,

Hutan dan Lahan di Jambi: Terbakar atau Dibakar?

Apakah hutan sengaja dibakar untuk menutupi bukti-bukti jejak illegal logging? 

Awal September lalu, tanpa sengaja Feri Irawan (42), Direktur Eksekutif Perkumpulan Hijau, memotret areal HPH PT Pesona Belantara Persada (PBP). Kobaran api tengah menyala melalap ribuan hektar kayu-kayu campuran. Dia menemukan tumpukan 38 kubik kayu jenis campuran. Ada pula sebuah pondok di sebelahnya.

“Kita tak menemukan hamparan lahan yang terbakar di konsesi PT Pesona Belantara. Betul kita temukan kayu. Sekarang sudah kita titipkan dengan Dinas Kehutanan,” kata Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda Jambi, Kompol Wirmanto kepadaMongabay Indonesia, pada Rabu (23/09/2015) lalu.

Polda Jambi mengaku tak menemukan seorang tersangka pun atas temuan kayu tersebut. “Ada yang sempat kami periksa. Dia kebetulan melintas mengendarai mobil avanza atau xenia. Dia mengaku penduduk dari Sumatera Selatan. Kami sangka, dia pembeli. Ternyata tidak,” ujar Wirmanto.

Areal PT Pesona Belantara berada di Kecamatan Kumpeh Ilir, Kabupaten Muarojambi, berbatasan dengan Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. PT Pesona mengantongi SK Menhut No. SK.674/Menhut-II/2010 Tanggal 8 Desember 2010 dengan areal seluas 21.315 hektar.

Sah-sah saja Wirmanto membantah. Feri Irawan, punya dugaan lain. Di sebelah areal HPH PT Pesona adalah perkebunan sawit PT Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK)– salah satu anak perusahaan PT Matahari Kahuripan Indonesia yang disingkat PT Makin Group. Kemudian berbatasan pula dengan areal sawit PT Bara Eka Prima (BEP).

Feri menemukan bukti-bukti kuat yang mengarah unsur kesengajaan tiga perusahaan tersebut:  BEP, RKK, dan PBP membakar lahannya. Hasil investigasinya selama dua minggu telah disampaikan kepada Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi.

Namun baru satu areal yaitu PT RKK yang diberi garis polisi pada 18 September 2015. Lokasi PT RKK berada di Kecamatan Kumpeh dan Marosebo, Kabupaten Muarojambi. Ia mengantongi izin lokasi dari Bupati Muarojambi, As’ad Syam pada tahun 2002 seluas 15.800 hektar.

Sebuah bangkai jerigen plastik ditemukan di lokasi PT BEP. Foto Feri Irawan
Sebuah bangkai jerigen plastik ditemukan di lokasi PT BEP. Apakah lahan ini sengaja dibakar? Foto: Feri Irawan

Sengaja Dibakar?

Temuan Feri ketiga konsesi dipisahkan oleh kanal-kanal yang menyalahi aturan. Lebarnya 6 – 8 meter dengan kedalaman hingga 7 meter. Di sisi kiri kanan kanal tak terbakar.

“Lucu sekali jika pihak perusahaan berdalih bahwa api itu melompat. Bagaimana mungkin dengan kanal sedalam itu, dengan posisi air penuh, api dapat melompatinya. Dugaan kami sementara, kebun itu sengaja dibakar,” katanya kepada Mongabay Indonesia.

Kanal mestinya dibatasi lebar 3 meter dan kedalamannya 3 meter pula. Ada aturan yang menyatakan bahwa lahan gambut hanya boleh ditanami sawit dengan ketebalan kurang 3 meter yang boleh diizinkan untuk ditanami. “Ini kan tidak, malah mencapai 7 meter,” ujarnya.

Dugaan Feri, kanal-kanal sebesar itu justru dimanfaatkan sebagai jalur ilegal logging dari HPH Pesona Belantara yang dibawa hingga ke pos penjagaan PT Ricky Kurniawan. Setelah itu barulah dibawa melalui transportasi darat.

Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat kebakaran berulang di wilayah kebun sawit PT BEP mulai dari 2011 hingga 2015. Kejadian serupa terjadi di sejumlah areal perkebunan sawit lainnya. Yang terparah adalah areal izin hak guna usaha PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi (ATGA), PT Jambi Agrowiyana, PT Ricky Kurniawan Kertapersada, PT Kaswari Unggul, dan PT Era Mitra Agro Lestari.

Kelima perusahaan tersebut adalah penyumbang titik panas terbesar untuk areal perkebunan skala besar di Jambi. Sebaran titik panas yang terdeteksi Satelit Terra/Aqua (1 Januari-3 September 2015) di lima HGU ini mencapai 236 dari total 311 titik. Areal terbakar di seluruh wilayah itu pada tahun ini sudah lebih dari 5.000 hektar.

Lahan yang terbakar yang di-overlay dengan area konsesi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi. Sumber: KKI Warsi
Lahan yang terbakar yang di-overlay dengan area konsesi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi. Klik pada gambar untuk memperbesar. Sumber: KKI Warsi

Empat Perusahaan Sudah Tahap Penyidikan

Sejak awal September 2015 Polda Jambi memeriksa keterlibatan 15 perusahaan terhadap dugaan kelalaian perusahaan dalam memadamkan kebakaran lahan. PT RKK adalah yang pertama kali ditingkatkan status pemeriksaannya, dari penyelidikan sekarang sudah masuk tahap penyelidikan.

“Kemungkinan besar, selangkah lagi akan ada yang ditetapan menjadi tersangka,” kata Wirmanto. Wirmanto mengatakan, tahap selanjutnya adalah menunggu saksi ahli agar bisa memastikan apakah akan ada tersangka atau tidak.

Jika terbukti, PT RKK akan dijerat dengan pasal 108 jo pasal 56 ayat 1 UU Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan dan atau pasal 188 KUHPidana.

Lebih jauh Feri Irawan menjelaskan bahwa dalam pasal 108 berbunyi bahwa Setiap Pelaku Usaha Perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.

“Saya kira, ini lebih kuat untuk memberi efek jera bagi para pelaku pembakaran lahan. Kami tengah mempersiapkan gugatan terhadap para perusahaan yang diduga sengaja membakar lahan,” ujarnya.

Kemudian secara marathon tiga perusahaan menyusul yaitu PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi (Kabupaten Tanjung Jabung Timur), PT Tebo Agro Lestari (Kabupaten Tebo), dan terakhir PT Serasi Jaya Abadi (Kabupaten Muarojambi).

Menurut Wirmanto, ditingkatkannya penanganan kasus ini ke penyidikan karena penyidik menemukan adanya indikasi pelanggaran terkait kebakaran di lahan PT RKK. “Persyaratan minimal untuk penanggulangan karhutla (kebakaran hutan dan lahan) seperti penyediaan alat untuk pemadaman, perusahaan belum ada,” ujarnya.  Ke-15 perusahaan itu diduga melakukan pembakaran hutan dan lahan untuk membuka areal perkebunan baru.

Sisanya, masih dalam tahap penyelidikan. Dua perusahaan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur: PT Kaswari Unggul, PT Wira Karya Sakti. Tiga di Kabupaten Muarojambi: PT Pesona Belantara Persada, PT Bukit Bintang Sawit PT Bara Eka Prima. Tiga lainnya di Kabupaten Tebo: PT Tebo Mandiri Agro, PT Lestari Asri Jaya, PT Persada Alam Hijau.

Empat perusahaan: PT Mukti, PT Manggis, PT BKS, PT BMA tak tahu pasti di mana lokasinya dan informasi lengkap mengenai nama perusahaan. Wirmanto mengaku tak mengetahui detail, termasuk berapa luasan total lahan yang terbakar.

