, , ,

Di Kalteng, Presiden Tegaskan (Lagi) Pentingnya Gambut Tetap Basah

Kala peninjauan langsung kebakaran hutan dan lahan di Pulau Pisau, Kalimantan Tengah—yang dicapai lewat jalan darat dari Kalimantan Selatan–, Presiden Joko Widodo, kembali menegaskan soal menjaga gambut tetap basah lewat pembuatan sekat kanal. Gambut tetap basah ini guna mencegah kebakaran hutan dan lahan, seperti yang kini terjadi.  Solusi serupa ditegaskan berulang kali kala dia meninjau lokasi kebakaran, sejak di Sungai Tohor, Pulau Meranti, Riau, November 2014

Pembuatan sekat kanal, katanya,  akan mengatasi ribuan hektar kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di Kalteng.

Di Kalteng, Presiden datang ke Desa Jabiren, Pulang Pisau. Dia didampingi Menko Polhukam Luhut B. Pandjaitan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo. Juga Kapolri Jendral Badrodin Haiti, Kepala BNPB Wilem Rampangilei.

Siti Nurbaya, Menteri LHK mengatakan, kala rapat di tengah kepungan kabut asap itu, Presiden menegaskan mencegah kebakaran terulang satu-satunya cara dengan menjaga ekosistem gambut. Untuk lahan yang sedang terbakar dan terus meluas, Presiden meminta secepatnya diambil langkah. Kini, kebakaran hutan dan lahan di Kalteng diperkirakan mencapai 24.664 hektar.

“Presiden menegaskan untuk secepat-cepatnya memadamkan api dengan pembasahan (gambut). Prinsipnya, rewetting ini  merupakan bagian dari langkah tata kelola ekosistem gambut,” katanya, dalam keterangan tertulis.

Presiden juga memerintahkan Menteri Siti untuk mewajibkan perusahaan membuat embung-embung di dalam konsesi mereka. Tujuannya, kala terjadi kebakaran, perusahaan bisa cepat memadamkan api karena air tersedia.

Noorhadi Karben, warga Desa Mantangi Hulu di Kapuas, tak terlalu yakin dengan solusi tawaran Jokowi. Desa itu bagian eks proyek era Presiden Soeharto yang membuka hutan besar-besaran di lahan gambut. 

Karben menilai, pembuatan sekat kanal tidak berdampak besar bagi pengurangan kebakaran hutan dan lahan gambut. Meskipun sekat kanal, air tetap mengering hingga mempercepat kebakaran kebun sawit di area kanal.

Stephanus Alexander, akademisi dari Universitas Palangkaraya mengatakan, sekat kanal hanya upaya mempertahankan air permukaan tersedia di lahan gambut. Bila kemarau lebih intensif, seperti saat ini, air permukaan cepat menghilang ke dalam tanah. “Lahan gambut menjadi cepat kering dan api mudah terjadi.” 

Cegah kebakaran pakai akuifer?

Alexander menawarkan pemanfaatan akuifer untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalteng.

Akuifer adalah formasi geologi di dalam tanah yang mengandung air. Formasi ini signifikan mampu mengalirkan air dalam kondisi alaminya. Saat kemarau, air di formasi tak pernah mengalami penurunan volume.

“Air inilah yang bisa kita manfaatkan memadamkan api,” kata Anjelina Vuspitasari, mahasiswi yang membuat penelitian soal ini.

Syamsul Hadi, Ketua Komisi C DPRD Kalteng mengungkapkan rencana pembuatan sumur-sumur bor di sekitar lahan gambut yang berpotensi terbakar sebagai rekomendasi kepada Pemerintah Kalteng. Rencana ini diungkapkan saat rapat dengar pendapat bersama Gerakan Anti Asap Kalimantan Tengah dan BPBD (8/9/15). “Penelitian akademisi kami jadikan rujukan.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,