Dari Kebun Duku, Para Remaja Ini Ingin Menjaga Rimbo Sekampung Lewat Seni Teater

Seorang remaja berdiri. Dia menyimbolkan dirinya sebagai sebuah pohon jelutung yang berusia puluhan tahun. Beberapa remaja lainnya memerankan diri sebagai perambah hutan yang membawa mesin chainsaw. Mereka kemudian menebang pohon jelutung terakhir di hutan Rimbo Sekampung itu. Pohon tersebut dijadikan papan. Uang hasil penjualan papan selain digunakan untuk membeli motor, juga untuk pergi ke tempat hiburan. Beberapa hari kemudian motor itu hilang dan sebagian sakit tapi tak punya biaya buat berobat.

Itulah sekelumit fragmen yang dimainkan sekelompok remaja masyarakat Benakat, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, dalam Workshop Teater Lingkungan Hidup yang diselenggarakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumatera Selatan dan beberapa pegiat lingkungan. Acara ini pun didukung oleh Mongabay Indonesia.

Bertempat di sebuah kebun duku di Dusun Padang Bindu, Kecamatan Benakat, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, 12-13 September 2015 pertunjukan ini amat bersahaja.

“Rimbo Sekampung merupakan jiwa kami. Perambahan merupakan perilaku yang mengancam keberadaan hutan yang merupakan amanah dari leluhur kami yang harus kami jaga,” kata Memo, seorang peserta workshop.

Fragmen yang ditampilkan para remaja masyarakat adat Benakat tersebut dilakukan setelah mereka mendapatkan materi workshop selama dua hari mengenai lingkungan hidup, serta seni peran oleh pekerja teater Jaid Saidi dan Ical Wrisaba.

Pada saat materi seni peran yang digelar pada Minggu (13/09) pagi hingga siang, kegiatan dilakukan di sebuah kebun duku di ujung dusun milik warga. Selain pohon duku, di kebun juga terdapat sejumlah pohon durian yang berusia ratusan tahun.

“Ini adalah salah satu kebun duku yang tersisa di Benakat. Sebagian kebun duku diambil perusahaan yang sekarang sudah menjadi kebun sawit,” kata Eddy Tumenggung, pemangku adat Benakat.

“Semoga kegiatan di tempat ini membawa berkah dari Tuhan karena tujuannya menjaga amanah leluhur kami untuk menjaga lingkungan, khususnya hutan Rimbo Sekampung,” katanya.

 Para peserta workshop teater lingkungan hidup berfoto bersama fasilitator, pemangku adat, dan aktifis AMAN. Foto Taufik Wijaya
Para peserta workshop teater lingkungan hidup berfoto bersama fasilitator, pemangku adat, dan aktifis AMAN. Foto Taufik Wijaya

Menjaga Rimbo Sekampung

Menurut Nopiansyah Syarifudin, ketua AMAN Kabupaten Muaraenim, akibat habisnya hutan adat dan lahan perkebunan masyarakat di Benakat, sebagian masyarakatnya hidup miskin. Tidak heran banyak remaja di sana yang tidak berpendidikan atau hanya sebagian kecil yang melanjutkan kuliah.

“Jumlah pengangguran di sini cukup tinggi. Mereka mau berkebun atau bertani tidak ada lahan. Mau bekerja ke perusahaan, sudah gajinya kecil susah pula masuknya,” katanya.

Kondisi ini diperparah oleh masuknya hal-hal negatif dari luar ke masyarakat Benakat, termasuk adanya para toke kayu. “Tidak heran sebagian remaja terlibat dalam perambahan hutan,” katanya.

Selanjutnya, kepedulian para remaja terhadap hutan adat Rimbo Sekampung yang luasnya sekitar tiga ribu hektar juga berkurang. Bahkan sebagian remaja Benakat belum pernah masuk ke hutan yang masih dipenuhi satwa dilindungi seperti harimau sumatera dan gajah, serta tumbuhan khas Sumatera.

“Padahal Rimbo Sekampung tersebut merupakan simbol terakhir dari masyarakat adat Benakat. Jika Rimbo Sekampung habis, maka budaya yang ada di sini kian cepat menjadi hilang,” katanya.

Keberadaan teater ini, kata Nopiansyah, minimal dapat menyalurkan kegiatan positif para remaja masyarakat adat Benakat, “Termasuk pula melahirkan para penjaga adat Benakat, khususnya menjaga hutan Rimbo Sekampung melalui seni pertunjukan teater,” ujarnya.

Sehari setelah kegiatan, Senin (14/09), puluhan remaja di Benakat ingin terlibat dalam kegiatan tersebut. “Pagi ini banyak nian remaja yang ingin bergabung ke teater. Mereka dari beberapa dusun di Benakat. Lebih banyak dari yang mengikuti workshop kemarin. Mudahan ini pertanda baik,” kata Nopiansyah.

Ingin Tampil di Luar

Meskipun baru mendapatkan pelatihan, sejumlah peserta workshop berkeinginan menampilkan sebuah pertunjukkan teater ke dunia luar.

“Kami akan terus melakukan latihan ini, kemudian akan memainkan sebuah naskah, yang mudahan kami dapat tampil di Palembang, Jakarta, bahkan kalau bisa ke Papua, sehingga banyak orang tahu mengenai marga Benakat dan juga kehebatan hutan Rimbo Sekampung,” kata Wisnu, seorang peserta workshop.

Tapi katanya, sebelum hal tersebut terwujud, mereka selain berlatih teater dengan sungguh-sungguh, juga akan belajar mengenai masyarakat adat Benakat, “Termasuk kami harus paham mengenai hutan Rimbo Sekampung. Kami harus tahu jenis tanaman dan hewan yang ada di hutan tersebut. Sehingga kami bukan hanya menjaganya juga dapat memberitahunya ke dunia luar,” katanya.

Semoga mimpi mereka dapat menjadi nyata untuk menjaga dan membagikan cerita kelestarian alamnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,