Tim khusus didatangkan dari Mabes Polri ke Jambi untuk menyelidiki modus operandi di balik kebakaran lahan. Tim diharapkan mampu mengungkap aktor-aktor utama yang berperan di balik kejadian peristiwa kebakaran, termasuk yang melibatkan kalangan korporasi.

Tim beranggotakan 15 orang. “Mereka merupakan para penyidik yang telah berpengalaman dalam mengusut kasus kebakaran lahan seperti yang terjadi di Jambi,” ujar Wirmanto.

Mereka tiba di Jambi pada Rabu  (16/9/2015) pagi. Tim sebelumnya dijadwalkan malam sehari sebelumnya, namun gagal. Penerbangan yang akan membawa tim tidak dapat beroperasi akibat kabut asap pekat sejak sore.

Menurut Wirmanto, saat ini sudah 11 kasus kebakaran lahan ditangani Polda Jambi. Dari jumlah kasus tersebut, 25 tersangka pelaku pembakaran lahan ditahan. Dengan kedatangan para penyidik khusus tersebut, diharapkan pengungkapan kasus akan berjalan lebih progresif.

Tim diharapkan mampu mengungkap modus-modus operandi di balik kejadian kebakaran dan bisa menangkap para aktor utama. “Termasuk pembakaran lahan yang diduga melibatkan kalangan korporasi,” katanya.

Di luar 15 perusahaan itu, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi mengeluhkan dua perusahaan pemegang konsesi IUPHHK yaitu PT Limbah Kayu Utama dan PT Dyera Hutani Lestari. PT LKU mengantongi izin seluas 19.300 hektar di Kabupaten Tebo lewat SK Nomor 327/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998. Sementara PT DHL mengantongi izin seluas 8.000 hektar di Kabupaten Batanghari lewat SK Nomor 31/Kpts-II/1997 tgl 3 Januari 1997.

Kadishutbun Tanjung Jabung Timur, Aidil Aritonang mengakui jika PT Dyera Hutani Lestari sudah lama tak beroperasi. Pengurusnya juga sudah tak ada lagi. Namun setiap tahun, lahannya menjadi penyumbang asap. Sementara PT Kaswari Unggul pernah dipanggil namun tak pernah hadir. Kabarnya, perusahaan akan ditake over pemilik baru. “Ya kalau mau dijual, coba beritahu kita dong,” kata Aritonang kepada Mongabay Indonesia.

Mongabay Indonesia tak berhasil mendapatkan konfirmasi dari PT Ricky Kurniawan maupun PT Bara Eka Prima. Manajer PT RKK, Munadi tak mengangkat ponselnya. Begitu pula Manajer PT Bara Eka Prima, Jekson. Juga tak bergeming. Termasuk bos PT PBP, Aripin alias Apeng, ponselnya tak pernah diangkat.

Hawani sedang menemani anaknya, warga desa Arang-arang yang sudah demam tinggi 3 hari akibat asap. Foto Feri Irawan
Seorang warga desa Arang-arang, Hawani yang sedang menemani anaknya yang sudah demam tinggi 3 hari akibat dampak asap. Foto Feri Irawan

Ada Konsesi yang Dimiliki Warga Negara Asing

Menariknya salah satu perusahaan tersebut yakni PT Persada Alam Hijau (PAH) ternyata mayoritas sahamnya dimiliki warga negara asing. PT Persada adalah anak perusahaan PT Golden Plantation Tbk (GOLL). Akhir tahun lalu, GOLL baru saja mengakuisisi 99,99 persen kepemilikan di PAH dengan harga Rp 84,15 miliar. (Profil PT Golden Plantation).

Terakhir GOLL terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) akhir tahun 2014 lalu. Pada aksi penawaran saham perdananya, GOLL menerbitkan 800 juta saham baru atau setara 21,82 persen modal ditempatkan disetor. GOLL pun meraih dana segar Rp 230,4 miliar.

