut Datu, penanaman mangrove ini dilakukan sebagai bagian dari perlindungan kawasan, sekaligus membangun kesadaran warga akan pentingnya mangrove.

Warga yang terlibat sebelumnya dilatih untuk melakukan pembibitan dan penanaman yang benar dari Yayasan Eco Natural. Metode yang mereka terapkan relatif baru bagi Warga setempat, namun diyakini memiliki potensi tumbuh yang lebih besar.

Rehabilitasi didukung Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) setempat dan swasta yaitu CV Emas Hijau.

“Ada bantuan bibit dan juga sedikit biaya untuk membuat petakan. Jumlahnya sedikit, sekedar pengganti ongkos warga yang terliat karena mereka harus meninggalkan pekerjaan mereka untuk terlibat dalam kegiatan ini.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , ,