,

Delapan Individu Badak Sumatera Teridentifikasi di Kaltim, di Sabah Menuju Kepunahan

Penemuan badak sumatera di Kalimantan pada 2013 di kawasan hutan Kutai Barat, Kalimantan Timur melalui kamera jebak (camera trap) merupakan berita gembira di tengah semakin terpuruknya populasi satwa bercula tersebut di Sabah, Malaysia. Pencarian intensif pun dilakukan.

Dua tahun terakhir, tim survei yang terdiri dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu, Universitas Mulawarman (Unmul), Yayasan Badak Indonesia (YABI), dan WWF Indonesia  berhasil mengidentifikasi delapan individu badak. Ini dibuktikan dengan temuan jejak, goretan cula di pohon, pelintiran batang pohon, serta hasil kamera jebak baik foto maupun video.

Arnold Sitompul, Direktur Konservasi World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia mengatakan, dari delapan individu badak yang terlihat, tiga individu diperkirakan berada di Kutai Barat. “Hampir semua badak yang ditemukan berada di kawasan konsesi hutan, tambang, perkebunan, dan wilayah hak pengusahaan hutan (HPH),” paparnya di Balikpapan, Senin (21/9/15).

Menurut Arnold, survei mengenai keberadaan badak sumatera di Kalimantan tidaklah mudah. WWF Indonesia telah mendapatkan informasi tersebut sejak 1996, namun masih sebatas lisan dari masyarakat. Survei intensif baru dilakukan pada 2013. “Yang menarik, kami menemukan adanya tanda individu anak badak. Artinya, mereka secara reproduksi masih viable.

Sugeng, salah satu anggota tim survei menjelaskan, dalam dua tahun terakhir tim telah menjelajah lebih dari 10.000 hektar hutan yang sebagian besar telah beralih fungsi. Menurutnya, keberadaan badak di Kutai Barat terlihat di lahan konsesi. “Salah satu bukti, badak terekam di hutan produksi Blok 3.”

Sugeng menuturkan, sedikitnya di Kutai Barat telah ditemukan tiga individu badak yang jenis kelaminanya betina. Semuanya terlihat jelas dari hasil kamera jebak. Yang tidak bisa kami pastikan adalah umurnya, karena kami belum bisa menemukan DNA-nya. “Untuk pakan, diperkirakan terdapat sekitar 72 jenis tanaman yang terlihat dari ceceran kotorannya.”

Tachrir Fatoni, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK menjelaskan, penemuan badak sumatera di Kalimantan ini merupakan titik awal penyelamatan badak sumatera di Kalimantan. Dari lima jenis badak yang ada di dunia, dua di antaranya ada di Indonesia yaitu badak jawa (Rhinocerus sondaicus) dan badak sumatera (Dicerorhinus Sumatraensis). “Dua jenis ini merupakan kebanggaan sekaligus tanggung jawab kita bersama untuk melestarikannya,” ujarnya.

Pemerintah Kutai Barat sendiri telah menyiapkan lahan bakas tambang PT. Kelian Equatorial Mining seluas 500 hektar yang terhubung dengan hutan alami seluas 500 hektar. “Lahan tersebut nantinya akan menjadi lokasi translokasi badak yang ada di Kutai Barat karena terkoneksi dengan hutan asli,” papar C. Benny, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat.

Terkait lokasi translokasi tersebut, Tachrir Fatoni berharap, agar lahan yang digunakan nanti baiknya dijadikan suaka margasatwa. “Jangan dijadikan hutan lindung, karena hutan lindung masih bisa dialihfungsikan.”

Terpisah, Haerudin R Siradjudin, Program Manajer Yayasan Badak Indonesia (YABI) menuturkan, Populasi badak sumatera di masa lalu diperkirakan hampir ada di seluruh hutan Kalimantan. “Namun, karena eksploitasi terus-menerus, keberadaan badak ini, termasuk di Tanjung Puting hingga di hutan Sabah dan Serawak, Malaysia, punah,” ungkapnya, Rabu (23/9/15).

Menurut Haerudin, badak sumatera di Kalimantan, bila dilihat dari subjenis, lebih dekat dengan badak yang tersebar di wilayah Bukit Barisan Selatan. Sementara, badak yang berada di wilayah Leuser lebih dekat kekerabatannya dengan badak yang ada di Semenanjung Malaysia. “Untuk jenisnya sendiri, badak sumatera tersebar hingga ke India, Bangladesh, Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Hingga tahun 1930-an masih terlihat pergerakannya, namun saat ini sudah menurun drastis akibat perburuan cula dan habitatnya yang tergerus.”

Dengan penemuan ini, kita tentu gembira sekaligus bertambah tanggung jawab. Ini dikarenakan lokasi badak yang masih terpisah. “Untuk itu, penyelamatan harus dilakukan dengan menyatukan badak tersebut. Bila terpencar, reproduksi akan sulit dilakukan,” ujarnya.

Iman, badak sumatera betina tersisa yang masih ada di Borneo Rhino Sanctuary, Sabah – Malaysia. Foto: John Payne/BORA

Kepunahan di Sabah  

Sebagaimana yang dituturkan Haerudin, keberadaan badak sumatera di Sabah, Malaysia saat ini menuju kepunahan. Sekitar 1980-an, di hutan Sabah diperkirakan masih ada. Namun sekarang, sudah tidak ada sama sekali. Di Semenanjung Malaysia, badak diperkirakan telah punah meski belum ada pengakuan resmi.

Berdasarkan catatan, dalam tiga dekade terakhir, ketimbang kelahiran, badak sumatera justru banyak yang mati baik di alam maupun penangkaran. Pada 1984-1985, sekitar 22 badak sumatera ditangkap di Semenanjung Malaysia dan Sabah untuk kegiatan penangkaran. Namun, saat ini yang tersisa di Borneo Rhino Sanctuary (BRS), penangkaran badak di Sabah, hanya tiga individu: Tam (jantan) serta dua betina (Puntung dan Iman). Ketiganya dianggap sebagai subspesies terpisah yaitu Dicerorhinus sumatrensis harrissoni

Ketiga badak ini ditangkap dari alam liar di Sabah antara 2008 hingga 2014, dibawah pengawasan Borneo Rhino Alliance (BORA), organisasi non-pemerintah yang dikembangkan Sabah Wildlife Department.

Untuk menyelamatkan badak sumatera ini, Sabah Wildlife Department and BORA bekerja sama dengan Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research (IZW) dari Jerman dan Profesor Cesare Galli, dari Laboratorium Avantea di Italia, berupaya memproduksi embrio badak sumatera di laboratorium tersebut dengan menggunakan Advanced Reproductive Techniques (ART), cara terbaik untuk meningkatkan populasi badak sumatera di penangkaran.

Meskipun, hingga saat ini embrio yang layak belum dihasilkan terlebih untuk mewujudkan kehamilan, namun upaya tersebut patut dilakukan. Alternatifnya, jika teknik pemuliaan buatan itu tidak berhasil, badak kalimantan tersisa tersebut sebaiknya diperbolehkan bercampur dengan badak yang ada di Sumatera agar sebagian kode genetiknya dapat bertahan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,