Dalam dokumen Mongabay Indonesia ternyata yang duduk sebagai komisaris ada tiga warga negara asing. Mereka adalah Koh Bing Hock (62), warga negara Malaysia sebagai komisaris utama. Dua lainnya adalah Anthony Michael Gillbanks (56), warganegara Inggris dan Jaka Prasetya (43), warganegara Singapura.

Jaka Prasetya menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik pada tahun 1994 dari Institut Teknologi Bandung dan gelar Master of Business Administration pada tahun 1998 dari MIT Sloan School of Management.

Sementara Anthony, pada tahun 2003 – 2007 pernah bekerja di PT London Sumatera Indonesia serta pernah terlibat dalam beberapa konsultan independen di Papua Nugini, Indonesia, Malaysia dan Afrika.

PT PAH memiliki lahan konsesi sebesar 1.788 hektar dimana semuanya sudah di tanam yang berlokasi dan sebesar 1.662,84 ha sudah menghasilkan. Perkebunan kelapa sawit PAH terletak di kabupaten Muara Tebo, Propinsi Jambi.

Selain PAH, GOLL juga memiliki anak perusahaan lain di Jambi. Yaitu PT Tandan Abadi Mandiri (TAM). PT TAM berlokasi di Kecamatan Pelawan dan Kecamatan Bathin VIII, Kabupaten Sarolangun, Jambi dan telah memperoleh izin lokasi di lahan 13.700 hektar dengan lahan tertanam seluas 681,94 hektar.

PT TMA memiliki areal HTI seluas 19.770 hektar di Kabupaten Tebo lewat SK 401/Menhut-II/2006 tanggal 19 Juli 2006 adalah perusahaan patungan. Patungan antara Perusahaan Daerah Tebo Holding Company (PD THC) dengan PT Hutani Pratama Makmur (PT HPM) yang merupakan anak perusahaan PT Sinar Mas Group, dengan komposisi saham 30 persen milik PD THC dan 70 persen saham dlmlllk PT HPM.

Jenderal Purnawirawan di Balik PT LAJ?

PT LAJ merupakan anak perusahaan PT Royal Lestari Utama (RLU). Mengantongi izin seluas 61.495 hektar lewat SK Nomor 141/Menhut-II/2010 tanggal 31 Maret 2010.

Pada 30 Juni 2014, PT Royal Indo Mandiri (RIM) dan PT Royal Lestari Utama (RLU), pihak berelasi, menandatangani perjanjian jual beli saham, dimana RIM menjual kepada RLU 1.249 lembar saham atau mewakili 99,92% saham pada MKC beserta piutang milik RIM dari MKC, dengan jumlah harga penjualan sebesar Rp 44.994 juta.

PT RLU merupakan anak perusahaan yang langsung atau tidak langsung dimiliki PT Barito Pasific – dimiliki taipan Prajogo Pangestu. Duduk sebagai Komisaris Utama di PT RLU adalah Letnan Jenderal (Purn) Cornel Simbolon.  Simbolon adalah mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (WAKASAD) pada tahun 2007.

Kini dia duduk sebagai Wakil Ketua Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Dirinya merupakan salah satu jenderal yang berada di kubu pasangan Prabowo-Hatta, kala pilpres 2014 lalu. Maklum, dia merupakan alumni Akmil Magelang tahun 1973, satu alumni dengan Prabowo dan satu angkatan dengan Susilo Bambang Yudhoyono.

Melihat fakta-fakta ini, mungkinkah Polda Jambi mampu mengusut tuntas keterlibatan perusahaan-perusahaan tersebut? Ada jutaan masyarakat yang sudah merasakan dampak kabut asap. Mereka sudah berbulan-bulan tak bisa menghirup udara segar lagi. Bahkan sebagian memilih mengungsi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,